Kamis, 10 Februari 2011

JARING ANGKAT (LIFT NETS)
Bagan Perahu (Boat Lift Nets)

1. Definisi dan Klasifikasi
   Bagan perahu (boat lift nets) adalah alat penangkap ikan yang dioperasikan dengan cara diturunkan ke kolom perairan dan diangkat kembali setelah banyak ikan di atasnya, dalam pengoperasiannya menggunakan perahu untuk berpindah-pindah ke lokasi yang diperkirakan banyak ikannya. Bagan perahu diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring angkat (lift nets) (Subani dan Barus 1989).

2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan
   Secara umum konstruksi unit penangkapan bagan perahu terdiri atas kerangka kayu, waring atau jaring (dari bahan polyethylene) serta perahu bermotor sebagai alat transportasi di laut. Pada bagan terdapat alat penggulung atau roller yang berfungsi untuk menurunkan atau mengangkat jaring (Subani dan Barus 1989 diacu dalam Takril 2005). Ukuran untuk alat tangkap bagan perahu beragam mulai dari panjang = 13 m; lebar = 2,5 m; tinggi = 1,2 m hingga panjang = 29 m; lebar = 29 m; tinggi = 17 m.
      Mata jaring bagan perahu umumnya berukuran 0,5 cm (Sudirman 2003 diacu dalam Takril 2005). Ukuran mata jaring ini berkaitan erat dengan sasaran utama ikan yang tertangkap, yaitu teri yang berukuran kecil. Jika ukuran mata jaring terlalu besar, maka ikan tersebut tidak tertangkap. Menurut kelompok kami, parameter utama dari bagan perahu adalah ukuran mata jaring.

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
    Perahu terdapat di bagian depan dan belakang, dihubungkan dengan dua batang bambu sehingga berbentuk bujur sangkar (empat persegi sama sisi) sebagai tempat menggantungkan jaring bagan. Namun, ada juga bagan perahu yang menggunakan satu perahu saja. Perahu juga digunakan sebagai alat transportasi, sehingga bagan perahu dapat berpindah dari satu daerah penangkapan ke daerah penangkapan lainnya (Subani dan Barus 1989).
3.2 Nelayan
      Nelayan yang mengoperasikan bagan perahu berjumlah 4-6 orang atau lebih jika perahu yang digunakan dua buah karena ada yang mengemudikan perahu dan ada yang bertugas melakukan seluruh kegiatan operasi penangkapan ikan.
3.2 Alat Bantu
     Bagan perahu menggunakan lampu sebagai alat bantu untuk merangsang atau menarik perhatian ikan agar berkumpul di bawah cahaya lampu (Ayodhyoa 1981 diacu dalam Takril 2005). Jenis lampu yang digunakan oleh bagan perahu sebagai atraktor untuk memikat ikan yaitu lampu petromak, lampu neon dan lampu merkuri. Selain lampu, bagan perahu menggunakan serok untuk mengambil hasil tangkapan (Subani 1972 diacu dalam Takril 2005).

4. Metode Pengoperasian Alat
    Tahapan-tahapan metode pengoperasian bagan perahu adalah sebagai berikut (Iskandar 2001 diacu dalam Takril 2005).
(1) Persiapan menuju fishing ground, biasanya terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan persiapan terhadap segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pengoperasian bagan perahu. Pemeriksaan dan perbaikan terutama dilakukan terhadap lampu dan mesin kapal. Persiapan lain yang dianggap penting adalah kebutuhan perbekalan operasi penangkapan seperti air tawar, solar, minyak tanah, garam dan bahan makanan.
(2) Pengumpulan ikan, ketika tiba di lokasi fishing ground dan hari menjelang malam, maka lampu dinyalakan dan jaring biasanya tidak langsung diturunkan hingga tiba saatnya ikan terlihat berkumpul di lokasi bagan atau ingin masuk ke dalam area cahaya lampu. Namun tidak menutup kemungkinan ada pula sebagian nelayan yang langsung menurunkan jaring setelah lampu dinyalakan.
(3) Setting, setelah menunggu beberapa jam dan ikan mulai terlihat berkumpul di lokasi penangkapan, maka jaring diturunkan ke perairan. Jaring biasanya diturunkan secara perlahan-lahan dengan memutar roller. Penurunan jaring beserta tali penggantung dilakukan hingga jaring mencapai kedalaman yang diinginkan. Proses setting ini berlangsung tidak membutuhkan waktu yang begitu lama. Banyaknya setting tergantung pada keadaan cuaca dan situasi hasil tangkapan, serta kondisi perairan pada saat operasi penangkapan.
(4) Perendaman jaring (soaking), selama jaring berada di dalam air, nelayan melakukan pengamatan terhadap keberadaan ikan di sekitar kapal untuk memperkirakan kapan jaring akan diangkat. Lama jaring berada di dalam perairan (perendaman jaring) bukan bersifat ketetapan, karena nelayan tidak pernah menentukan dan menghitung lamanya jaring di dalam perairan dan kapan jaring akan diangkat namun hanya berdasarkan penglihatan dan pengamatan adanya ikan yang berkumpul di bawah cahaya lampu.
(5) Pengangkatan jaring (lifting), lifting dilakukan setelah kawanan ikan terlihat berkumpul di lokasi penangkapan. Kegiatan lifting ini diawali dengan pemadaman lampu secara bertahap. Hal ini dimaksudkan agar ikan tidak terkejut dan tetap terkosentrasi pada bagian perahu di sekitar lampu yang masih menyala. Ketika ikan sudah berkumpul di tengah-tengah jaring, jaring tersebut mulai ditarik ke permukaan hingga akhirnya ikan akan tertangkap oleh jaring.
(6) Brailing, setelah bingkai jaring naik ke atas permukaan air, maka tali penggantung pada ujung dan bagian tengah rangka dilepas dan dibawa ke satu sisi kapal, tali kemudian dilewatkan pada bagian bawah kapal beserta jaringnya. Tali pemberat ditarik ke atas agar mempermudah penarikan jaring dan lampu dihidupkan lagi. Jaring kemudian ditarik sedikit demi sedikit dari salah satu sisi kapal ke atas kapal. Hasil tangkapan yang telah terkumpul diangkat ke atas dek kapal dengan menggunakan serok (Subani 1972 diacu dalam Takril 2005).
(7) Penyortiran ikan, setelah diangkat di atas dek kapal, dilakukan penyortiran ikan. Penyortiran ini biasanya dilakukan berdasarkan jenis ikan tangkapan, ukuran dan lain-lain. Ikan yang telah disortir langsung dimasukkan ke dalam wadah atau peti untuk memudahkan pengangkutan.

5. Daerah Pengoperasian
    Pada umumnya daerah pengoperasian alat tangkap bagan perahu adalah perairan yang subur, selalu tenang, tidak banyak dipengaruhi oleh adanya gelombang besar, angin kencang dan arus yang kuat. Perairan yang dimaksud umumnya terdapat di perairan teluk (Subani 1970 diacu dalam Fathul 2008). Bagan perahu hampir tersebar di seluruh daerah perikanan laut di Indonesia, contohnya: Morotai, Teluk Tomini, Palu, Luwuk, Teluk Bone (Subani dan Barus 1989).

6. Hasil Tangkapan
   Hasil tangkapan bagan perahu umumnya adalah ikan pelagis kecil seperti tembang (Clupea sp), teri (Stolephorus sp), japuh (Dussumiera sp), selar (Charanx sp), pepetek (Leiognathus sp), kerot-kerot (Therapon sp), cumi-cumi (Loligo sp), sotong (Sepia sp), layur (Trichiurus sp) dan kembung (Rastrelliger sp) (Subani 1972 diacu dalam Fathul 2008).

Daftar Pustaka
Ayodhyoa AU. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor. Yayasan Dewi Sri. 90 hal.
Fathul B. 2008. Perikanan Bagan Perahu dan Pengembangannya di Perairan Teluk Bima. Skripsi [tidak dipublikasikan]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 60 hal.
Iskandar MD. 2001. Analisis Hasil Tangkapan Bagan Motor pada Tingkat Pencahayaan yang Berbeda di Perairan Teluk Semangka Kabupaten Tanggamus. Tesis [tidak dipublikasikan]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program pascasarjana. Hal 26-33.
Subani W. 1970. Penangkapan Ikan dengan Bagan. Tanpa Lembaga. Jakarta. 18 hal.
Subani W. 1972. Alat dan Cara Penangkapan Ikan di Indonesia. Jilid I. Jakarta: Lembaga Penelitian Perikanan Laut. 259 hal.
Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Sudirman. 2003. Analisis Tingkah Laku Ikan untuk Mewujudkan Teknologi Ramah Lingkungan dalam Proses Penangkapan pada Bagan Rambo. Disertasi [tidak dipublikasikan]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program pascasarjana. Hal 270-272.
Takril. 2005. Hasil Tangkapan Sasaran Utama dan Sampingan Bagan Perahu di Polewali Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Skripsi [tidak dipublikasikan]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 61 hal.

JARING ANGKAT (LIFT NETS)
Bagan Rakit (Raft Lift Nets)

1. Definisi dan Klasifikasi
   Bagan rakit (raft lift nets) adalah suatu alat penangkap ikan yang dioperasikan dengan cara menurunkan jaring ke kolom perairan kemudian diangkat apabila sudah banyak ikan di atasnya, bagian bawah berbentuk rakit seingga dapat berpindah-pindah ke lokasi yang terdapat banyak ikan. Bagan rakit diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring angkat (lift nets) (Subani dan Barus 1989).

2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan
   Konstruksi bagan rakit biasanya terbuat dari bambu. Masing-masing rakit dibuat dari 32 batang bambu yang dirangkai menjadi empat lapis tersusun dari atas ke bawah, sehingga tiap-tiap lapis terdiri dari delapan bambu. Bambu untuk rakit biasanya berdiameter 10-12 cm dan panjang 8 m. Pada tiap rakit dipasang lima buah tiang bambu keatas, tingginya 2 m berderet dari muka ke belakang. Kedua baris tiang ini saling dihubungkan dengan bambu yang panjangnya 8 m sehingga di atas rakit ini terbentuklah sebuah pelataran (Dulgofar et al. 1988).
     Untuk menjaga keseimbangan serta memperkokoh kedua buah rakit ini,maka disisi kiri dan kanan rakit dihubungkan dengan dua buah bambu yang berukuran agak besar atau dapat dilakukan dengan merangkapkan bambu yang menghubungkan kedua rakit tersebut (Dulgofar et al. 1988).
     Komponen alat tangkap ikan bagan rakit terdiri dari jaring bagan dan rumah bagan (anjang-anjang). Pada bagan terdapat alat penggulung atau roller yang berfungsi untuk menurunkan atau mengangkat jaring (Subani dan Barus 1989). Ukuran untuk alat tangkap bagan rakit beragam mulai dari panjang = 13 m; lebar = 2,5 m; tinggi = 1,2 m hingga panjang = 29 m; lebar = 29 m; tinggi = 17 m. Menurut kelompok kami, parameter utama dari bagan rakit adalah ukuran mata jaring.

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
     Bagan rakit menggunakan rakit yang terbuat dari bambu yang ditempatkan pada kanan dan kiri bagian bawah rumah bagan sebagai alat apung sekaligus landasan rumah bagan (Subani dan Barus 1989).
3.2 Nelayan
      Nelayan yang mengoperasikan bagan rakit berjumlah 4-6 orang karena adanya spesifikasi kerja, ada yang memindahkan bagan rakit, menggulung dan ada yang bertugas melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan.
3.2 Alat Bantu
     Alat bantu yang biasanya digunakan adalah berupa sumber cahaya biasa berupa lampu atau petromak. Karena adanya cahaya dapat menarik perhatian ikan agar berkupul di bawah cahaya lampu. Kemudian dilakukan penangkapan dengan jaring yang telah tersedia (Subani dan Barus 1989).

4. Metode Pengoperasian Alat
    Menurut Iskandar (2001), tahapan-tahapan metode pengoperasian bagan rakit adalah sebagai berikut:
(1) Persiapan menuju fishing ground, persiapan lain yang dianggap penting adalah kebutuhan perbekalan operasi penangkapan seperti bahan makanan, air tawar, minyak tanah dan garam.
(2) Pengumpulan ikan, ketika tiba di lokasi fishing ground dan hari menjelang malam, maka lampu dinyalakan dan jaring biasanya tidak langsung diturunkan hingga tiba saatnya ikan terlihat berkumpul di lokasi bagan atau ingin masuk ke dalam area cahaya lampu. Namun ada juga nelayan yang langsung menurunkan jaring setelah lampu dinyalakan.
(3) Setting, setelah menunggu beberapa jam dan ikan mulai terlihat berkumpul di lokasi penangkapan, maka jaring diturunkan ke perairan. Jaring biasanya diturunkan secara perlahan-lahan dengan memutar roller. Penurunan jaring beserta tali penggantung dilakukan hingga jaring mencapai kedalaman yang diinginkan. Banyaknya setting tergantung pada keadaan cuaca dan situasi hasil tangkapan, serta kondisi perairan pada saat operasi pengkapan.
(4) Perendaman jaring (soaking), selama jaring berada di dalam air, nelayan melakukan pengamatan terhadap keberadaan ikan di sekitar kapal untuk memperkirakan kapan jaring akan diangkat. Lama jaring berada di dalam perairan (perendaman jaring) bukan bersifat ketetapan, karena nelayan tidak pernah menentukan dan menghitung lamanya jaring di dalam perairan dan kapan jaring akan diangkat namun hanya berdasarkan penglihatan dan pengamatan adanya ikan yang berkumpul di bawah cahaya lampu.
(5) Pengangkatan jaring (lifting), lifting dilakukan setelah kawanan ikan terlihat berkumpul di lokasi penangkapan. Kegiatan lifting ini diawali dengan pemadaman lampu secara bertahap. Hal ini dimaksudkan agar ikan tidak terkejut dan tetap terkosentrasi pada bagian perahu di sekitar lampu yang masih menyala. Ketika ikan sudah berkumpul di tengah-tengah jaring, jaring tersebut mulai ditarik ke permukaan hingga akhirnya ikan akan tertangkap oleh jaring.
(6) Brailing, setelah bingkai jaring naik ke atas permukaan air, maka tali penggantung pada ujung dan bagian tengah rangka dilepas dan dibawa ke satu sisi kapal, tali kemudian dilewatkan pada bagian bawah kapal beserta jaringnya. Tali pemberat ditarik ke atas agar mempermudah penarikan jaring dan lampu dihidupkan lagi. Jaring kemudian ditarik sedikit demi sedikit dari salah satu sisi kapal ke atas kapal. Hasil tangkapan yang telah terkumpul diangkat ke atas dek kapal dengan menggunakan serok (Subani 1972).
(7) Penyortiran ikan, setelah diangkat ke rumah bagan, dilakukan penyortiran ikan. Penyortiran ini biasanya dilakukan berdasarkan jenis ikan tangkapan, ukuran dan lain-lain. Ikan yang telah disortir langsung dimasukkan ke dalam wadah atau peti untuk memudahkan pengangkutan.

5. Daerah Pengoperasian
    Pada umumnya daerah pengoperasian alat tangkap bagan rakit adalah perairan yang subur, perairan yang tenang, tidak banyak adanya gelombang besar, angin kencang maupun arus yang kuat. Umumnya terdapat di perairan teluk (Subani 1970).

6. Hasil Tangkapan
   Hasil tangkapan bagan rakit umumnya adalah ikan pelagis kecil seperti tembang (Clupea sp), teri (Stolephorus sp), japuh (Dussumiera sp), selar (Charanx sp), pepetek (Leiognathus sp), kerot-kerot (Therapon sp), cumi-cumi (Loligo sp), sotong (Sepia sp), layur (Trichiurus sp) dan kembung (Rastrelliger sp) (Subani 1972).

Daftar Pustaka
Dulgofar, Fakhrudin, Fauzi. 1988. Petunjuk Pembuatan dan Pengoperasian Bagan Rakit. Semarang: Balai Pengembangan Penangkapan Ikan.
Iskandar MD. 2001. Analisi Hasil Tangkapan Bagan Motor pada Tingkat Pencahayaan yang Berbeda di Perairan Teluk Semangka Kabupaten Tanggamus. Tesis [tidak dipublikasikan]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program pascasarjana. Hal 26-33.
Subani W. 1970. Penangkapan Ikan dengan Bagan. Tanpa Lembaga. Jakarta. 18 hal.
Subani W. 1972. Alat dan Cara Penangkapan Ikan di Indonesia. Jilid I. Jakarta: Lembaga Penelitian Perikanan Laut. 259 hal.
Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Sudirman. 2003. Analisis Tingkah Laku Ikan untuk Mewujudkan Teknologi Ramah Lingkungan dalam Proses Penangkapan pada Bagan Rambo. Disertasi [tidak dipublikasikan]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program pascasarjana. Hal 270-272.

JARING ANGKAT (LIFT NETS)
Bagan Tancap (Stationary Lift Nets)

1. Definisi dan Klasifikasi
    Bagan tancap (stationary lift nets) adalah alat penangkap ikan yang dioperasikan dengan cara diturunkan ke kolom perairan dan diangkat kembali setelah banyak ikan di atasnya, dalam pengoperasiannya tidak dapat dipindah-pindah dan sekali dipasang (ditanam) berarti berlaku untuk selama musim penangkapan. Beda antara bagan tancap dengan anco tetap dan jaring bandrong adalah bagan tancap memiliki rumah penjaga, gulungan (roller), tali tarik dan gelangan pengikat dengan jaring. Bagan tancap diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring angkat (lift nets) (Subani dan Barus 1989).

2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan
   Rumah bagan tancap berupa anjang-anjang berbentuk piramid terpancung, berukuran 10 x 10 m pada bagian bawah dan 9,5 x 9,5 m pada bagian atas. Bagian atas berupa plataran (flat form), dimana terdapat gulungan (roller) dan tempat nelayan melakukan kegiatan penangkapan (Subani dan Barus 1989).
    Mata jaring bagan tancap umumnya berukuran kecil, sekitar 0,5 cm (Hayat 1996). Menurut kelompok kami parameter utamanya adalah ukuran mata jaring.

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
Kapal yang digunakan berfungsi sebagai alat transportasi.
3.2 Nelayan
     Untuk mengoperasikan bagan tancap diperlukan 2-3 orang nelayan yang bertugas menghidupkan dan mematikan lampu serta menurunkan dan menaikkan jaring ketika operasi penangkapan dilaksanakan.
3.2 Alat Bantu
      Bagan tancap menggunakan lampu sebagai alat bantu untuk merangsang atau menarik perhatian ikan agar berkumpul di bawah cahaya lampu, kemudian dilakukan penangkapan dengan jaring yang telah tersedia. Jenis lampu yang digunakan oleh bagan tancap sebagai atraktor untuk memikat ikan yaitu lampu petromaks (kerosene pressure lamp) berkekuatan antara 200-300 lilin, tergantung keadaan perairannya dan kemungkinan adanya pengaruh cahaya bulan (Subani dan Barus 1989). Selain lampu, bagan tancap menggunakan serok untuk mengambil hasil tangkapan (Subani 1972).

4. Metode Pengoperasian Alat
   Pada bagan tancap, operasi penangkapan dilakukan pada malam hari, dimana awal operasi menggunakan perhitungan bulan. Persiapan untuk melakukan operasi adalah merapikan jaring, menyiapkan lampu yang telah diperbaiki pada waktu istirahat (terang bulan), menyiapkan minyak dan alat-alat lain serta perbekalan atau konsumsi. Para nelayan membawa peralatannya ke kapal motor pukul 16.00, nelayan berangkat dengan menggunakan kapal motor menuju lokasi bagan tancap (Hayat 1996).
Setelah nelayan tiba di lokasi, hal-hal yang dilakukan nelayan selanjutnya adalah (Hayat 1996):
 Memasang jaring pada palang jaring dan penurunan jaring ke dalam laut dengan menggunakan pemutar (roller);
 Setelah hari gelap, nelayan mulai menghidupkan lampu kemudian lampu diturunkan secara perlahan-lahan ke dekat permukaan laut dengan jarak 0,5 m dari permukaan laut bila laut tenang dan 1-1,5 m dari permukaan laut bila laut bergelombang;
 Setelah menunggu kurang lebih 2-3 jam, nelayan mulai melakukan pemutaran roller, hingga sedikit demi sedikit jaring naik secara perlahan;
 Setelah jaring naik hingga ke geladak bagan, maka pemutaran dihentikan dan lampu diangkat lalu disangkutkan pada paku;
 Pengambilan ikan dari dalam jaring dilakukan dengan cara menarik jaring agar ikan berkumpul pada suatu tempat tertentu hingga menyerupai kantong. Ikan diambil dengan menggunakan serok dan wadah ikannya adalah bakul;
 Selesai pengambilan ikan dari jaring, maka jaring diturunkan kembali ke dalam laut. Pengangkatan dan penurunan jaring dapat dilakukan beberapa kali hingga pagi hari tiba;
 Bila pagi menjelang, nelayan mematikan lampunya dan persiapan untuk pulang adalah menyiapkan peralatan yang akan dibawa pulang sambil menunggu jemputan kapal motor.

5. Daerah Pengoperasian
   Pada umumnya daerah pengoperasian alat tangkap bagan tancap adalah perairan pantai. Contoh daerah yang mengoperasikan bagan tancap adalah Kecamatan Polewali, Sulawesi Selatan (Subani 1970 diacu dalam Hayat 1996).

6. Hasil Tangkapan
    Hasil tangkapan bagan tancap umumnya adalah jenis ikan perairan pantai dan ikan pelagis seperti tembang (Clupea sp), teri (Stolephorus sp), japuh (Dussumiera sp), selar (Charanx sp), pepetek (Leiognathus sp), kerot-kerot (Therapon sp), cumi-cumi (Loligo sp), sotong (Sepia sp), layur (Trichiurus sp) dan kembung (Rastrelliger sp) (Subani dan Barus 1989).

Daftar Pustaka
Hayat M. 1996. Suatu Tinjauan tentang Bagan Tancap di Kecamatan Polewali, Kabupaten Polmas, Sulawesi Selatan. Skripsi [tidak dipublikasikan]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Subani W. 1970. Penangkapan Ikan dengan Bagan. Tanpa Lembaga. Jakarta. 18 hal.
Subani W. 1972. Alat dan Cara Penangkapan Ikan di Indonesia. Jilid I. Jakarta: Lembaga Penelitian Perikanan Laut. 259 hal.
Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

JARING ANGKAT (LIFT NETS)
Anco Tetap (Stationary Lever Nets)

1. Definisi dan Klasifikasi
   Anco tetap (stationary lever nets) adalah jaring angkat yang dipasang menetap di perairan, berbentuk empat persegi panjang, terdiri dari jaring yang keempat ujungnya diikat pada dua bambu yang dibelah dan kedua ujungnya dihaluskan (diruncingkan) kemudian dipasang bersilangan satu sama lain dengan sudut 90 derajat. Berdasarkan cara pengoperasiannya, anco tetap diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring angkat (lift nets) (Subani dan Barus 1989).

2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan
   Dalam hal terbukanya jaring, anco tetap menggunakan dua buah belahan bambu yang kedua ujungnya dihaluskan (diruncingkan) kemudian dipasang bersilangan satu sama lain dengan sudut 90 derajat yang selanjutnya pada ujung-ujungnya dikaitkan pada jaring. Jaring berbentuk bujur sangkar, umumnya berukuran 3 x 3 m. Bahan jaring umumnya dibuat dari benang katun, dengan besar mata jaring ± 1 cm untuk bagian yang tengah dan 1,5 cm untuk yang dipinggir. Pada waktu pengoperasian, anco tetap dilengkapi tali untuk pengangkatan dan tangkai panjang ± 3 m, jumlahnya 1-2 buah tergantung besar kecilnya anco yang digunakan (Subani dan Barus 1989).
Parameter utama pada anco tetap adalah ukuran jaring anco tetap.

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
     Kapal atau perahu yang digunakan berfungsi sebagai alat transportasimembawa hasil tangkapan ke daratan.
3.2 Nelayan
    Untuk mengoperasikan anco tetap, dipeerlukan 2-3 orang nelayan yang bertugas menurunkan dan mengangkat jaring.
3.3 Alat Bantu
     Pengoperasiannya, anco tetap menggunakan menggunakan tali dan tangkai panjang untuk pengangkatan jaring (Subani dan Barus 1989).

4. Metode Pengoperasian Alat
   Anco tetap dioperasikan dengan cara jaring diturunkan ke arah dasar perairan pantai, muara sungai dan teluk-teluk yang relatif dangkal dengan muka jaring menghadap ke dalam perairan. Setelah ikan terkumpul, lalu secara perlahan jaring diputar atau dibalik dan diangkat ke arah permukaan hingga kumpulan ikan berada di dalam jaring. Kemudian hasil tangkapan diangkat dari jaring (Subani dan Barus 1989).

5. Daerah Pengoperasian
   Pada umumnya daerah pengoperasian alat tangkap anco tetap adalah di tepi pantai muara sungai dan teluk-teluk yang relatif dangkal. Anco tetap hampir terdapat di seluruh daerah perikanan baik darat maupun laut, contohnya: di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara (Subani dan Barus 1989).

6. Hasil Tangkapan
    Hasil tangkapan anco tetap terutama jenis-jenis ikan pantai seperti tembang (Clupea sp), teri (Stolephorus sp), japuh (Dussumiera sp), selar (Charanx sp), pepetek (Leiognathus sp), kerot-kerot (Therapon sp), cumi-cumi (Loligo sp), sotong (Sepia sp), layur (Trichiurus sp), kembung (Rastrelliger sp) dan udang (udang penaeid) (Subani dan Barus 1989).

Daftar Pustaka
Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

JARING ANGKAT (LIFT NETS)
Jaring Bandrong

1. Definisi dan Klasifikasi
   Jaring bandrong adalah jaring angkat berbentuk empat persegi panjang atau bujur sangkar yang ujung-ujung salah satu sisinya diikat pada patok atau tiang pancang, sementara ujung yang lain dipasang tali untuk proses pengangkatan. Berdasarkan cara pengoperasiannya, jaring bandrong diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring angkat (lift nets) (Subani dan Barus 1989).

2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan
    Secara garis besar, konstruksi utama jaring bandrong dibagi menjadi dua bagian, yaitu jaring dan bangunan. Jaring bandrong berbentuk trapezium dan cekung seperti mangkuk. Jaring terbuat dari benang kapas atau polyethylene dengan diameter benang 0,5-2 mm. Pada jaring bandrong terdapat jaring tambahan berbentuk segi empat panjang yang dipasang pada sisi kanan dan kiri jaring utama yang disebut jala-jala, berfungsi sebagai pintu penutup sebelum bibir jaring utama terangkat ke permukaan air. Ukuran mata jala-jala antara 10-12 cm. Untuk menambah kecepatan tenggelamnya jaring, di bagian tengah jaring utama diikatkan beberapa buah pemberat yang terbuat dari timah atau batu sungai dengan massa tiap-tiap pemberat yaitu 0,5-1,5 kg dan jumlahnya bervariasi sesuai dengan besarnya jaring (Assir 1986).
     Jaring bandrong dibuat dari waring (banding rebon) atau waring karuna, atau dari benang katun (banrong). Jaring bandrong berbentuk bujur sangkar, umumnya berukuran 18 x 18 m. Pada waktu pengoperasian, jaring bandrong dilengkapi tali untuk pengangkatan jaring (Subani dan Barus 1989). Menurut kelompok, kami parameter utama pada jaring bandrong adalah ukuran mata jaring.

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
     Kapal yang digunakan adalah perahu jukung yang terbuat dari kayu jati. Ukuran perahu yaitu: panjang = 6,5 m; lebar = 0,5 m; dalam = 0,6 m. Perahu tersebut digunakan pada saat mengambil hasil tangkapan, memasang dan melepaskan jaring serta digunakan sebagai alat transportasi nelayan untuk pergi dan kembali dari fishing ground (Assir 1986).
3.2 Nelayan
     Untuk mengoperasikan jaring bandrong diperlukan 2-3 orang nelayan yang bertugas memasang dan melepaskan jaring serta mengambil hasil tangkapan.
3.2 Alat Bantu
Jaring bandrong menggunakan tali untuk proses penangkapan.

4. Metode Pengoperasian Alat
    Metode pengoperasian jaring bandrong yaitu jaring memasang jaring pada bangunan bandrong kemudian jaring diturunkan ke arah dasar perairan dengan cara mengulurkan tali untuk pengangkatan. Setelah ikan terkumpul, lalu secara perlahan tali pengangkatan ditarik (jaring diangkat ke arah permukaan) hingga kumpulan ikan berada di dalam jaring dan hasil tangkapan diangkat dari jaring (Subani dan Barus 1989).

5. Daerah Pengoperasian
    Daerah pengoperasian jaring bandrong adalah di perairan pantai yang terlindung dari gelombang besar dan di perairan terumbu karang serta di muara-muara sungai dan di sepanjang aliran sungai (Assir 1986). Distribusi jaring bandrong yaitu di Sulawesi Selatan (Kabupaten Barru, Pare-pare, Mandar, Jeneponto dan daerah lain di sekitar Makassar) (Subani dan Barus 1989).

6. Hasil Tangkapan
  Hasil tangkapan jaring bandrong antara lain tembang (Clupea sp), teri (Stolephorus sp), manyung (Tachysurus spp), pepetek (Leiognathus sp), belanak (Mugil spp), terkadang tongkol (Auxis rochei) (Subani dan Barus 1989).

Daftar Pustaka
Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
PERANGKAP DAN PENGHADANG (TRAP AND GUIDING BARRIERS)
Bubu Udang (Shrimp Traps)

1. Definisi dan Klasifikasi
    Bubu udang adalah alat penangkap ikan yang didesain untuk menangkap udang penaeid, dan kepiting atau rajungan, berbentuk silinder dengan diameter lingkaran atas lebih kecil daripada diameter lingkaran bawah dan dioperasikan di dasar perairan. Bubu udang diklasifikasikan ke dalam kelompok perangkap dan penghadang (Subani dan Barus 1989).

2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan
    Menurut Subani dan Barus (1989), bagian-bagian bubu udang yaitu sebagai berikut.
a) Rangka (frame) yang terbuat dari lempengan besi. Rangka berfungsi untuk mempertahankan bentuk bubu selama pengoperasian;
b) Badan (body), seperti rongga (berbentuk silinder) yang terbuat dari anyaman jaring, berfungsi sebagai tempat target tangkapan terkurung; dan
c) Mulut, sdengan tipe mulut persegi panjang, merupakan lubang tempat masuknya ikan ke dalam bubu.
Untuk memudahkan mengetahui tempat-tempat di mana bubu udang dipasang, maka dilengkapi dengan pelampung melalui tali panjang yang dihubungkan dengan bubu tersebut. Ukuran bubu udang pada gambar termasuk bubu kecil dengan diameter atas=15 cm, diameter bawah=20 cm serta tinggi bubu= 18 cm (Subani dan Barus 1989).
Menurut kelompok kami, parameter utama dari bubu udang adalah ukuran dan bentuk mulut bubu udang.

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
      Kapal kecil atau perahu hanya digunakan sebagai alat transportasi nelayan
3.2 Nelayan
     Untuk mengoperasikan bubu udang dibutuhkan 1-2 orang nelayan yang bertugas untuk memasang dan mengangkat bubu, serta mengambil hasil tangkapan dari dalam bubu udang.
3.3 Alat Bantu
    Alat bantu pada pengoperasian bubu udang yaitu mechanical line hauler, berfungsi untuk membantu menurunkan bubu udang ke dasar perairan tempat bubu akan dioperasikan (Sainsbury 1996 diacu dalam Susilo 2006).
3.4 Umpan
      Bubu udang bersifat pasif sehingga dibutuhkan pemikat atau umpan agar ikan yang akan dijadikan target tangkapan mau masuk ke dalam bubu udang. Jenis umpan yang dipakai sangat beraneka ragam, ada yang memakai umpan hidup atau ikan rucah (Martasuganda 2003).

4. Metode Pengoperasian Alat
    Adapun tahapan dalam pengoperasian bubu udang ada empat tahap, yaitu sebagai berikut (Sainsbury 1996 diacu dalam Susilo 2006).
a) Pemasangan umpan. Posisi umpan harus didesain sedemikian rupa sehingga mampu menarik perhatian ikan baik dari bau maupun bentuknya. Biasanya umpan dipasang di dalam tempat umpan dan diletakkan di atas mulut bubu udang bagian atas.
b) Pemasangan bubu (setting). Bubu yang telah siap diturunkan ke perairan baik dengan tangan maupun alat bantu mechanical line hauler. Sebagai penanda posisi pemasangan bubu udang dilengkapi dengan pelampung. Hal ini akan memudahkan nelayan menemukan kembali bubunya.
c) Perendaman bubu (soaking). Lama perendaman bubu udang adalah 2-3 hari.
d) Pengangkatan bubu (hauling). Proses hauling pada bubu dapat dilakukan dengan alat bantu. Penggunaan alat bantu akan mempercepat dan mengefisienkan tenaga nelayan selama proses hauling. Setelah bubu sampai di atas kapal, ikan dikeluarkan dan dilakukan penanganan.

5. Daerah Pengoperasian
    Daerah pengoperasian bubu udang biasanya di perairan karang atau di antara karang-karang atau bebatuan (Subani dan Barus 1989).

6. Hasil Tangkapan
   Hasil tangkapan bubu udang adalah udang penaeid, kepiting (Scylla serrata) dan rajungan (Portunus spp.) (Subani dan Barus 1989).

Daftar Pustaka
Martasuganda S. 2003. Bubu (Traps). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Sainsbury J C. 1996. Commercial Fishing Methods. An Introduction to Vessel and Gears. 3ed Edition. London: Fishing News Book.
Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Susilo E. 2006. Percobaan Pengoperasian Bubu pada Zona Fotik dan Afotik di Teluk Palabuhanratu. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

PERANGKAP DAN PENGHADANG (TRAP AND GUIDING BARRIERS)
Bubu Belut

1. Definisi dan Klasifikasi
    Bubu belut atau bubu paralon adalah alat penangkap belut yang berbentuk silinder dan terbuat dari paralon (Martasuganda 2003). Bubu belut diklasifikasikan ke dalam kelompok perangkap (traps) (Martasuganda 2003).

2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan
    Menurut Martasuganda (2003), bagian-bagian bubu belut yaitu sebagai berikut.
a) Badan (body), seperti rongga (berbentuk silinder) yang terbuat dari paralon, berfungsi sebagai tempat target tangkapan terkurung; dan
b) Mulut berbentuk lingkaran, merupakan lubang tempat masuknya belut ke dalam bubu.
Bahan untuk membuat bubu belut adalah paralon dengan diameter antara 10-15 cm dan panjang antara 60-80 cm. Pintu masuk dapat terbuat dari plastik atau anyaman bambu sedangkan pengikat pintu masuk terbuat dari ban dalam bekas dengan lebar 1-2cm. Pada bubu belut, dipasang tali pengikat bubu untuk mempermudah membawa bubu (Martasuganda 2003).
Menurut kelompok kami, parameter utama dari bubu belut adalah ukuran mulut bubu belut.

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
    Perahu tanpa motor atau perahu motor tempel hanya digunakan sebagai alat transportasi nelayan (Martasuganda 2003).
3.2 Nelayan
     Untuk mengoperasikan bubu belut dibutuhkan 1-2 orang nelayan yang bertugas untuk memasang dan mengangkat bubu, serta mengambil hasil tangkapan dari dalam bubu belut.
3.3 Umpan
      Umpan yang dipakai selain berupa umpan hidup yaitu cacing, juga dapat berupa irisan daging ikan atau rucah (Martasuganda 2003).

4. Metode Pengoperasian Alat
    Pemasangan bubu di perairan bisa dipasang satu demi satu kemudian diuntai atau dipasang dua atau tiga bubu dalam satu ikatan kemudian dipasang dengan cara diuntai dengan jarak satu dengan yang lainnya antara 5-6 cm. Metode pengoperasiannya adalah dengan memasang bubu baik secara tunggal maupun dipasang secara beruntai di perairan yang diperkirakan banyak terdapat target tangkapan. Pemasangan bubu di perairan bisa dilakukan menjelang matahari terbenam dan diangkat keesokan harinya. Jumlah bubu yang akan dipasang sebaiknya disesuaikan dengan besar kecilnya perahu dan kemampuan orang yang akan mengoperasikannya (Martasuganda 2003).

5. Daerah Pengoperasian
    Daerah pengoperasian bubu belut yaitu perairan yang dasarnya berlumpur, bercampur pasir atau di muara sungai dan danau (Martasuganda 2003).

6. Hasil Tangkapan
    Hasil tangkapan bubu belut adalah belut (Monopterus albus) dan ikan-ikan yang ada di sungai yaitu ikan gabus (Channa striata), ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan nila (Oreochromis niloticus).

Daftar Pustaka
Martasuganda S. 2003. Bubu (Traps). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

PERANGKAP DAN PENGHADANG (TRAP AND GUIDING BARRIERS)
Bubu Gurita

1. Definisi dan Klasifikasi
    Bubu gurita adalah alat penangkap gurita yang terbuat dari karet ban (Martasuganda 2003). Bubu gurita diklasifikasikan ke dalam kelompok perangkap (traps) (Martasuganda 2003).

2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan
    Menurut Martasuganda (2003), bagian-bagian bubu gurita yaitu sebagai berikut.
a) Badan (body), seperti rongga (berbentuk silinder) yang terbuat dari karet ban, berfungsi sebagai tempat target tangkapan terkurung; dan
b) Mulut berbentuk lingkaran, merupakan lubang tempat masuknya gurita ke dalam bubu.
Bubu gurita terdiri dari tali dan kawat pengikat, pintu masuk serta penutup bubu. Bahan untuk membuat bubu gurita adalah ban bekas dengan diameter penutup 10 cm dan panjang 40 cm (Martasuganda 2003). Menurut kelompok kami, parameter utama dari bubu gurita adalah ukuran mulut bubu gurita.

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
      Perahu motor digunakan sebagai alat transportasi nelayan (Martasuganda 2003).
3.2 Nelayan
     Untuk mengoperasikan bubu gurita dibutuhkan 1-2 orang nelayan yang bertugas memasang bubu gurita dan mengambil hasil tangkapan dari bubu gurita (Martasuganda 2003).
3.3 Alat Bantu
      Alat bantu pada pengoperasian bubu gurita yaitu gardan yang bisa dibuat dari bambu, kayu atau besi yang berfungsi untuk membantu dalam proses setting dan hauling bubu gurita (Martasuganda 2003).

4. Metode Pengoperasian Alat
    Metode pengoperasian dari bubu gurita pada prinsipnya hampir sama dengan metode pengoperasian bubu lainnya hanya saja dalam pengoperasian bubu gurita tidak memakai umpan. Metode pengoperasiannya adalah dengan memasang bubu gurita di perairan yang diperkirakan banyak terdapat target tangkapan. Pemasangan dan pengangkatan bubu dilakukan setiap hari di pagi hari. Lama perendaman tergantung nelayan yang mengoperasikannya sesuai dengan pengalaman, tapi umumnya antara 2-3 hari. (Martasuganda 2003).

5. Daerah Pengoperasian
    Daerah pengoperasian bubu gurita yaitu dasar perairan yang berlumpur atau berpasir, berarus kecil dengan kedalaman antara 5-40 m (Martasuganda 2003).

6. Hasil Tangkapan
    Hasil tangkapan bubu gurita adalah gurita jenis Ocellated actopus, yaitu: Octopus oceltus, Octopus vulgaris dan Octopus dofleins (Martasuganda 2003).

Daftar Pustaka
Martasuganda S. 2003. Bubu (Traps). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

PERANGKAP DAN PENGHADANG (TRAP AND GUIDING BARRIERS)
Bubu Lipat

1. Definisi dan Klasifikasi
    Bubu lipat adalah alat tangkap yang dikhususkan untuk menangkap kepiting bakau (Scylla serrata), terbuat dari jaring dengan besi sebagai rangka dan mempunyai tiga buah pintu sebagai tempat masuk kepiting, dapat dilipat apabila tidak sedang dioperasikan (Tiku 2004). Bubu lipat diklasifikasikan ke dalam kelompok perangkap dan penghadang (Subani dan Barus 1989).

2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan
    Konstruksi bubu lipat sangat sederhana karena hampir semuanya terbuat dari bahan jaring, kecuali untuk rangka bagian atas dan bagian bawah terbuat dari besi yang fungsinya selain sebagai kerangka, juga sebagai pemberat pada saat bubu lipat dioperasikan. Bubu lipat berbentuk silinder, kerangka bagian atas berbentuk lingkaran dengan diameter 60 cm terbuat dari besi yang berdiameter 1 cm. Jarak antara rangka bagian atas dengan rangka bagian bawah adalah 25 cm dan secara keseluruhan dibungkus oleh jaring dari bahan polyethylene (PE) dengan besar mata jaring 3 cm (Tiku 2004).
      Di antara kerangka bagian atas dan bagian bawah terdapat tiga buah pintu sebagai tempat masuknya kepiting atau hewan air lainnya. Pintu masuk tersebut terdiri dari dua lembar jaring dengan panjang 30 cm dan lebar 22 cm yang terbuat dari bahan polyethylene (PE) dengan ukuran mata jaring 2 cm. Kedua lembar jaring disatukan dan bagian ujung antara kedua bagian sisi panjang dihubungkan dengan cara displincing sedangkan kedua bagian sisi lebarnya tidak dihubungkan karena pada saat dioperasikan berfungsi sebagai pintu masuk (Tiku 2004).
Parameter utama dari bubu lipat adalah ukuran mulut bubu lipat.

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
     Kapal yang digunakan adalah sampan dengan ukuran panjang x lebar x draft adalah 3 m x 1 m x 0,5 m yang digunakan untuk mengoperasikan bubu lipat di daerah penangkapan (Tiku 2004).
3.2 Nelayan
     Untuk mengoperasikan bubu lipat diperlukan 2-3 orang nelayan, satu orang bertugas untuk mengemudikan sampan, sementara yang lain bertugas untuk mengoperasikan bubu lipat.
3.3 Umpan
      Umpan yang dipakai selain berupa umpan hidup yaitu ikan remang (Muraenosox talabon), juga dapat berupa irisan daging ikan atau rucah yaitu ikan pepetek (Leiognathus sp.), ikan bulu ayam (Thryssa sp.), ikan tetengkek (Megalospis cordyla), ikan selar (Selar sp.) dan ikan nomei (Harpodon nehereus) (Tiku 2004).

4. Metode Pengoperasian Alat
    Adapun tahapan dalam pengoperasian bubu lipat ada empat tahap, yaitu sebagai berikut (Tiku 2004).
Setelah tiba di lokasi penangkapan, bubu lipat dikeluarkan dari palka kemudian diatur di atas dek kapal untuk diperiksa kembali kesiapannya. Setelah itu dilakukan pemasangan umpan. Posisi umpan harus didesain sedemikian rupa sehingga mampu menarik perhatian ikan baik dari bau maupun bentuknya. Umpan dipasang di bagian tengah bubu lipat. Bubu lipat yang telah dipasangi umpan lalu diberi pelampung tanda dan plastik dengan diameter 15 cm dan panjang tali pelampung 2-3 m. Langkah selanjutnya yaitu pemasangan bubu (setting). Bubu yang telah siap diturunkan ke perairan. Setelah itu, dilakukan perendaman bubu (soaking). Lama perendaman bubu lipat adalah 5-7 jam. Proses pengangkatan (hauling) pada bubu dapat dilakukan setelah bubu lipat direndam (soaking).

5. Daerah Pengoperasian
    Daerah pengoperasian bubu lipat yaitu perairan bakau serta perairan karang. Distribusi bubu lipat yaitu di Perairan Sungai Radak, Kecamatan Kubu, Kabupaten Pontianak, Propinsi Kalimantan Barat (Tiku 2004).

6. Hasil Tangkapan
  Hasil tangkapan alat tangkap bubu ini, antara lain kepiting bakau (Scylla serrata), udang galah (Macrobracium spp.), ikan kerapu (Epinephelus spp.), ikan sidat (Anguilla mauritiana), mumi bulan (Tachyleus spp.) (Tiku 2004).

Daftar Pustaka
Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Tiku M. 2004. Pengaruh Jenis Umpan dan Waktu Pengoperasian Bubu Lipat terhadap Hasil Tangkapan Kepiting Bakau (Scylla serrata) di Kecamatan Kubu, Kabupaten Pontianak. Tesis [tidak dipublikasikan]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program pascasarjana.

PERANGKAP DAN PENGHADANG (TRAP AND GUIDING BARRIERS)
Bubu Lipat

1. Definisi dan Klasifikasi
    Bubu lipat adalah alat tangkap yang dikhususkan untuk menangkap kepiting bakau (Scylla serrata), terbuat dari jaring berbentuk persegi atau kotak dengan besi sebagai rangka dan memiliki dua buah pintu sebagai tempat masuk kepiting, dapat dilipat apabila tidak sedang dioperasikan (Tiku 2004). Bubu lipat diklasifikasikan ke dalam kelompok perangkap dan penghadang (Subani dan Barus 1989).

2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan
    Konstruksi bubu lipat sangat sederhana karena hampir semuanya terbuat dari bahan jaring, kecuali untuk rangka terbuat dari besi yang fungsinya selain sebagai kerangka, juga sebagai pemberat pada saat bubu lipat kotak dioperasikan. Bubu lipat kotak berukuran relatif kecil dan ringan. Dengan konstruksi demikian, bubu lipat kotak dapat ditumpuk di atas kapal dalam jumlah besar (Tiku 2004). Untuk memudahkan mengetahui tempat-tempat di mana bubu lipat kotak dipasang, maka dilengkapi dengan pelampung melalui tali panjang yang dihubungkan dengan bubu tersebut (Subani dan Barus 1989).
      Rangka bubu terbuat dari besi behel 0,8 cm, badan jaring memakai jaring sintetis multifilamen dengan ukuran mata jaring 0,5 inci. Bubu lipat kotak berukuran panjang 100 cm, lebar 40 cm dan tinggi 30 cm. Untuk pintu masuk panjang 25-30 cm, lebar 20 cm dan tinggi 10-12 cm. Tali pelampung, tali utama, tali cabang dan tali pemberat semuanya memakai tambang berdiameter 8-10 mm. Panjang tali utama disesuaikan dengan banyak sedikitnya jumlah bubu yang dipergunakan, sedangkan untuk tali pelampung disesuaikan dengan kedalaman (Tiku 2004). Menurut kelompok kami, parameter utama dari bubu lipat adalah ukuran mulut bubu lipat.

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
      Kapal yang digunakan adalah sampan dengan ukuran panjang x lebar x draft adalah 3 m x 1 m x 0,5 m yang digunakan untuk mengoperasikan bubu lipat di daerah penangkapan (Tiku 2004).
3.2 Nelayan
Untuk mengoperasikan bubu lipat diperlukan 2-3 orang nelayan, satu orang bertugas untuk mengemudikan sampan, sementara yang lain bertugas untuk mengoperasikan bubu lipat.
3.3 Umpan
     Umpan yang dipakai selain berupa umpan hidup yaitu ikan remang (Muraenosox talabon), juga dapat berupa irisan daging ikan atau rucah yaitu ikan pepetek (Leiognathus sp.), ikan bulu ayam (Thryssa sp.), ikan tetengkek (Megalospis cordyla), ikan selar (Selar sp.) dan ikan nomei (Harpodon nehereus) (Tiku 2004).

4. Metode Pengoperasian Alat
    Adapun tahapan dalam pengoperasian bubu lipat ada empat tahap, yaitu sebagai berikut (Sainsbury 1996 diacu dalam Susilo 2006).
a) Pemasangan umpan. Posisi umpan harus didesain sedemikian rupa sehingga mampu menarik perhatian ikan baik dari bau maupun bentuknya. Umpan dipasang di bagian tengah bubu lipat;
b) Pemasangan bubu (setting). Bubu yang telah siap diturunkan ke perairan. Sebagai penanda posisi pemasangan bubu udang dilengkapi dengan pelampung. Hal ini akan memudahkan nelayan menemukan kembali bubunya;
c) Perendaman bubu (soaking). Lama perendaman bubu lipat adalah 2-3 hari, kadang bahkan sampai beberapa hari; dan
d) Pengangkatan bubu (hauling). Proses hauling pada bubu dapat dilakukan dengan setelah perendaman selesai. 

5. Daerah Pengoperasian
    Daerah pengoperasian bubu lipat yaitu perairan bakau serta perairan karang. Distribusi bubu lipat yaitu di Perairan Sungai Radak, Kecamatan Kubu, Kabupaten Pontianak, Propinsi Kalimantan Barat (Tiku 2004).

6. Hasil Tangkapan
  Hasil tangkapan alat tangkap bubu ini, antara lain kepiting bakau (Scylla serrata), udang galah (Macrobracium spp.), ikan kerapu (Epinephelus spp.), ikan sidat (Anguilla mauritiana), mumi bulan (Tachyleus spp.) (Tiku 2004).

Daftar Pustaka
Sainsbury J C. 1996. Commercial Fishing Methods. An Introduction to Vessel and Gears. 3ed Edition. London: Fishing News Book.
Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Susilo E. 2006. Percobaan Pengoperasian Bubu pada Zona Fotik dan Afotik di Teluk Pelabuhanratu. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Tiku M. 2004. Pengaruh Jenis Umpan dan Waktu Pengoperasian Bubu Lipat terhadap Hasil Tangkapan Kepiting Bakau (Scylla serrata) di Kecamatan Kubu, Kabupaten Pontianak. Tesis [tidak dipublikasikan]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program pascasarjana.

PERANGKAP DAN PENGHADANG (TRAP AND GUIDING BARRIERS)
Pakaja

1. Definisi dan Klasifikasi
   Pakaja adalah alat penangkap ikan yang berbentuk silinder, dioperasikan dengan cara dihanyutkan dan dikhususkan untuk menangkap ikan terbang. Pakaja diklasifikasikan ke dalam kelompok perangkap dan penghadang (Subani dan Barus 1989).

2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan
    Menurut Subani dan Barus (1989), bagian-bagian pakaja yaitu sebagai berikut.
a) Badan (body), seperti rongga (berbentuk silinder) yang terbuat dari anyaman kayu atau bambu, berfungsi sebagai tempat target tangkapan terkurung; dan
b) Mulut berbentuk lingkaran, merupakan lubang tempat masuknya ikan ke dalam pakaja.
Pakaja termasuk bubu ukuran kecil, berbentuk silindris (panjang 0,75 m; diameter 0,4-0,5 m). Walaupun ukurannya kecil, namun pada penangkapan diatur dalam kelompok-kelompok yang kemudian dirangkaikan dengan kelompok-kelompok berikutnya, tetapi umumnya antara 20-30 buah, tergantung besar-kecilnya perahu/kapal yang digunakan. Pada sekeliling mulut pakaja diikatkan rumput laut atau “gusung/gosek” (Subani dan Barus 1989).
Parameter utama dari pakaja adalah ukuran mulut pakaja.

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
      Perahu atau kapal kecil digunakan sebagai alat transportasi nelayan (Subani dan Barus 1989).
3.2 Nelayan
     Untuk mengoperasikan pakaja diperlukan 2-3 orang nelayan, satu orang bertugas untuk mengemudikan perahu/kapal, sementara yang lain bertugas untuk mengoperasikan pakaja.

4. Metode Pengoperasian Alat
   Adapun tahapan dalam pengoperasian pakaja ada tiga tahap, yaitu sebagai berikut (Subani dan Barus 1989).
Pada sekeliling mulut pakaja diikatkan rumput laut atau “gusung/gosek”. Pakaja disususun dalam 3 kelompok yang satu dengan yang lainnya berhubungan melalui tali penonda (drift line) dan penyusunan kelompok (contoh: misalnya ada ±20 buah bubu): 10 buah diikatkan pada ujung tali penonda terakhir, kelompok berikutnya terdiri dari 8 buah dan selanjutnya 4 buah lalu disambung dengan tali penonda yang langsung dihubungkan (diikat) dengan perahu penangkap dan diulur sampai antara 60-150 m. Kemudian pakaja dibiarkan selama beberapa jam dan untuk proses haulingnya dilakukan dengan menarik tali pada pakaja lalu mengangkat pakaja ke atas perahu.

5. Daerah Pengoperasian
    Daerah pengoperasian pakaja adalah di perairan yang tidak terlalu dalam. Daerah distribusi pakaja yaitu Makassar (Subani dan Barus 1989).

6. Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan alat tangkap pakaja adalah ikan terbang (flying fish) (Subani dan Barus 1989).

Daftar Pustaka
Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

alat tangkap lain-lain

ALAT TANGKAP LAIN-LAIN (OTHER OF FISHING GEARS)
Tempuling (Hand Harpoon For Whaling)

1. Definisi dan Klasifikasi
   Tempuling adalah alat penangkap ikan yang terdiri dari tombak (tempuling) dan tali panjang (tali leo), didesain khusus untuk menangkap paus laut. Tempuling diklasifikasikan ke dalam alat tangkap lain-lain (Subani dan Barus 1989).

2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan
    Tempuling terdiri dari tombak (tempuling) dengan panjang 48 cm dan mata tombak berukuran 24 cm yang terbuat dari besi, tali panjang (tali leo) yang diikatkan pada mata tombak tersebut dan bambu sepanjang 4 meter yang berfungsi sebagai alat bantu tikam yang terbuat dari kayu atau bambu (Hardianto 2008). Tempuling bertujuan untuk menjepit atau melukai target tangkapan (von Brandt 1984). Menurut kelompok kami, parameter utama dari tempuling adalah bentuk dan ukuran mata tempuling.

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
      Perahu yang digunakan adalah perahu layar yang disebut dengan peledang. Perahu tersebut didesain tanpa penutup agar para awak kapal dapat memantau paus laut yang muncul kepermukaan (Hardianto 2008).

3.2 Nelayan
Jumlah nelayan pada pengoperasian tempuling adalah 7 orang anak buah kapal yang bertugas untuk mengemudikan perahu dan satu orang juru tikam (belafaing/lamafa) yang bertugas untuk melemparkan tempuling paus laut (Hardianto 2008).
3.3 Alat Bantu
     Alat bantu pada pengoperasian tempuling adalah gancu yang berfungsi sebagai alat bantu penarik paus laut (Subani dan Barus 1989).
3.4 Umpan
      Pengoperasian tempuling tidak menggunakan umpan karena tempuling ditombakkan langsung pada paus laut oleh juru tikam (Subani dan Barus 1989).

4. Metode Pengoperasian Alat
    Adapun tahapan dalam pengoperasian tempuling ada empat tahap, yaitu sebagai berikut (Subani dan Barus 1989).
a) Tahap persiapan. Pada tahap ini, belafaing/lamafa/juru tikam mengamati tanda-tanda munculnya paus laut sementara peledang dikayuh mendekati paus laut secepatnya;
b) Setting. Ketika peledang sudah dekat dengan paus laut, juru tikam mengangkat tempuling dan menombakkan tempuling ke tubuh paus laut, biasanya tikaman sampai empat kali atau bahkan lebih;
c) Paus laut yang tertikam berusaha melarikan diri, sementara pembantaian terus dijalankan agar paus laut cepat mati;
d) Hauling. Setelah paus laut mati, tempuling ditarik kembali kemudian paus tersebut ditarik mendekati peledang dan diseret ke pantai.

5. Daerah Pengoperasian
   Daerah pengoperasian tempuling biasanya di permukaan perairan. Distribusi tempuling yaitu di desa Lamalera, Pulau Lembata (Subani dan Barus 1989).

6. Hasil Tangkapan
   Hasil tangkapan tempuling adalah koteklemah (sperm whale, Physeter catodon), seguni (killer whale, Orcinus orca), temubela (short finned pilot whale, Globichepala macrorhyncha) dan pari hantu (big devil ray) (Subani dan Barus 1989).

Daftar Pustaka
Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Von Brandt A. 1984. Fish Catching Methods of the World. London: Fishing News Book.
Hardianto N. 2008. Perburuan Paus di Lamalera. http://hardianto-taekwondo.blogspot.com/2008/12/perburuan-paus-di-lamalera.html. [8 Desember 2009]

ALAT TANGKAP LAIN-LAIN (OTHER OF FISHING GEARS)
Cover Pot

1. Definisi dan Klasifikasi
   Cover pot adalah alat penangkap ikan yang terbuat dari anyaman bambu yang ujungnya meruncing, didesain berbentuk seperti sarang lebah yang terdapat bukaan pada bagian atasnya (von Brandt 1984). Cover pot termasuk falling gear (penangkapan dengan alat yang ditebarkan atau dijatuhkan dari atas) (von Brandt 1984). Cover pot diklasifikasikan ke dalam alat tangkap lain-lain (Subani dan Barus 1989).

2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan
    Cover pot terbuat dari anyaman bambu yang ujungnya meruncing, didesain berbentuk seperti sarang lebah yang terdapat bukaan pada bagian atasnya (von Brandt 1984).
Menurut kelompok kami, parameter utama dari cover pot adalah bukaan mulut cover pot.

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
      Kapal tidak digunakan dalam pengoperasian cover pot karena metode pengoperasian cover pot sangat sederhana, yaitu menelungkupkan dan menancapkan cover pot ke daerah pengoperasian tempat sasaran tengkap berada (von Brandt 1984).
3.2 Nelayan
     Jumlah nelayan pada pengoperasian cover pot adalah satu orang yang bertugas menelungkupkan dan menancapkan cover pot ke daerah pengoperasian (von Brandt 1984).
3.3 Alat Bantu
      Tidak ada alat bantu karena metode pengoperasian cover pot hanya menelungkupkan dan menancapkan cover pot ke daerah pengoperasian (von Brandt 1984).

4. Metode Pengoperasian Alat
   Metode pengoperasian cover pot sangat sederhana, yaitu dengan cara menelungkupkan cover pot pada sasaran sehingga sasaran tersebut terkurung rapat. Kemudian nelayan mengambil hasil tangkapan melalui mulut cover pot. Metode pengoperasian ini akan lebih efektif jika cover pot dioperasikan di air keruh dan berlumpur serta dilakukan oleh nelayan secara bersama-sama (von Brandt 1984).

5. Daerah Pengoperasian
    Daerah pengoperasian cover pot biasanya di perairan air tawar yang dangkal dan banyak terdapat tanaman air. Distribusi cover pot yaitu di Kerala (India Selatan), Thailand, Asia Selatan, Afrika, Eropa Timur, Jerman, Melanesian (bagian Oceania), Rumania (von Brandt 1984).

6. Hasil Tangkapan
    Hasil tangkapan cover pot adalah ikan gurame (Osphronemus gouramy), ikan gabus (Channa striata), ikan sepat (Trichogaster sp.), ikan mujair (Oreochromis mossambicus) dan ikan mas (Cyprinus carpio) (Materi Kuliah Metode Penangkapan Ikan 2009).

Daftar Pustaka
Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Von Brandt A. 1984. Fish Catching Methods of the World. London: Fishing News Book.

ALAT TANGKAP LAIN-LAIN (OTHER OF FISHING GEARS)
Panah (Arrow)

1. Definisi dan Klasifikasi
    Panah adalah alat penangkap ikan yang terdiri tangkai panah dan mata panah yang ujungnya meruncing, dengan jumlah mata panah tiga jenis (mata satu, mata dua dan mata tiga), dioperasikan di perairan pantai dengan cara menombakkan panah ke target tangkapan. Panah diklasifikasikan ke dalam alat tangkap lain-lain (Subani dan Barus 1989).

2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan
    Panah terdiri dari tangkai panah yang terbuat dari kayu atau bambu dan mata panah yang terbuat dari besi. Bentuk mata panah ada yang hanya satu, dua dan tiga (Subani dan Barus 1989). Panah bertujuan untuk menjepit atau melukai target tangkapan (von Brandt 1984).
Menurut kelompok kami, parameter utama dari tempuling adalah bentuk mata panah.

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
     Kapal yang digunakan adalah perahu kecil sebagai alat transportasi nelayan ke daerah pengoperasian panah (Subani dan Barus 1989).
3.2 Nelayan
     Jumlah nelayan pada pengoperasian panah adalah dua orang, satu orang bertugas untuk mengemudikan perahu dan satu orang bertugas untuk mengoperasikan panah (Subani dan Barus 1989).

4. Metode Pengoperasian Alat
   Metode pengoperasian panah sangat sederhana. Setelah nelayan berada di fishing ground, nelayan menombakkan atau menancapkan panah ke target tangkapan (Subani dan Barus 1989).

5. Daerah Pengoperasian
   Daerah pengoperasian panah biasanya di perairan pantai. Distribusi panah yaitu di Merauke, Cegat, Kaimana, Fak-fak, Monokwari, Sorong, Kepulauan Kai-Aru, Kepulauan Tanimbar (Irian Jaya) (Subani dan Barus 1989).

6. Hasil Tangkapan
    Hasil tangkapan panah adalah jenis-jenis sumberdaya perikanan pantai, yaitu: biang-biang (Setipinna spp), bulu ayam (Engraulis spp), kasihmadu (Kurtus indicus), nomei (Harpodon spp), gulamah (Sciena spp), puput, matalebo (Pellona spp), bawal putih (Pampus argenteus), tenggiri (Scomberomorus spp), mayung (Arius spp), jenis-jenis udang, golok-golok (Chirosenrus spp), beloso (Saurida spp), pari (Rays) (Subani dan Barus 1989).

Daftar Pustaka
Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Von Brandt A. 1984. Fish Catching Methods of the World. London: Fishing News Book.

alat pengumpul ladung kima

ALAT PENGUMPUL
Ladung Kima (Hanging Spears)

1. Definisi dan Klasifikasi
    Ladung kima adalah alat tangkap yang didesain khusus untuk menangkap kima, terdiri dari pemberat yang bagian bawahnya diberi mata ladung atau kadang tanpa dilengkapi mata ladung. Pada prinsipnya, ladung kima terdiri dari jari-jari yang ujungnya melengkung dan lancip yang fungsinya untuk mencengkeram. Ladung kima diklasifikasikan ke dalam alat pengumpul (Subani dan Barus 1989).

2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan
   Ladung kima bertujuan untuk menjepit atau melukai target tangkapan, terdiri dari 3 bagian utama, yaitu pemberat, penjepit (gigi) dan tali penarik. Pada umumnya, ladung kima memiliki pemberat yang terbuat dari kayu, cor-coran semen atau besi berbentuk empat persegi yang pada keempat sudutnya terdapat jari-jari/kaki/sepit (dari besi) yang ujungnya melengkung dan lancip, berfungsi untuk membuat ladung kima tenggelam. Selain itu, pemberat juga berfungsi untuk membuka dan memperkecil cakupan pencengkeraman. Penjepit terbuat dari besi, dengan panjang jari-jari/kaki/sepit ± 30 cm, berfungsi untuk menjepit target tangkapan. Tali penarik berfungsi untuk menarik ladung yang telah dijatuhkan ke dalam perairan dan untuk menggerakkan penjepit jika tali penarik dikencangkan. Parameter utama dari ladung kima adalah mata ladung (Copland 1988).

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
      Perahu layar digunakan sebagai alat transportasi nelayan ke fishing ground (daerah penangkapan) (Subani dan Barus 1989).
3.2 Nelayan
     Jumlah nelayan yaitu 2 orang nelayan, satu orang bertugas untuk mencari ladung kima dengan bantuan teropong air dan satu orang bertugas untuk mengoperasikan ladung kima (Subani dan Barus 1989).
3.3 Alat Bantu
     Alat bantu yaitu teropong air yang berfungi untuk membantu nelayan melihat dan mencari ladung kima di dalam air (Subani dan Barus 1989).
3.4 Umpan
      Pengoperasian ladung kima tidak menggunakan umpan karena ladung kima dijatuhkan langsung pada kima (Subani dan Barus 1989).

4. Metode Pengoperasian Alat
    Pengoperasian ladung kima dilakukan dengan cara menjatuhkan ladung kima pada kima (giant clams) yang sedang menganga (cangkangnya terbuka). Ketika kima tersentuk penjepit (benda keras), secara otomatis kima akan mengatupkan cangkangnya yang dalam hal ini berarti kima tertangkap karena cengkeraman yang kuat dari katupan cangkangnya. Setelah kima tertangkap, tali penarik ditarik untuk mengangkat ladung kima dari perairan (Subani dan Barus 1989).

5. Daerah Pengoperasian
    Daerah pengoperasian ladung kima umumnya di perairan dangkal berpasir yang jernih, dengan kedalaman 18-20 m, berjarak sekitar 1 km dari pantai (Copland 1988). Distribusi ladung kima yaitu di Nusa Tenggara Barat (Teluk Waworada, Teluk Sapek, Teluk Saleh, Teluk Bima dan Kepulauan Komodo) (Subani dan Barus 1989).

6. Hasil Tangkapan
    Hasil tangkapan ladung kima adalah kima (giant clams), batu laga (green snails), kepala kambing (cassis) dan lola (trochus) (Subani dan Barus 1989).
Daftar Pustaka
Copland JW dan Lucas JS (eds). 1988. Giant Clams in Asia and the Pacifik. Australian Centre of International Agricultural Research. Canberra. 274.
Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

ALAT PENGUMPUL
Ladung Teripang (Sea Cucumber Hanging Harpoon)

1. Definisi dan Klasifikasi
    Ladung teripang adalah alat tangkap yang didesain khusus untuk menangkap teripang, terdiri dari pemberat yang bagian bawahnya diberi mata ladung (mata tombak) berkait balik yang dipasang menetap. Ladung teripang diklasifikasikan ke dalam alat pengumpul (Subani dan Barus 1989).

2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan
    Ladung teripang bertujuan untuk menjepit atau melukai target tangkapan, terdiri dari 4 bagian utama, yaitu pemberat, tangkai pemberat, mata ladung dan tali gantung. Pada umumnya, ladung teripang memiliki pemberat yang terbuat dari kayu atau besi berbentuk segitiga yang pada bagian tengahnya terdapat tangkai pemberat terbuat dari besi dengan panjang 30-50 cm, berfungsi untuk membuat ladung teripang tenggelam. Selain itu, pemberat juga berfungsi untuk membuka dan memperkecil cakupan pencengkeraman. Mata ladung (mata tombak) berkait balik terbuat dari besi, berfungsi untuk menjepit target tangkapan. Tali gantung berfungsi untuk menarik ladung yang telah dijatuhkan ke dalam perairan. Panjang tali tergantung dari kedalaman air dan sasaran yang akan ditangkap. Parameter utama dari ladung teripang adalah mata ladung (Subani dan Barus 1989).

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
      Perahu layar digunakan sebagai alat transportasi nelayan ke fishing ground (daerah penangkapan) (Subani dan Barus 1989).
3.2 Nelayan
     Jumlah nelayan pada pengoperasian ladung teripang adalah 2 orang nelayan, satu orang bertugas untuk mengemudikan perahu dan satu orang bertugas untuk mengoperasikan ladung teripang (Subani dan Barus 1989).
3.3 Umpan
     Pengoperasian ladung teripang tidak menggunakan umpan karena ladung teripang dijatuhkan langsung pada target tangkapan (Subani dan Barus 1989).

4. Metode Pengoperasian Alat
    Pengoperasian ladung teripang dilakukan dengan cara menjatuhkan ladung teripang pada teripang. Setelah teripang tertangkap (terjepit), tali gantung ditarik untuk mengangkat ladung teripang dari perairan (Subani dan Barus 1989).

5. Daerah Pengoperasian
    Daerah pengoperasian ladung teripang umumnya di perairan dangkal berpasir. Distribusi ladung teripang yaitu di Kepulauan Masalima, Kepulauan Spermonde dan Kepulauan Sapeken (Subani dan Barus 1989).

6. Hasil Tangkapan
    Hasil tangkapan ladung teripang adalah teripang (sea cucumber) (Subani dan Barus 1989).

Daftar Pustaka
Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.


ALAT PENGUMPUL
Alat Pengumpul Kerang

1. Definisi dan Klasifikasi
    Alat pengumpul kerang adalah alat tangkap yang didesain khusus untuk mengumpulkan kerang, terdiri dari kantong yang di bagian mulutnya diberi bingkai besi berbentuk segitiga sama sisi. Alat pengumpul kerang diklasifikasikan ke dalam alat pengumpul (Subani dan Barus 1989).

2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan
    Konstruksi dan ukuran bagian-bagian penggaruk kerang menurut Siagian (2002) yaitu sebagai berikut.
a) Mulut raga, di bagian ini diberi bingkai dari besi berbentuk segitiga sama sisi dengan ukuran ketiga sisinya 80 cm x 80 cm x 80 cm;
b) Kantong, dibentuk dari anyaman kawat, bagian ujungnya berbentuk agak membulat, berfungsi sebagai tempat kerang ditangkap;
c) Gigi raga, terbuat dari bahan besi (gigi garuk) di bagian bawah bingkai;
d) Lempengan besi yang mengelilingi mulut garuk, merupakan penghubung antara mulut bingkai dengan anyaman kawat dengan ukuran 2,5 cm;
e) Tangkai yang terbuat dari bambu dengan panjang 4-5 m yang digunakan oleh nelayan saat mengangkat kerang yang tertangkap.
Menurut kelompok kami, prameter utama dari alat pengumpul kerang adalah konstruksi dan ukuran bingkai.

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
     Perahu yang digunakan adalah perahu tanpa motor terbuat dari kayu dengan panjang 5-8 m yang digunakan sebagai alat transportasi nelayan dan sebagai penarik alat pengumpul kerang (Siagian 2002).
3.2 Nelayan
     Jumlah nelayan yaitu 2-3 orang nelayan, satu orang bertugas sebagai juru kemudi, satu orang bertugas untuk menurunkan garuk pada saat setting dan satu orang bertugas untuk menyortir kerang hasil tangkapan dan memasukkan kerang hasil tangkapan ke dalam keranjang (Siagian 2002).
3.3 Alat Bantu
     Alat bantu pada pengoperasian alat pengumpul kerang adalah gulungan (roller) untuk membantu penarikan alat pengumpul kerang (Subani dan Barus 1989).

4. Metode Pengoperasian Alat
    Pengoperasian alat pengumpul kerang dilakukan dengan perahu sebagai alat penarik, umumnya dilakukan pada siang hari. Cara pengoperasiannya yaitu menurunkan 2-6 alat pengumpul kerang sekaligus dari sisi kiri/kanan perahu kemudian ditarik menelusuri dasar perairan menggunakan tali panjang (300-500 m) yang salah satu ujungnya diikat pada patok (tiang pancang atau jangkar). Untuk membantu penarikan, digunakan alat bantu berupa penggulung (roller). Setiap kali pada jarak tertentu, alat pengumpul kerang diangkat ke atas perahu untuk pengambilan hasil tangkapan. Hal ini terus dilakukan sampai tali habis tergulung, artinya telah dilakukan beberapa kali pengangkatan alat pengumpul kerang (Subani dan Barus 1989).

5. Daerah Pengoperasian
    Daerah pengoperasian alat pengumpul kerang adalah di dasar perairan. Distribusi alat pengumpul kerang yaitu di Jakarta (Kamal), Tanjung Balai Asahan dan beberapa tempat di pantai utara Jawa (Subani dan Barus 1989).

6. Hasil Tangkapan
    Hasil tangkapan alat pengumpul kerang adalah kerang darah (Anadara granosa) dan kerang bulu (Anadara inflata) (Subani dan Barus 1989).

Daftar Pustaka
Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Siagian SF. 2002. Analisis Hasil Tangkapan Kerang Menggunakan Penggaruk Kerang Dregde Gear dan Kemungkinan Bentuk Pengembangan Produksi Hasil Tangkapan di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Skripsi [tidak dipublikasikan]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 104 hal.


ALAT PENGUMPUL
Alat Pengumpul Rumput Laut

1. Definisi dan Klasifikasi
   Alat pengumpul rumput laut adalah alat tangkap yang didesain khusus untuk mengumpulkan rumput laut, terdiri dari tongkat dengan dua buah pengait pada ujungnya (Taufiq 2009). Alat pengumpul rumput laut diklasifikasikan ke dalam alat pengumpul (Taufiq 2009).

2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan
    Alat pengumpul rumput laut terdiri dari tongkat sebagai tangkai yang terbuat dari kayu atau bambu. Pada ujung tongkat terdapat dua buah pengait yang terbuat dari besi, berfungsi untuk mengumpulkan rumput laut (Taufiq 2009). Menurut kelompok kami, parameter utama dari alat pengumpul rumput laut adalah dua buah pengait yang berada di ujung alat pengumpul rumput laut.

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
      Perahu layar digunakan sebagai alat transportasi nelayan ke fishing ground (daerah penangkapan) (Taufiq 2009).
3.2 Nelayan
      Jumlah nelayan yaitu 2 orang nelayan, satu orang bertugas sebagai juru kemudi dan satu orang bertugas untuk mengoperasikan alat pengumpul rumput laut (Taufiq 2009).
3.3 Alat Bantu
     Alat bantu yaitu wadah yang terbuat dari anyaman bambu untuk menyimpan rumput laut yang telah terkumpul (Taufiq 2009).

4. Metode Pengoperasian Alat
   Pengoperasian alat pengumpul rumput laut dilakukan dengan cara diturunkan ke dalam perairan yang banyak rumput lautnya. Kemudian tongkat atau tangkai diputar sehingga rumput laut terbelit pada pengait. Setelah itu, tongkat atau tangkai diangkat ke atas perahu dan rumput laut yang telah terkumpul diambil dari pengait dan dimasukkan ke dalam wadah yang terbuat dari bambu (Taufiq 2009).

5. Daerah Pengoperasian
    Daerah pengoperasian alat pengumpul rumput laut adalah di perairan dangkal dengan kedalaman 3-5 m.

6. Hasil Tangkapan
    Hasil tangkapan alat pengumpul rumput laut adalah rumput laut yang biasa dikenal dengan nama Echeuma Cotonii, Gracilaria sp (Taufiq 2009).

Daftar Pustaka
Taufiq. 2009. Alat penangkap lain-lain. http://fiqrin.files.wordpress.com. [16 Desember 2009].

muroami

Alat Tangkap Dengan Penggiring
MUROAMI

1. Definisi dan Klasifikasi
    Muroami berasal dari bahasa jepang “muro” dan “ami”. Ami artinya jaring sedangkan muro ádalah sebangsa ikan carangidae. Didaearah Makasar para nelayan menyebutnya sebagai “pukat rapo-rapo” yaitu jaring yang digunakan untuk menangkap ikan ekor kuning (Suban dan Barus 1989). Berdasarkan klasifikasi alat tangkap menurut Von Brandt (1984) muroami termasuk dalam drive-in-ne.

2. Konstruksi Alat Penangkapan Ikan
    Kontruksi muroami terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut :
a. Bagian jaring, yang terdiri dari kaki panjang, kaki pendek, dan kantong (dengan ukuran kantong cukup besar dan dapat memuat 3 ton ikan).
b. Pelampung, terdiri dari pelampung-pelampung kecil yang berada pada tali ris atas dari kaki, yang merupakan pelampung tetap. Juga terdapat pelampung dari bola gelas dan bambu yang biasanya hanya digunakan pada saat oprasi penangkapan.
c. Pemberat, terdapat pada bagian bawah kaki (ris bawah) dan bagain bawah mulut kantong (bibir bawah) yang terbuat dari batu. Pada waktu jaring digunakan, pada bagian depan kaki masih dilengkapi jangkar. (subani 1989 dan gunarso 1985).
Parameter utama dalam alat ini adalah terdapat kantang tempat ikan tertangkap. Semakin besar kantong maka akan semakin banyak ikan yang dihasilkan dalam penangkapan.

3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan
3.1 Kapal
      Dalam pengoprasian muroami diperlukan 3-5 buah perahu, dimana sebuah perahu diantaranya berfungsi untuk membawa kantong, dan dua perahu lainnya untuk membawa sayap/kaki jaring masing-masing satu buah. Adapun dua buah perahu lainnya untuk membawa atau mengantar tenaga-tenaga penggiring (penghalau) ikan ke temapt dimana ikan berada. .(Ribka ruji raspati 2008).
3.2 Nelayan
      Jumlah nelayan yang mengoprasikan muroami antara 20-24 orang. Seorang diantaranya berperan sebagai fishing master yang disebut tonas dan bertugas untuk memimpin jalannya penangkapan dan seorang sebagai penjaga atau pemegang kedua ujung kantong bila nanti jaring telah dipasang. Satu atau dua orang sebagai penjaga kantong bagian belakang. Empat sampai enam orang sebagai tukang penyelam, dan yang lain adalah sebagai pengusir ikan yang akan ditangkap (Subani dan barus 1989).
3.3 Alat bantu
     Alat bantu yang digunakan dalam pengoprasian alat tangkap ini diantaranya adalah selang sepanjang 100 meter, mesin kompresor sebagai penyuplai udara melalui selang penyelam, serok untuk memindahkan hasil tangkapan dari kantong setelah hauling kedalam palkah. keranjang plastik untuk menyimpan hasil tangkapan, serta peralatan penyelamatan yang dipakai oleh penyelam seperti sepatu, masker, dan regulator atau morfis. (Ribka ruji raspati 2008).
Selain itu alat bantu yang digunakan adalah Penggiring, terbuat dari tali yang panjangnya kurang lebih 25 m yang pada salah satu ujungnya diikatkan pelampung bambu, sedangkan ujung lainnya diikatkan gelang-gelang besi atau disebut ”kecrek”. Pada sepanjang tali ini juga dilengkapi dengan daun nyiur atau kain putih. Jumlah alat penggiring ini disesuaikan dengan jumlah nelayan yang nantinya bertugas sebagai penggiring kerah jaring atau memaksa ikan meninggalkan tempat persembunyiannya. ubani 1989 dan gunarso (1985).
3.4. Umpan
      Jenis alat tangkap ini tidak menggunakan umpan karena pengoprasiannya dengan cara menggirng ikan hingga masuk ke dalam jaring kantong.

4. Metode Pengoperasian Alat
    Menurut Subani dan Barus 1989 proses pengoprasian muroami adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui dan dapat memperkirakan adanya kawanan ikan yang dilakukan oleh beberapa nelayan dengan cara menyelam dengan menggunakan kacamata air.
b. Menngetahui keadaan arus air antara lain kemungkinan adanya arus atas dan bawah serta mengenai kekuatan arus. Kekuatan arus skala sedang adalah yang paling baik untuk pemasangan atau penanaman jaring.
c. Pemasangan jaring delakukan demikian rupa sehingga membentuk huruf Vdan letak ujung depan kaki yang pendek harus berada di tempat dangkal dimana karang berada, sedangkan ujung kaki panjang diletakkan ditempat dalam.
d. Penggiringan segera dilakukan setelah pemasangan kantong yaitu dengan mengambil tempat anatara ¼-1/3 dari bagian ujung kaki yang belakang.
Muroami umumnya dioprasikan satu hari atau one day fishing. Satu unit penangkapan muroami rata-rata melakukan 2-3 kali setting dalam satu hari penangkapan. Muroami biasanya berangkat sekitar pukul 6-7 pagi, satu jam setelah pemberangkatan penyelam mengamati daerah penangkapan dimana muroami akan dioprasikan. Setelah mendaptkan lokasi, kapal yang memuat jaring dan palkah mulai menempatkan jangkar, kemudian para penyelam memasang jaring pelari dan jaring kantong pada kedalaman sekitar 5 hingga 35 m. Proses ini memakan waktu sekitar 40 menit. Faktor yang cukup penting dalam pengoprasian muroami adalah arus yang membantu jaring kantong dapat terbuka secara sempurna. Penyelam naik kekapal yang memuat kompresor hookah setelah pemasangan jaring selesai dan bersiap melakukan penyelaman tahap kedua. Tahap ini termasuk di dalamnya adalah proses penggiringan. Lama waktu penggiringan sangat bervariasi antara 10-40 menit, pada selang kedalamanya 5-35 m. Interval waktu antara penyelaman cukup pendek, sekitar 10 menit. Penyelam mengangkat jaring kantong ke permukaan secepat mungkin, setelah ikan digiring kedalam jaring kantong. Kemudian penyelam kembali masuk kedalam perairan untuk jaring pelari. Proses pelepasan jaring pelari ini biasanya memakan waktu sekitar 20 menit. (Ribka ruji raspati 2008).

5. Daerah Pengoprasian
    Simbolon (2005) diacu dalam Sondita dan Solihin (2006) menyatakan bahwa daerah penangkapan ikan adalah wilayah perairan tempat berkumpulnya ikan, dimana oprasi penangkapan dapat dilakukan dengan alat tangkap tertentu secara produktif dan menguntungkan. Daerah penangkapan ikan dengan menggunakan alat penangkap muroami adalah di perairan karang pada kedalamnan anatara 10-25 m yang letak dasar lautnya tidak terlalau miring. Berdasarkan penelitian Marnane et al (2004), jaring muroami dipasang di sekitar terumbu karang dengan kedalaman sekitar 10 hingga 20 m dan penyelam memulai penggiringan pada kisaran 5 hingga 35 m. Menurut Subani Dan Barus (1989) muroami dioprasikan di daerah jakarta (Kep. Seribu), Sulawesi Selatan (Kep. Spermende), Kep. Sapeken, dan lombok.

6. Hasil Tangkapan
   Hasil tangkapan utama dari alat tangkap ini adalah ikan ekor kuning (Caesio cuning). Selain ikan tersebut alat ini juga menangkap jenis ikan karang lainnya yang merupakan hasil tangkapan sampingan seperti ikan penjalu (Caesio coerulaureus), pisang-pisang (C.Chrysononus), sunglir (Elagatis bipinnulatus), selar kuning (Caranx leptolepis), dan kuwe macan (Caranx spp.) (Subani dan Barus 1989).


Daftar Pustaka

Subani,W dan H.R. Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia Jurnal Penelitian Perikanan Laut Nomor : 50 Tahun 1988/1989. Edisi Khusus. Jakarta : Balai Penelitian Perikanan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.

Raspati, ribka puji, M.P.B.R.2008 Pengkajian Hasil Tangkapan Muroami di Kepulauan Seribu [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

[Anonim].2007. Kelengkapan Alat Muroami.(terhubung berkala. Http//:www. kelengkapan alat.htm. (10 Oktober 2009).