tag:blogger.com,1999:blog-20276395875667740832024-03-13T07:06:00.483-07:00Alat Penangkapan IkanAlat-alat tangkap yang terdapat di Indonesiasamsudinhttp://www.blogger.com/profile/12922736179006623275noreply@blogger.comBlogger8125tag:blogger.com,1999:blog-2027639587566774083.post-18627594464739119082011-02-10T19:30:00.000-08:002011-02-10T19:30:01.689-08:00<div style="text-align: justify;"><a href="http://perikanantangkap.blogspot.com/"></a></div><div style="text-align: center;">JARING ANGKAT (LIFT NETS)</div><div style="text-align: center;">Bagan Perahu (Boat Lift Nets)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Definisi dan Klasifikasi</div><div style="text-align: justify;"> Bagan perahu (boat lift nets) adalah alat penangkap ikan yang dioperasikan dengan cara diturunkan ke kolom perairan dan diangkat kembali setelah banyak ikan di atasnya, dalam pengoperasiannya menggunakan perahu untuk berpindah-pindah ke lokasi yang diperkirakan banyak ikannya. Bagan perahu diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring angkat (lift nets) (Subani dan Barus 1989). </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan</div><div style="text-align: justify;"> Secara umum konstruksi unit penangkapan bagan perahu terdiri atas kerangka kayu, waring atau jaring (dari bahan polyethylene) serta perahu bermotor sebagai alat transportasi di laut. Pada bagan terdapat alat penggulung atau roller yang berfungsi untuk menurunkan atau mengangkat jaring (Subani dan Barus 1989 diacu dalam Takril 2005). Ukuran untuk alat tangkap bagan perahu beragam mulai dari panjang = 13 m; lebar = 2,5 m; tinggi = 1,2 m hingga panjang = 29 m; lebar = 29 m; tinggi = 17 m.</div><div style="text-align: justify;"> Mata jaring bagan perahu umumnya berukuran 0,5 cm (Sudirman 2003 diacu dalam Takril 2005). Ukuran mata jaring ini berkaitan erat dengan sasaran utama ikan yang tertangkap, yaitu teri yang berukuran kecil. Jika ukuran mata jaring terlalu besar, maka ikan tersebut tidak tertangkap. Menurut kelompok kami, parameter utama dari bagan perahu adalah ukuran mata jaring.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan</div><div style="text-align: justify;">3.1 Kapal</div><div style="text-align: justify;"> Perahu terdapat di bagian depan dan belakang, dihubungkan dengan dua batang bambu sehingga berbentuk bujur sangkar (empat persegi sama sisi) sebagai tempat menggantungkan jaring bagan. Namun, ada juga bagan perahu yang menggunakan satu perahu saja. Perahu juga digunakan sebagai alat transportasi, sehingga bagan perahu dapat berpindah dari satu daerah penangkapan ke daerah penangkapan lainnya (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;">3.2 Nelayan</div><div style="text-align: justify;"> Nelayan yang mengoperasikan bagan perahu berjumlah 4-6 orang atau lebih jika perahu yang digunakan dua buah karena ada yang mengemudikan perahu dan ada yang bertugas melakukan seluruh kegiatan operasi penangkapan ikan.</div><div style="text-align: justify;">3.2 Alat Bantu</div><div style="text-align: justify;"> Bagan perahu menggunakan lampu sebagai alat bantu untuk merangsang atau menarik perhatian ikan agar berkumpul di bawah cahaya lampu (Ayodhyoa 1981 diacu dalam Takril 2005). Jenis lampu yang digunakan oleh bagan perahu sebagai atraktor untuk memikat ikan yaitu lampu petromak, lampu neon dan lampu merkuri. Selain lampu, bagan perahu menggunakan serok untuk mengambil hasil tangkapan (Subani 1972 diacu dalam Takril 2005).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Metode Pengoperasian Alat</div><div style="text-align: justify;"> Tahapan-tahapan metode pengoperasian bagan perahu adalah sebagai berikut (Iskandar 2001 diacu dalam Takril 2005).</div><div style="text-align: justify;">(1) Persiapan menuju fishing ground, biasanya terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan persiapan terhadap segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pengoperasian bagan perahu. Pemeriksaan dan perbaikan terutama dilakukan terhadap lampu dan mesin kapal. Persiapan lain yang dianggap penting adalah kebutuhan perbekalan operasi penangkapan seperti air tawar, solar, minyak tanah, garam dan bahan makanan.</div><div style="text-align: justify;">(2) Pengumpulan ikan, ketika tiba di lokasi fishing ground dan hari menjelang malam, maka lampu dinyalakan dan jaring biasanya tidak langsung diturunkan hingga tiba saatnya ikan terlihat berkumpul di lokasi bagan atau ingin masuk ke dalam area cahaya lampu. Namun tidak menutup kemungkinan ada pula sebagian nelayan yang langsung menurunkan jaring setelah lampu dinyalakan.</div><div style="text-align: justify;">(3) Setting, setelah menunggu beberapa jam dan ikan mulai terlihat berkumpul di lokasi penangkapan, maka jaring diturunkan ke perairan. Jaring biasanya diturunkan secara perlahan-lahan dengan memutar roller. Penurunan jaring beserta tali penggantung dilakukan hingga jaring mencapai kedalaman yang diinginkan. Proses setting ini berlangsung tidak membutuhkan waktu yang begitu lama. Banyaknya setting tergantung pada keadaan cuaca dan situasi hasil tangkapan, serta kondisi perairan pada saat operasi penangkapan. </div><div style="text-align: justify;">(4) Perendaman jaring (soaking), selama jaring berada di dalam air, nelayan melakukan pengamatan terhadap keberadaan ikan di sekitar kapal untuk memperkirakan kapan jaring akan diangkat. Lama jaring berada di dalam perairan (perendaman jaring) bukan bersifat ketetapan, karena nelayan tidak pernah menentukan dan menghitung lamanya jaring di dalam perairan dan kapan jaring akan diangkat namun hanya berdasarkan penglihatan dan pengamatan adanya ikan yang berkumpul di bawah cahaya lampu.</div><div style="text-align: justify;">(5) Pengangkatan jaring (lifting), lifting dilakukan setelah kawanan ikan terlihat berkumpul di lokasi penangkapan. Kegiatan lifting ini diawali dengan pemadaman lampu secara bertahap. Hal ini dimaksudkan agar ikan tidak terkejut dan tetap terkosentrasi pada bagian perahu di sekitar lampu yang masih menyala. Ketika ikan sudah berkumpul di tengah-tengah jaring, jaring tersebut mulai ditarik ke permukaan hingga akhirnya ikan akan tertangkap oleh jaring.</div><div style="text-align: justify;">(6) Brailing, setelah bingkai jaring naik ke atas permukaan air, maka tali penggantung pada ujung dan bagian tengah rangka dilepas dan dibawa ke satu sisi kapal, tali kemudian dilewatkan pada bagian bawah kapal beserta jaringnya. Tali pemberat ditarik ke atas agar mempermudah penarikan jaring dan lampu dihidupkan lagi. Jaring kemudian ditarik sedikit demi sedikit dari salah satu sisi kapal ke atas kapal. Hasil tangkapan yang telah terkumpul diangkat ke atas dek kapal dengan menggunakan serok (Subani 1972 diacu dalam Takril 2005).</div><div style="text-align: justify;">(7) Penyortiran ikan, setelah diangkat di atas dek kapal, dilakukan penyortiran ikan. Penyortiran ini biasanya dilakukan berdasarkan jenis ikan tangkapan, ukuran dan lain-lain. Ikan yang telah disortir langsung dimasukkan ke dalam wadah atau peti untuk memudahkan pengangkutan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Daerah Pengoperasian</div><div style="text-align: justify;"> Pada umumnya daerah pengoperasian alat tangkap bagan perahu adalah perairan yang subur, selalu tenang, tidak banyak dipengaruhi oleh adanya gelombang besar, angin kencang dan arus yang kuat. Perairan yang dimaksud umumnya terdapat di perairan teluk (Subani 1970 diacu dalam Fathul 2008). Bagan perahu hampir tersebar di seluruh daerah perikanan laut di Indonesia, contohnya: Morotai, Teluk Tomini, Palu, Luwuk, Teluk Bone (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Hasil Tangkapan</div><div style="text-align: justify;"> Hasil tangkapan bagan perahu umumnya adalah ikan pelagis kecil seperti tembang (Clupea sp), teri (Stolephorus sp), japuh (Dussumiera sp), selar (Charanx sp), pepetek (Leiognathus sp), kerot-kerot (Therapon sp), cumi-cumi (Loligo sp), sotong (Sepia sp), layur (Trichiurus sp) dan kembung (Rastrelliger sp) (Subani 1972 diacu dalam Fathul 2008).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Daftar Pustaka</div><div style="text-align: justify;">Ayodhyoa AU. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor. Yayasan Dewi Sri. 90 hal.</div><div style="text-align: justify;">Fathul B. 2008. Perikanan Bagan Perahu dan Pengembangannya di Perairan Teluk Bima. Skripsi [tidak dipublikasikan]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 60 hal.</div><div style="text-align: justify;">Iskandar MD. 2001. Analisis Hasil Tangkapan Bagan Motor pada Tingkat Pencahayaan yang Berbeda di Perairan Teluk Semangka Kabupaten Tanggamus. Tesis [tidak dipublikasikan]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program pascasarjana. Hal 26-33. </div><div style="text-align: justify;">Subani W. 1970. Penangkapan Ikan dengan Bagan. Tanpa Lembaga. Jakarta. 18 hal.</div><div style="text-align: justify;">Subani W. 1972. Alat dan Cara Penangkapan Ikan di Indonesia. Jilid I. Jakarta: Lembaga Penelitian Perikanan Laut. 259 hal.</div><div style="text-align: justify;">Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.</div><div style="text-align: justify;">Sudirman. 2003. Analisis Tingkah Laku Ikan untuk Mewujudkan Teknologi Ramah Lingkungan dalam Proses Penangkapan pada Bagan Rambo. Disertasi [tidak dipublikasikan]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program pascasarjana. Hal 270-272.</div><div style="text-align: justify;">Takril. 2005. Hasil Tangkapan Sasaran Utama dan Sampingan Bagan Perahu di Polewali Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Skripsi [tidak dipublikasikan]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 61 hal.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: center;">JARING ANGKAT (LIFT NETS)</div><div style="text-align: center;">Bagan Rakit (Raft Lift Nets)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Definisi dan Klasifikasi</div><div style="text-align: justify;"> Bagan rakit (raft lift nets) adalah suatu alat penangkap ikan yang dioperasikan dengan cara menurunkan jaring ke kolom perairan kemudian diangkat apabila sudah banyak ikan di atasnya, bagian bawah berbentuk rakit seingga dapat berpindah-pindah ke lokasi yang terdapat banyak ikan. Bagan rakit diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring angkat (lift nets) (Subani dan Barus 1989). </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan</div><div style="text-align: justify;"> Konstruksi bagan rakit biasanya terbuat dari bambu. Masing-masing rakit dibuat dari 32 batang bambu yang dirangkai menjadi empat lapis tersusun dari atas ke bawah, sehingga tiap-tiap lapis terdiri dari delapan bambu. Bambu untuk rakit biasanya berdiameter 10-12 cm dan panjang 8 m. Pada tiap rakit dipasang lima buah tiang bambu keatas, tingginya 2 m berderet dari muka ke belakang. Kedua baris tiang ini saling dihubungkan dengan bambu yang panjangnya 8 m sehingga di atas rakit ini terbentuklah sebuah pelataran (Dulgofar et al. 1988).</div><div style="text-align: justify;"> Untuk menjaga keseimbangan serta memperkokoh kedua buah rakit ini,maka disisi kiri dan kanan rakit dihubungkan dengan dua buah bambu yang berukuran agak besar atau dapat dilakukan dengan merangkapkan bambu yang menghubungkan kedua rakit tersebut (Dulgofar et al. 1988).</div><div style="text-align: justify;"> Komponen alat tangkap ikan bagan rakit terdiri dari jaring bagan dan rumah bagan (anjang-anjang). Pada bagan terdapat alat penggulung atau roller yang berfungsi untuk menurunkan atau mengangkat jaring (Subani dan Barus 1989). Ukuran untuk alat tangkap bagan rakit beragam mulai dari panjang = 13 m; lebar = 2,5 m; tinggi = 1,2 m hingga panjang = 29 m; lebar = 29 m; tinggi = 17 m. Menurut kelompok kami, parameter utama dari bagan rakit adalah ukuran mata jaring.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan</div><div style="text-align: justify;">3.1 Kapal</div><div style="text-align: justify;"> Bagan rakit menggunakan rakit yang terbuat dari bambu yang ditempatkan pada kanan dan kiri bagian bawah rumah bagan sebagai alat apung sekaligus landasan rumah bagan (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;">3.2 Nelayan</div><div style="text-align: justify;"> Nelayan yang mengoperasikan bagan rakit berjumlah 4-6 orang karena adanya spesifikasi kerja, ada yang memindahkan bagan rakit, menggulung dan ada yang bertugas melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan.</div><div style="text-align: justify;">3.2 Alat Bantu</div><div style="text-align: justify;"> Alat bantu yang biasanya digunakan adalah berupa sumber cahaya biasa berupa lampu atau petromak. Karena adanya cahaya dapat menarik perhatian ikan agar berkupul di bawah cahaya lampu. Kemudian dilakukan penangkapan dengan jaring yang telah tersedia (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Metode Pengoperasian Alat</div><div style="text-align: justify;"> Menurut Iskandar (2001), tahapan-tahapan metode pengoperasian bagan rakit adalah sebagai berikut:</div><div style="text-align: justify;">(1) Persiapan menuju fishing ground, persiapan lain yang dianggap penting adalah kebutuhan perbekalan operasi penangkapan seperti bahan makanan, air tawar, minyak tanah dan garam.</div><div style="text-align: justify;">(2) Pengumpulan ikan, ketika tiba di lokasi fishing ground dan hari menjelang malam, maka lampu dinyalakan dan jaring biasanya tidak langsung diturunkan hingga tiba saatnya ikan terlihat berkumpul di lokasi bagan atau ingin masuk ke dalam area cahaya lampu. Namun ada juga nelayan yang langsung menurunkan jaring setelah lampu dinyalakan.</div><div style="text-align: justify;">(3) Setting, setelah menunggu beberapa jam dan ikan mulai terlihat berkumpul di lokasi penangkapan, maka jaring diturunkan ke perairan. Jaring biasanya diturunkan secara perlahan-lahan dengan memutar roller. Penurunan jaring beserta tali penggantung dilakukan hingga jaring mencapai kedalaman yang diinginkan. Banyaknya setting tergantung pada keadaan cuaca dan situasi hasil tangkapan, serta kondisi perairan pada saat operasi pengkapan. </div><div style="text-align: justify;">(4) Perendaman jaring (soaking), selama jaring berada di dalam air, nelayan melakukan pengamatan terhadap keberadaan ikan di sekitar kapal untuk memperkirakan kapan jaring akan diangkat. Lama jaring berada di dalam perairan (perendaman jaring) bukan bersifat ketetapan, karena nelayan tidak pernah menentukan dan menghitung lamanya jaring di dalam perairan dan kapan jaring akan diangkat namun hanya berdasarkan penglihatan dan pengamatan adanya ikan yang berkumpul di bawah cahaya lampu.</div><div style="text-align: justify;">(5) Pengangkatan jaring (lifting), lifting dilakukan setelah kawanan ikan terlihat berkumpul di lokasi penangkapan. Kegiatan lifting ini diawali dengan pemadaman lampu secara bertahap. Hal ini dimaksudkan agar ikan tidak terkejut dan tetap terkosentrasi pada bagian perahu di sekitar lampu yang masih menyala. Ketika ikan sudah berkumpul di tengah-tengah jaring, jaring tersebut mulai ditarik ke permukaan hingga akhirnya ikan akan tertangkap oleh jaring.</div><div style="text-align: justify;">(6) Brailing, setelah bingkai jaring naik ke atas permukaan air, maka tali penggantung pada ujung dan bagian tengah rangka dilepas dan dibawa ke satu sisi kapal, tali kemudian dilewatkan pada bagian bawah kapal beserta jaringnya. Tali pemberat ditarik ke atas agar mempermudah penarikan jaring dan lampu dihidupkan lagi. Jaring kemudian ditarik sedikit demi sedikit dari salah satu sisi kapal ke atas kapal. Hasil tangkapan yang telah terkumpul diangkat ke atas dek kapal dengan menggunakan serok (Subani 1972).</div><div style="text-align: justify;">(7) Penyortiran ikan, setelah diangkat ke rumah bagan, dilakukan penyortiran ikan. Penyortiran ini biasanya dilakukan berdasarkan jenis ikan tangkapan, ukuran dan lain-lain. Ikan yang telah disortir langsung dimasukkan ke dalam wadah atau peti untuk memudahkan pengangkutan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Daerah Pengoperasian</div><div style="text-align: justify;"> Pada umumnya daerah pengoperasian alat tangkap bagan rakit adalah perairan yang subur, perairan yang tenang, tidak banyak adanya gelombang besar, angin kencang maupun arus yang kuat. Umumnya terdapat di perairan teluk (Subani 1970).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Hasil Tangkapan</div><div style="text-align: justify;"> Hasil tangkapan bagan rakit umumnya adalah ikan pelagis kecil seperti tembang (Clupea sp), teri (Stolephorus sp), japuh (Dussumiera sp), selar (Charanx sp), pepetek (Leiognathus sp), kerot-kerot (Therapon sp), cumi-cumi (Loligo sp), sotong (Sepia sp), layur (Trichiurus sp) dan kembung (Rastrelliger sp) (Subani 1972).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Daftar Pustaka</div><div style="text-align: justify;">Dulgofar, Fakhrudin, Fauzi. 1988. Petunjuk Pembuatan dan Pengoperasian Bagan Rakit. Semarang: Balai Pengembangan Penangkapan Ikan.</div><div style="text-align: justify;">Iskandar MD. 2001. Analisi Hasil Tangkapan Bagan Motor pada Tingkat Pencahayaan yang Berbeda di Perairan Teluk Semangka Kabupaten Tanggamus. Tesis [tidak dipublikasikan]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program pascasarjana. Hal 26-33. </div><div style="text-align: justify;">Subani W. 1970. Penangkapan Ikan dengan Bagan. Tanpa Lembaga. Jakarta. 18 hal.</div><div style="text-align: justify;">Subani W. 1972. Alat dan Cara Penangkapan Ikan di Indonesia. Jilid I. Jakarta: Lembaga Penelitian Perikanan Laut. 259 hal.</div><div style="text-align: justify;">Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.</div><div style="text-align: justify;">Sudirman. 2003. Analisis Tingkah Laku Ikan untuk Mewujudkan Teknologi Ramah Lingkungan dalam Proses Penangkapan pada Bagan Rambo. Disertasi [tidak dipublikasikan]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program pascasarjana. Hal 270-272.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: center;">JARING ANGKAT (LIFT NETS)</div><div style="text-align: center;">Bagan Tancap (Stationary Lift Nets)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Definisi dan Klasifikasi</div><div style="text-align: justify;"> Bagan tancap (stationary lift nets) adalah alat penangkap ikan yang dioperasikan dengan cara diturunkan ke kolom perairan dan diangkat kembali setelah banyak ikan di atasnya, dalam pengoperasiannya tidak dapat dipindah-pindah dan sekali dipasang (ditanam) berarti berlaku untuk selama musim penangkapan. Beda antara bagan tancap dengan anco tetap dan jaring bandrong adalah bagan tancap memiliki rumah penjaga, gulungan (roller), tali tarik dan gelangan pengikat dengan jaring. Bagan tancap diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring angkat (lift nets) (Subani dan Barus 1989). </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan</div><div style="text-align: justify;"> Rumah bagan tancap berupa anjang-anjang berbentuk piramid terpancung, berukuran 10 x 10 m pada bagian bawah dan 9,5 x 9,5 m pada bagian atas. Bagian atas berupa plataran (flat form), dimana terdapat gulungan (roller) dan tempat nelayan melakukan kegiatan penangkapan (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"> Mata jaring bagan tancap umumnya berukuran kecil, sekitar 0,5 cm (Hayat 1996). Menurut kelompok kami parameter utamanya adalah ukuran mata jaring.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan</div><div style="text-align: justify;">3.1 Kapal</div><div style="text-align: justify;">Kapal yang digunakan berfungsi sebagai alat transportasi.</div><div style="text-align: justify;">3.2 Nelayan</div><div style="text-align: justify;"> Untuk mengoperasikan bagan tancap diperlukan 2-3 orang nelayan yang bertugas menghidupkan dan mematikan lampu serta menurunkan dan menaikkan jaring ketika operasi penangkapan dilaksanakan.</div><div style="text-align: justify;">3.2 Alat Bantu</div><div style="text-align: justify;"> Bagan tancap menggunakan lampu sebagai alat bantu untuk merangsang atau menarik perhatian ikan agar berkumpul di bawah cahaya lampu, kemudian dilakukan penangkapan dengan jaring yang telah tersedia. Jenis lampu yang digunakan oleh bagan tancap sebagai atraktor untuk memikat ikan yaitu lampu petromaks (kerosene pressure lamp) berkekuatan antara 200-300 lilin, tergantung keadaan perairannya dan kemungkinan adanya pengaruh cahaya bulan (Subani dan Barus 1989). Selain lampu, bagan tancap menggunakan serok untuk mengambil hasil tangkapan (Subani 1972).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Metode Pengoperasian Alat</div><div style="text-align: justify;"> Pada bagan tancap, operasi penangkapan dilakukan pada malam hari, dimana awal operasi menggunakan perhitungan bulan. Persiapan untuk melakukan operasi adalah merapikan jaring, menyiapkan lampu yang telah diperbaiki pada waktu istirahat (terang bulan), menyiapkan minyak dan alat-alat lain serta perbekalan atau konsumsi. Para nelayan membawa peralatannya ke kapal motor pukul 16.00, nelayan berangkat dengan menggunakan kapal motor menuju lokasi bagan tancap (Hayat 1996).</div><div style="text-align: justify;">Setelah nelayan tiba di lokasi, hal-hal yang dilakukan nelayan selanjutnya adalah (Hayat 1996):</div><div style="text-align: justify;"> Memasang jaring pada palang jaring dan penurunan jaring ke dalam laut dengan menggunakan pemutar (roller);</div><div style="text-align: justify;"> Setelah hari gelap, nelayan mulai menghidupkan lampu kemudian lampu diturunkan secara perlahan-lahan ke dekat permukaan laut dengan jarak 0,5 m dari permukaan laut bila laut tenang dan 1-1,5 m dari permukaan laut bila laut bergelombang;</div><div style="text-align: justify;"> Setelah menunggu kurang lebih 2-3 jam, nelayan mulai melakukan pemutaran roller, hingga sedikit demi sedikit jaring naik secara perlahan;</div><div style="text-align: justify;"> Setelah jaring naik hingga ke geladak bagan, maka pemutaran dihentikan dan lampu diangkat lalu disangkutkan pada paku;</div><div style="text-align: justify;"> Pengambilan ikan dari dalam jaring dilakukan dengan cara menarik jaring agar ikan berkumpul pada suatu tempat tertentu hingga menyerupai kantong. Ikan diambil dengan menggunakan serok dan wadah ikannya adalah bakul;</div><div style="text-align: justify;"> Selesai pengambilan ikan dari jaring, maka jaring diturunkan kembali ke dalam laut. Pengangkatan dan penurunan jaring dapat dilakukan beberapa kali hingga pagi hari tiba;</div><div style="text-align: justify;"> Bila pagi menjelang, nelayan mematikan lampunya dan persiapan untuk pulang adalah menyiapkan peralatan yang akan dibawa pulang sambil menunggu jemputan kapal motor.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Daerah Pengoperasian</div><div style="text-align: justify;"> Pada umumnya daerah pengoperasian alat tangkap bagan tancap adalah perairan pantai. Contoh daerah yang mengoperasikan bagan tancap adalah Kecamatan Polewali, Sulawesi Selatan (Subani 1970 diacu dalam Hayat 1996).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Hasil Tangkapan</div><div style="text-align: justify;"> Hasil tangkapan bagan tancap umumnya adalah jenis ikan perairan pantai dan ikan pelagis seperti tembang (Clupea sp), teri (Stolephorus sp), japuh (Dussumiera sp), selar (Charanx sp), pepetek (Leiognathus sp), kerot-kerot (Therapon sp), cumi-cumi (Loligo sp), sotong (Sepia sp), layur (Trichiurus sp) dan kembung (Rastrelliger sp) (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Daftar Pustaka</div><div style="text-align: justify;">Hayat M. 1996. Suatu Tinjauan tentang Bagan Tancap di Kecamatan Polewali, Kabupaten Polmas, Sulawesi Selatan. Skripsi [tidak dipublikasikan]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.</div><div style="text-align: justify;">Subani W. 1970. Penangkapan Ikan dengan Bagan. Tanpa Lembaga. Jakarta. 18 hal.</div><div style="text-align: justify;">Subani W. 1972. Alat dan Cara Penangkapan Ikan di Indonesia. Jilid I. Jakarta: Lembaga Penelitian Perikanan Laut. 259 hal.</div><div style="text-align: justify;">Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: center;">JARING ANGKAT (LIFT NETS)</div><div style="text-align: center;">Anco Tetap (Stationary Lever Nets)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Definisi dan Klasifikasi</div><div style="text-align: justify;"> Anco tetap (stationary lever nets) adalah jaring angkat yang dipasang menetap di perairan, berbentuk empat persegi panjang, terdiri dari jaring yang keempat ujungnya diikat pada dua bambu yang dibelah dan kedua ujungnya dihaluskan (diruncingkan) kemudian dipasang bersilangan satu sama lain dengan sudut 90 derajat. Berdasarkan cara pengoperasiannya, anco tetap diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring angkat (lift nets) (Subani dan Barus 1989). </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan</div><div style="text-align: justify;"> Dalam hal terbukanya jaring, anco tetap menggunakan dua buah belahan bambu yang kedua ujungnya dihaluskan (diruncingkan) kemudian dipasang bersilangan satu sama lain dengan sudut 90 derajat yang selanjutnya pada ujung-ujungnya dikaitkan pada jaring. Jaring berbentuk bujur sangkar, umumnya berukuran 3 x 3 m. Bahan jaring umumnya dibuat dari benang katun, dengan besar mata jaring ± 1 cm untuk bagian yang tengah dan 1,5 cm untuk yang dipinggir. Pada waktu pengoperasian, anco tetap dilengkapi tali untuk pengangkatan dan tangkai panjang ± 3 m, jumlahnya 1-2 buah tergantung besar kecilnya anco yang digunakan (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;">Parameter utama pada anco tetap adalah ukuran jaring anco tetap.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan</div><div style="text-align: justify;">3.1 Kapal</div><div style="text-align: justify;"> Kapal atau perahu yang digunakan berfungsi sebagai alat transportasimembawa hasil tangkapan ke daratan.</div><div style="text-align: justify;">3.2 Nelayan</div><div style="text-align: justify;"> Untuk mengoperasikan anco tetap, dipeerlukan 2-3 orang nelayan yang bertugas menurunkan dan mengangkat jaring.</div><div style="text-align: justify;">3.3 Alat Bantu</div><div style="text-align: justify;"> Pengoperasiannya, anco tetap menggunakan menggunakan tali dan tangkai panjang untuk pengangkatan jaring (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Metode Pengoperasian Alat</div><div style="text-align: justify;"> Anco tetap dioperasikan dengan cara jaring diturunkan ke arah dasar perairan pantai, muara sungai dan teluk-teluk yang relatif dangkal dengan muka jaring menghadap ke dalam perairan. Setelah ikan terkumpul, lalu secara perlahan jaring diputar atau dibalik dan diangkat ke arah permukaan hingga kumpulan ikan berada di dalam jaring. Kemudian hasil tangkapan diangkat dari jaring (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Daerah Pengoperasian</div><div style="text-align: justify;"> Pada umumnya daerah pengoperasian alat tangkap anco tetap adalah di tepi pantai muara sungai dan teluk-teluk yang relatif dangkal. Anco tetap hampir terdapat di seluruh daerah perikanan baik darat maupun laut, contohnya: di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Hasil Tangkapan</div><div style="text-align: justify;"> Hasil tangkapan anco tetap terutama jenis-jenis ikan pantai seperti tembang (Clupea sp), teri (Stolephorus sp), japuh (Dussumiera sp), selar (Charanx sp), pepetek (Leiognathus sp), kerot-kerot (Therapon sp), cumi-cumi (Loligo sp), sotong (Sepia sp), layur (Trichiurus sp), kembung (Rastrelliger sp) dan udang (udang penaeid) (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Daftar Pustaka</div><div style="text-align: justify;">Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: center;">JARING ANGKAT (LIFT NETS)</div><div style="text-align: center;">Jaring Bandrong</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Definisi dan Klasifikasi</div><div style="text-align: justify;"> Jaring bandrong adalah jaring angkat berbentuk empat persegi panjang atau bujur sangkar yang ujung-ujung salah satu sisinya diikat pada patok atau tiang pancang, sementara ujung yang lain dipasang tali untuk proses pengangkatan. Berdasarkan cara pengoperasiannya, jaring bandrong diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring angkat (lift nets) (Subani dan Barus 1989). </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan</div><div style="text-align: justify;"> Secara garis besar, konstruksi utama jaring bandrong dibagi menjadi dua bagian, yaitu jaring dan bangunan. Jaring bandrong berbentuk trapezium dan cekung seperti mangkuk. Jaring terbuat dari benang kapas atau polyethylene dengan diameter benang 0,5-2 mm. Pada jaring bandrong terdapat jaring tambahan berbentuk segi empat panjang yang dipasang pada sisi kanan dan kiri jaring utama yang disebut jala-jala, berfungsi sebagai pintu penutup sebelum bibir jaring utama terangkat ke permukaan air. Ukuran mata jala-jala antara 10-12 cm. Untuk menambah kecepatan tenggelamnya jaring, di bagian tengah jaring utama diikatkan beberapa buah pemberat yang terbuat dari timah atau batu sungai dengan massa tiap-tiap pemberat yaitu 0,5-1,5 kg dan jumlahnya bervariasi sesuai dengan besarnya jaring (Assir 1986).</div><div style="text-align: justify;"> Jaring bandrong dibuat dari waring (banding rebon) atau waring karuna, atau dari benang katun (banrong). Jaring bandrong berbentuk bujur sangkar, umumnya berukuran 18 x 18 m. Pada waktu pengoperasian, jaring bandrong dilengkapi tali untuk pengangkatan jaring (Subani dan Barus 1989). Menurut kelompok, kami parameter utama pada jaring bandrong adalah ukuran mata jaring.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan</div><div style="text-align: justify;">3.1 Kapal</div><div style="text-align: justify;"> Kapal yang digunakan adalah perahu jukung yang terbuat dari kayu jati. Ukuran perahu yaitu: panjang = 6,5 m; lebar = 0,5 m; dalam = 0,6 m. Perahu tersebut digunakan pada saat mengambil hasil tangkapan, memasang dan melepaskan jaring serta digunakan sebagai alat transportasi nelayan untuk pergi dan kembali dari fishing ground (Assir 1986).</div><div style="text-align: justify;">3.2 Nelayan</div><div style="text-align: justify;"> Untuk mengoperasikan jaring bandrong diperlukan 2-3 orang nelayan yang bertugas memasang dan melepaskan jaring serta mengambil hasil tangkapan.</div><div style="text-align: justify;">3.2 Alat Bantu</div><div style="text-align: justify;">Jaring bandrong menggunakan tali untuk proses penangkapan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Metode Pengoperasian Alat</div><div style="text-align: justify;"> Metode pengoperasian jaring bandrong yaitu jaring memasang jaring pada bangunan bandrong kemudian jaring diturunkan ke arah dasar perairan dengan cara mengulurkan tali untuk pengangkatan. Setelah ikan terkumpul, lalu secara perlahan tali pengangkatan ditarik (jaring diangkat ke arah permukaan) hingga kumpulan ikan berada di dalam jaring dan hasil tangkapan diangkat dari jaring (Subani dan Barus 1989). </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Daerah Pengoperasian</div><div style="text-align: justify;"> Daerah pengoperasian jaring bandrong adalah di perairan pantai yang terlindung dari gelombang besar dan di perairan terumbu karang serta di muara-muara sungai dan di sepanjang aliran sungai (Assir 1986). Distribusi jaring bandrong yaitu di Sulawesi Selatan (Kabupaten Barru, Pare-pare, Mandar, Jeneponto dan daerah lain di sekitar Makassar) (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Hasil Tangkapan</div><div style="text-align: justify;"> Hasil tangkapan jaring bandrong antara lain tembang (Clupea sp), teri (Stolephorus sp), manyung (Tachysurus spp), pepetek (Leiognathus sp), belanak (Mugil spp), terkadang tongkol (Auxis rochei) (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Daftar Pustaka</div><div style="text-align: justify;">Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.</div>samsudinhttp://www.blogger.com/profile/12922736179006623275noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2027639587566774083.post-37144275600211218212011-02-10T19:20:00.000-08:002011-02-10T19:20:57.313-08:00<div style="text-align: justify;"><a href="http://perikanantangkap.blogspot.com/"></a></div><div style="text-align: center;"><b>PERANGKAP DAN PENGHADANG (TRAP AND GUIDING BARRIERS)</b></div><div style="text-align: center;"><b>Bubu Udang (Shrimp Traps)</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Definisi dan Klasifikasi</div><div style="text-align: justify;"> Bubu udang adalah alat penangkap ikan yang didesain untuk menangkap udang penaeid, dan kepiting atau rajungan, berbentuk silinder dengan diameter lingkaran atas lebih kecil daripada diameter lingkaran bawah dan dioperasikan di dasar perairan. Bubu udang diklasifikasikan ke dalam kelompok perangkap dan penghadang (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan</div><div style="text-align: justify;"> Menurut Subani dan Barus (1989), bagian-bagian bubu udang yaitu sebagai berikut.</div><div style="text-align: justify;">a) Rangka (frame) yang terbuat dari lempengan besi. Rangka berfungsi untuk mempertahankan bentuk bubu selama pengoperasian;</div><div style="text-align: justify;">b) Badan (body), seperti rongga (berbentuk silinder) yang terbuat dari anyaman jaring, berfungsi sebagai tempat target tangkapan terkurung; dan</div><div style="text-align: justify;">c) Mulut, sdengan tipe mulut persegi panjang, merupakan lubang tempat masuknya ikan ke dalam bubu.</div><div style="text-align: justify;">Untuk memudahkan mengetahui tempat-tempat di mana bubu udang dipasang, maka dilengkapi dengan pelampung melalui tali panjang yang dihubungkan dengan bubu tersebut. Ukuran bubu udang pada gambar termasuk bubu kecil dengan diameter atas=15 cm, diameter bawah=20 cm serta tinggi bubu= 18 cm (Subani dan Barus 1989). </div><div style="text-align: justify;">Menurut kelompok kami, parameter utama dari bubu udang adalah ukuran dan bentuk mulut bubu udang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan</div><div style="text-align: justify;">3.1 Kapal</div><div style="text-align: justify;"> Kapal kecil atau perahu hanya digunakan sebagai alat transportasi nelayan</div><div style="text-align: justify;">3.2 Nelayan</div><div style="text-align: justify;"> Untuk mengoperasikan bubu udang dibutuhkan 1-2 orang nelayan yang bertugas untuk memasang dan mengangkat bubu, serta mengambil hasil tangkapan dari dalam bubu udang.</div><div style="text-align: justify;">3.3 Alat Bantu</div><div style="text-align: justify;"> Alat bantu pada pengoperasian bubu udang yaitu mechanical line hauler, berfungsi untuk membantu menurunkan bubu udang ke dasar perairan tempat bubu akan dioperasikan (Sainsbury 1996 diacu dalam Susilo 2006).</div><div style="text-align: justify;">3.4 Umpan</div><div style="text-align: justify;"> Bubu udang bersifat pasif sehingga dibutuhkan pemikat atau umpan agar ikan yang akan dijadikan target tangkapan mau masuk ke dalam bubu udang. Jenis umpan yang dipakai sangat beraneka ragam, ada yang memakai umpan hidup atau ikan rucah (Martasuganda 2003).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Metode Pengoperasian Alat</div><div style="text-align: justify;"> Adapun tahapan dalam pengoperasian bubu udang ada empat tahap, yaitu sebagai berikut (Sainsbury 1996 diacu dalam Susilo 2006).</div><div style="text-align: justify;">a) Pemasangan umpan. Posisi umpan harus didesain sedemikian rupa sehingga mampu menarik perhatian ikan baik dari bau maupun bentuknya. Biasanya umpan dipasang di dalam tempat umpan dan diletakkan di atas mulut bubu udang bagian atas.</div><div style="text-align: justify;">b) Pemasangan bubu (setting). Bubu yang telah siap diturunkan ke perairan baik dengan tangan maupun alat bantu mechanical line hauler. Sebagai penanda posisi pemasangan bubu udang dilengkapi dengan pelampung. Hal ini akan memudahkan nelayan menemukan kembali bubunya.</div><div style="text-align: justify;">c) Perendaman bubu (soaking). Lama perendaman bubu udang adalah 2-3 hari.</div><div style="text-align: justify;">d) Pengangkatan bubu (hauling). Proses hauling pada bubu dapat dilakukan dengan alat bantu. Penggunaan alat bantu akan mempercepat dan mengefisienkan tenaga nelayan selama proses hauling. Setelah bubu sampai di atas kapal, ikan dikeluarkan dan dilakukan penanganan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Daerah Pengoperasian</div><div style="text-align: justify;"> Daerah pengoperasian bubu udang biasanya di perairan karang atau di antara karang-karang atau bebatuan (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Hasil Tangkapan</div><div style="text-align: justify;"> Hasil tangkapan bubu udang adalah udang penaeid, kepiting (Scylla serrata) dan rajungan (Portunus spp.) (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Daftar Pustaka</div><div style="text-align: justify;">Martasuganda S. 2003. Bubu (Traps). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.</div><div style="text-align: justify;">Sainsbury J C. 1996. Commercial Fishing Methods. An Introduction to Vessel and Gears. 3ed Edition. London: Fishing News Book.</div><div style="text-align: justify;">Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.</div><div style="text-align: justify;">Susilo E. 2006. Percobaan Pengoperasian Bubu pada Zona Fotik dan Afotik di Teluk Palabuhanratu. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>PERANGKAP DAN PENGHADANG (TRAP AND GUIDING BARRIERS)</b></div><div style="text-align: center;"><b>Bubu Belut</b></div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Definisi dan Klasifikasi</div><div style="text-align: justify;"> Bubu belut atau bubu paralon adalah alat penangkap belut yang berbentuk silinder dan terbuat dari paralon (Martasuganda 2003). Bubu belut diklasifikasikan ke dalam kelompok perangkap (traps) (Martasuganda 2003).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan</div><div style="text-align: justify;"> Menurut Martasuganda (2003), bagian-bagian bubu belut yaitu sebagai berikut.</div><div style="text-align: justify;">a) Badan (body), seperti rongga (berbentuk silinder) yang terbuat dari paralon, berfungsi sebagai tempat target tangkapan terkurung; dan</div><div style="text-align: justify;">b) Mulut berbentuk lingkaran, merupakan lubang tempat masuknya belut ke dalam bubu.</div><div style="text-align: justify;">Bahan untuk membuat bubu belut adalah paralon dengan diameter antara 10-15 cm dan panjang antara 60-80 cm. Pintu masuk dapat terbuat dari plastik atau anyaman bambu sedangkan pengikat pintu masuk terbuat dari ban dalam bekas dengan lebar 1-2cm. Pada bubu belut, dipasang tali pengikat bubu untuk mempermudah membawa bubu (Martasuganda 2003).</div><div style="text-align: justify;">Menurut kelompok kami, parameter utama dari bubu belut adalah ukuran mulut bubu belut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan</div><div style="text-align: justify;">3.1 Kapal</div><div style="text-align: justify;"> Perahu tanpa motor atau perahu motor tempel hanya digunakan sebagai alat transportasi nelayan (Martasuganda 2003).</div><div style="text-align: justify;">3.2 Nelayan</div><div style="text-align: justify;"> Untuk mengoperasikan bubu belut dibutuhkan 1-2 orang nelayan yang bertugas untuk memasang dan mengangkat bubu, serta mengambil hasil tangkapan dari dalam bubu belut.</div><div style="text-align: justify;">3.3 Umpan </div><div style="text-align: justify;"> Umpan yang dipakai selain berupa umpan hidup yaitu cacing, juga dapat berupa irisan daging ikan atau rucah (Martasuganda 2003).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Metode Pengoperasian Alat</div><div style="text-align: justify;"> Pemasangan bubu di perairan bisa dipasang satu demi satu kemudian diuntai atau dipasang dua atau tiga bubu dalam satu ikatan kemudian dipasang dengan cara diuntai dengan jarak satu dengan yang lainnya antara 5-6 cm. Metode pengoperasiannya adalah dengan memasang bubu baik secara tunggal maupun dipasang secara beruntai di perairan yang diperkirakan banyak terdapat target tangkapan. Pemasangan bubu di perairan bisa dilakukan menjelang matahari terbenam dan diangkat keesokan harinya. Jumlah bubu yang akan dipasang sebaiknya disesuaikan dengan besar kecilnya perahu dan kemampuan orang yang akan mengoperasikannya (Martasuganda 2003).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Daerah Pengoperasian</div><div style="text-align: justify;"> Daerah pengoperasian bubu belut yaitu perairan yang dasarnya berlumpur, bercampur pasir atau di muara sungai dan danau (Martasuganda 2003).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Hasil Tangkapan </div><div style="text-align: justify;"> Hasil tangkapan bubu belut adalah belut (Monopterus albus) dan ikan-ikan yang ada di sungai yaitu ikan gabus (Channa striata), ikan mas (Cyprinus carpio) dan ikan nila (Oreochromis niloticus).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Daftar Pustaka</div><div style="text-align: justify;">Martasuganda S. 2003. Bubu (Traps). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: center;"><b>PERANGKAP DAN PENGHADANG (TRAP AND GUIDING BARRIERS)</b></div><div style="text-align: center;"><b>Bubu Gurita</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Definisi dan Klasifikasi</div><div style="text-align: justify;"> Bubu gurita adalah alat penangkap gurita yang terbuat dari karet ban (Martasuganda 2003). Bubu gurita diklasifikasikan ke dalam kelompok perangkap (traps) (Martasuganda 2003).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan</div><div style="text-align: justify;"> Menurut Martasuganda (2003), bagian-bagian bubu gurita yaitu sebagai berikut.</div><div style="text-align: justify;">a) Badan (body), seperti rongga (berbentuk silinder) yang terbuat dari karet ban, berfungsi sebagai tempat target tangkapan terkurung; dan</div><div style="text-align: justify;">b) Mulut berbentuk lingkaran, merupakan lubang tempat masuknya gurita ke dalam bubu.</div><div style="text-align: justify;">Bubu gurita terdiri dari tali dan kawat pengikat, pintu masuk serta penutup bubu. Bahan untuk membuat bubu gurita adalah ban bekas dengan diameter penutup 10 cm dan panjang 40 cm (Martasuganda 2003). Menurut kelompok kami, parameter utama dari bubu gurita adalah ukuran mulut bubu gurita.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan</div><div style="text-align: justify;">3.1 Kapal</div><div style="text-align: justify;"> Perahu motor digunakan sebagai alat transportasi nelayan (Martasuganda 2003).</div><div style="text-align: justify;">3.2 Nelayan</div><div style="text-align: justify;"> Untuk mengoperasikan bubu gurita dibutuhkan 1-2 orang nelayan yang bertugas memasang bubu gurita dan mengambil hasil tangkapan dari bubu gurita (Martasuganda 2003).</div><div style="text-align: justify;">3.3 Alat Bantu </div><div style="text-align: justify;"> Alat bantu pada pengoperasian bubu gurita yaitu gardan yang bisa dibuat dari bambu, kayu atau besi yang berfungsi untuk membantu dalam proses setting dan hauling bubu gurita (Martasuganda 2003).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Metode Pengoperasian Alat</div><div style="text-align: justify;"> Metode pengoperasian dari bubu gurita pada prinsipnya hampir sama dengan metode pengoperasian bubu lainnya hanya saja dalam pengoperasian bubu gurita tidak memakai umpan. Metode pengoperasiannya adalah dengan memasang bubu gurita di perairan yang diperkirakan banyak terdapat target tangkapan. Pemasangan dan pengangkatan bubu dilakukan setiap hari di pagi hari. Lama perendaman tergantung nelayan yang mengoperasikannya sesuai dengan pengalaman, tapi umumnya antara 2-3 hari. (Martasuganda 2003).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Daerah Pengoperasian</div><div style="text-align: justify;"> Daerah pengoperasian bubu gurita yaitu dasar perairan yang berlumpur atau berpasir, berarus kecil dengan kedalaman antara 5-40 m (Martasuganda 2003).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Hasil Tangkapan </div><div style="text-align: justify;"> Hasil tangkapan bubu gurita adalah gurita jenis Ocellated actopus, yaitu: Octopus oceltus, Octopus vulgaris dan Octopus dofleins (Martasuganda 2003).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Daftar Pustaka</div><div style="text-align: justify;">Martasuganda S. 2003. Bubu (Traps). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.</div><div style="text-align: justify;"><b><br />
</b></div><div style="text-align: center;"><b>PERANGKAP DAN PENGHADANG (TRAP AND GUIDING BARRIERS)</b></div><div style="text-align: center;"><b>Bubu Lipat</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Definisi dan Klasifikasi</div><div style="text-align: justify;"> Bubu lipat adalah alat tangkap yang dikhususkan untuk menangkap kepiting bakau (Scylla serrata), terbuat dari jaring dengan besi sebagai rangka dan mempunyai tiga buah pintu sebagai tempat masuk kepiting, dapat dilipat apabila tidak sedang dioperasikan (Tiku 2004). Bubu lipat diklasifikasikan ke dalam kelompok perangkap dan penghadang (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan </div><div style="text-align: justify;"> Konstruksi bubu lipat sangat sederhana karena hampir semuanya terbuat dari bahan jaring, kecuali untuk rangka bagian atas dan bagian bawah terbuat dari besi yang fungsinya selain sebagai kerangka, juga sebagai pemberat pada saat bubu lipat dioperasikan. Bubu lipat berbentuk silinder, kerangka bagian atas berbentuk lingkaran dengan diameter 60 cm terbuat dari besi yang berdiameter 1 cm. Jarak antara rangka bagian atas dengan rangka bagian bawah adalah 25 cm dan secara keseluruhan dibungkus oleh jaring dari bahan polyethylene (PE) dengan besar mata jaring 3 cm (Tiku 2004).</div><div style="text-align: justify;"> Di antara kerangka bagian atas dan bagian bawah terdapat tiga buah pintu sebagai tempat masuknya kepiting atau hewan air lainnya. Pintu masuk tersebut terdiri dari dua lembar jaring dengan panjang 30 cm dan lebar 22 cm yang terbuat dari bahan polyethylene (PE) dengan ukuran mata jaring 2 cm. Kedua lembar jaring disatukan dan bagian ujung antara kedua bagian sisi panjang dihubungkan dengan cara displincing sedangkan kedua bagian sisi lebarnya tidak dihubungkan karena pada saat dioperasikan berfungsi sebagai pintu masuk (Tiku 2004). </div><div style="text-align: justify;">Parameter utama dari bubu lipat adalah ukuran mulut bubu lipat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan</div><div style="text-align: justify;">3.1 Kapal </div><div style="text-align: justify;"> Kapal yang digunakan adalah sampan dengan ukuran panjang x lebar x draft adalah 3 m x 1 m x 0,5 m yang digunakan untuk mengoperasikan bubu lipat di daerah penangkapan (Tiku 2004).</div><div style="text-align: justify;">3.2 Nelayan</div><div style="text-align: justify;"> Untuk mengoperasikan bubu lipat diperlukan 2-3 orang nelayan, satu orang bertugas untuk mengemudikan sampan, sementara yang lain bertugas untuk mengoperasikan bubu lipat.</div><div style="text-align: justify;">3.3 Umpan </div><div style="text-align: justify;"> Umpan yang dipakai selain berupa umpan hidup yaitu ikan remang (Muraenosox talabon), juga dapat berupa irisan daging ikan atau rucah yaitu ikan pepetek (Leiognathus sp.), ikan bulu ayam (Thryssa sp.), ikan tetengkek (Megalospis cordyla), ikan selar (Selar sp.) dan ikan nomei (Harpodon nehereus) (Tiku 2004).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Metode Pengoperasian Alat</div><div style="text-align: justify;"> Adapun tahapan dalam pengoperasian bubu lipat ada empat tahap, yaitu sebagai berikut (Tiku 2004).</div><div style="text-align: justify;">Setelah tiba di lokasi penangkapan, bubu lipat dikeluarkan dari palka kemudian diatur di atas dek kapal untuk diperiksa kembali kesiapannya. Setelah itu dilakukan pemasangan umpan. Posisi umpan harus didesain sedemikian rupa sehingga mampu menarik perhatian ikan baik dari bau maupun bentuknya. Umpan dipasang di bagian tengah bubu lipat. Bubu lipat yang telah dipasangi umpan lalu diberi pelampung tanda dan plastik dengan diameter 15 cm dan panjang tali pelampung 2-3 m. Langkah selanjutnya yaitu pemasangan bubu (setting). Bubu yang telah siap diturunkan ke perairan. Setelah itu, dilakukan perendaman bubu (soaking). Lama perendaman bubu lipat adalah 5-7 jam. Proses pengangkatan (hauling) pada bubu dapat dilakukan setelah bubu lipat direndam (soaking).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Daerah Pengoperasian</div><div style="text-align: justify;"> Daerah pengoperasian bubu lipat yaitu perairan bakau serta perairan karang. Distribusi bubu lipat yaitu di Perairan Sungai Radak, Kecamatan Kubu, Kabupaten Pontianak, Propinsi Kalimantan Barat (Tiku 2004).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Hasil Tangkapan </div><div style="text-align: justify;"> Hasil tangkapan alat tangkap bubu ini, antara lain kepiting bakau (Scylla serrata), udang galah (Macrobracium spp.), ikan kerapu (Epinephelus spp.), ikan sidat (Anguilla mauritiana), mumi bulan (Tachyleus spp.) (Tiku 2004).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Daftar Pustaka</div><div style="text-align: justify;">Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.</div><div style="text-align: justify;">Tiku M. 2004. Pengaruh Jenis Umpan dan Waktu Pengoperasian Bubu Lipat terhadap Hasil Tangkapan Kepiting Bakau (Scylla serrata) di Kecamatan Kubu, Kabupaten Pontianak. Tesis [tidak dipublikasikan]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program pascasarjana. </div><div style="text-align: justify;"><b><br />
</b></div><div style="text-align: center;"><b>PERANGKAP DAN PENGHADANG (TRAP AND GUIDING BARRIERS)</b></div><div style="text-align: center;"><b>Bubu Lipat</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Definisi dan Klasifikasi</div><div style="text-align: justify;"> Bubu lipat adalah alat tangkap yang dikhususkan untuk menangkap kepiting bakau (Scylla serrata), terbuat dari jaring berbentuk persegi atau kotak dengan besi sebagai rangka dan memiliki dua buah pintu sebagai tempat masuk kepiting, dapat dilipat apabila tidak sedang dioperasikan (Tiku 2004). Bubu lipat diklasifikasikan ke dalam kelompok perangkap dan penghadang (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan </div><div style="text-align: justify;"> Konstruksi bubu lipat sangat sederhana karena hampir semuanya terbuat dari bahan jaring, kecuali untuk rangka terbuat dari besi yang fungsinya selain sebagai kerangka, juga sebagai pemberat pada saat bubu lipat kotak dioperasikan. Bubu lipat kotak berukuran relatif kecil dan ringan. Dengan konstruksi demikian, bubu lipat kotak dapat ditumpuk di atas kapal dalam jumlah besar (Tiku 2004). Untuk memudahkan mengetahui tempat-tempat di mana bubu lipat kotak dipasang, maka dilengkapi dengan pelampung melalui tali panjang yang dihubungkan dengan bubu tersebut (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"> Rangka bubu terbuat dari besi behel 0,8 cm, badan jaring memakai jaring sintetis multifilamen dengan ukuran mata jaring 0,5 inci. Bubu lipat kotak berukuran panjang 100 cm, lebar 40 cm dan tinggi 30 cm. Untuk pintu masuk panjang 25-30 cm, lebar 20 cm dan tinggi 10-12 cm. Tali pelampung, tali utama, tali cabang dan tali pemberat semuanya memakai tambang berdiameter 8-10 mm. Panjang tali utama disesuaikan dengan banyak sedikitnya jumlah bubu yang dipergunakan, sedangkan untuk tali pelampung disesuaikan dengan kedalaman (Tiku 2004). Menurut kelompok kami, parameter utama dari bubu lipat adalah ukuran mulut bubu lipat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan</div><div style="text-align: justify;">3.1 Kapal </div><div style="text-align: justify;"> Kapal yang digunakan adalah sampan dengan ukuran panjang x lebar x draft adalah 3 m x 1 m x 0,5 m yang digunakan untuk mengoperasikan bubu lipat di daerah penangkapan (Tiku 2004).</div><div style="text-align: justify;">3.2 Nelayan</div><div style="text-align: justify;">Untuk mengoperasikan bubu lipat diperlukan 2-3 orang nelayan, satu orang bertugas untuk mengemudikan sampan, sementara yang lain bertugas untuk mengoperasikan bubu lipat.</div><div style="text-align: justify;">3.3 Umpan </div><div style="text-align: justify;"> Umpan yang dipakai selain berupa umpan hidup yaitu ikan remang (Muraenosox talabon), juga dapat berupa irisan daging ikan atau rucah yaitu ikan pepetek (Leiognathus sp.), ikan bulu ayam (Thryssa sp.), ikan tetengkek (Megalospis cordyla), ikan selar (Selar sp.) dan ikan nomei (Harpodon nehereus) (Tiku 2004).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Metode Pengoperasian Alat</div><div style="text-align: justify;"> Adapun tahapan dalam pengoperasian bubu lipat ada empat tahap, yaitu sebagai berikut (Sainsbury 1996 diacu dalam Susilo 2006).</div><div style="text-align: justify;">a) Pemasangan umpan. Posisi umpan harus didesain sedemikian rupa sehingga mampu menarik perhatian ikan baik dari bau maupun bentuknya. Umpan dipasang di bagian tengah bubu lipat;</div><div style="text-align: justify;">b) Pemasangan bubu (setting). Bubu yang telah siap diturunkan ke perairan. Sebagai penanda posisi pemasangan bubu udang dilengkapi dengan pelampung. Hal ini akan memudahkan nelayan menemukan kembali bubunya;</div><div style="text-align: justify;">c) Perendaman bubu (soaking). Lama perendaman bubu lipat adalah 2-3 hari, kadang bahkan sampai beberapa hari; dan</div><div style="text-align: justify;">d) Pengangkatan bubu (hauling). Proses hauling pada bubu dapat dilakukan dengan setelah perendaman selesai. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Daerah Pengoperasian</div><div style="text-align: justify;"> Daerah pengoperasian bubu lipat yaitu perairan bakau serta perairan karang. Distribusi bubu lipat yaitu di Perairan Sungai Radak, Kecamatan Kubu, Kabupaten Pontianak, Propinsi Kalimantan Barat (Tiku 2004).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Hasil Tangkapan </div><div style="text-align: justify;"> Hasil tangkapan alat tangkap bubu ini, antara lain kepiting bakau (Scylla serrata), udang galah (Macrobracium spp.), ikan kerapu (Epinephelus spp.), ikan sidat (Anguilla mauritiana), mumi bulan (Tachyleus spp.) (Tiku 2004).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Daftar Pustaka</div><div style="text-align: justify;">Sainsbury J C. 1996. Commercial Fishing Methods. An Introduction to Vessel and Gears. 3ed Edition. London: Fishing News Book.</div><div style="text-align: justify;">Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.</div><div style="text-align: justify;">Susilo E. 2006. Percobaan Pengoperasian Bubu pada Zona Fotik dan Afotik di Teluk Pelabuhanratu. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.</div><div style="text-align: justify;">Tiku M. 2004. Pengaruh Jenis Umpan dan Waktu Pengoperasian Bubu Lipat terhadap Hasil Tangkapan Kepiting Bakau (Scylla serrata) di Kecamatan Kubu, Kabupaten Pontianak. Tesis [tidak dipublikasikan]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program pascasarjana.</div><div style="text-align: justify;"><b><br />
</b></div><div style="text-align: center;"><b>PERANGKAP DAN PENGHADANG (TRAP AND GUIDING BARRIERS)</b></div><div style="text-align: center;"><b>Pakaja</b></div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Definisi dan Klasifikasi</div><div style="text-align: justify;"> Pakaja adalah alat penangkap ikan yang berbentuk silinder, dioperasikan dengan cara dihanyutkan dan dikhususkan untuk menangkap ikan terbang. Pakaja diklasifikasikan ke dalam kelompok perangkap dan penghadang (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan </div><div style="text-align: justify;"> Menurut Subani dan Barus (1989), bagian-bagian pakaja yaitu sebagai berikut.</div><div style="text-align: justify;">a) Badan (body), seperti rongga (berbentuk silinder) yang terbuat dari anyaman kayu atau bambu, berfungsi sebagai tempat target tangkapan terkurung; dan</div><div style="text-align: justify;">b) Mulut berbentuk lingkaran, merupakan lubang tempat masuknya ikan ke dalam pakaja.</div><div style="text-align: justify;">Pakaja termasuk bubu ukuran kecil, berbentuk silindris (panjang 0,75 m; diameter 0,4-0,5 m). Walaupun ukurannya kecil, namun pada penangkapan diatur dalam kelompok-kelompok yang kemudian dirangkaikan dengan kelompok-kelompok berikutnya, tetapi umumnya antara 20-30 buah, tergantung besar-kecilnya perahu/kapal yang digunakan. Pada sekeliling mulut pakaja diikatkan rumput laut atau “gusung/gosek” (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;">Parameter utama dari pakaja adalah ukuran mulut pakaja.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan</div><div style="text-align: justify;">3.1 Kapal </div><div style="text-align: justify;"> Perahu atau kapal kecil digunakan sebagai alat transportasi nelayan (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;">3.2 Nelayan</div><div style="text-align: justify;"> Untuk mengoperasikan pakaja diperlukan 2-3 orang nelayan, satu orang bertugas untuk mengemudikan perahu/kapal, sementara yang lain bertugas untuk mengoperasikan pakaja.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Metode Pengoperasian Alat</div><div style="text-align: justify;"> Adapun tahapan dalam pengoperasian pakaja ada tiga tahap, yaitu sebagai berikut (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;">Pada sekeliling mulut pakaja diikatkan rumput laut atau “gusung/gosek”. Pakaja disususun dalam 3 kelompok yang satu dengan yang lainnya berhubungan melalui tali penonda (drift line) dan penyusunan kelompok (contoh: misalnya ada ±20 buah bubu): 10 buah diikatkan pada ujung tali penonda terakhir, kelompok berikutnya terdiri dari 8 buah dan selanjutnya 4 buah lalu disambung dengan tali penonda yang langsung dihubungkan (diikat) dengan perahu penangkap dan diulur sampai antara 60-150 m. Kemudian pakaja dibiarkan selama beberapa jam dan untuk proses haulingnya dilakukan dengan menarik tali pada pakaja lalu mengangkat pakaja ke atas perahu.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Daerah Pengoperasian</div><div style="text-align: justify;"> Daerah pengoperasian pakaja adalah di perairan yang tidak terlalu dalam. Daerah distribusi pakaja yaitu Makassar (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Hasil Tangkapan </div><div style="text-align: justify;">Hasil tangkapan alat tangkap pakaja adalah ikan terbang (flying fish) (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Daftar Pustaka</div><div style="text-align: justify;">Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.</div>samsudinhttp://www.blogger.com/profile/12922736179006623275noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2027639587566774083.post-2972473425364683432011-02-10T03:19:00.000-08:002011-02-10T03:19:44.391-08:00alat tangkap lain-lain<div style="text-align: justify;"><a href="http://perikanantangkap.blogspot.com/"></a></div><div style="text-align: center;">ALAT TANGKAP LAIN-LAIN (OTHER OF FISHING GEARS)</div><div style="text-align: center;">Tempuling (Hand Harpoon For Whaling)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Definisi dan Klasifikasi</div><div style="text-align: justify;"> Tempuling adalah alat penangkap ikan yang terdiri dari tombak (tempuling) dan tali panjang (tali leo), didesain khusus untuk menangkap paus laut. Tempuling diklasifikasikan ke dalam alat tangkap lain-lain (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan</div><div style="text-align: justify;"> Tempuling terdiri dari tombak (tempuling) dengan panjang 48 cm dan mata tombak berukuran 24 cm yang terbuat dari besi, tali panjang (tali leo) yang diikatkan pada mata tombak tersebut dan bambu sepanjang 4 meter yang berfungsi sebagai alat bantu tikam yang terbuat dari kayu atau bambu (Hardianto 2008). Tempuling bertujuan untuk menjepit atau melukai target tangkapan (von Brandt 1984). Menurut kelompok kami, parameter utama dari tempuling adalah bentuk dan ukuran mata tempuling.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan</div><div style="text-align: justify;">3.1 Kapal</div><div style="text-align: justify;"> Perahu yang digunakan adalah perahu layar yang disebut dengan peledang. Perahu tersebut didesain tanpa penutup agar para awak kapal dapat memantau paus laut yang muncul kepermukaan (Hardianto 2008).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3.2 Nelayan</div><div style="text-align: justify;">Jumlah nelayan pada pengoperasian tempuling adalah 7 orang anak buah kapal yang bertugas untuk mengemudikan perahu dan satu orang juru tikam (belafaing/lamafa) yang bertugas untuk melemparkan tempuling paus laut (Hardianto 2008). </div><div style="text-align: justify;">3.3 Alat Bantu </div><div style="text-align: justify;"> Alat bantu pada pengoperasian tempuling adalah gancu yang berfungsi sebagai alat bantu penarik paus laut (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;">3.4 Umpan </div><div style="text-align: justify;"> Pengoperasian tempuling tidak menggunakan umpan karena tempuling ditombakkan langsung pada paus laut oleh juru tikam (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Metode Pengoperasian Alat</div><div style="text-align: justify;"> Adapun tahapan dalam pengoperasian tempuling ada empat tahap, yaitu sebagai berikut (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;">a) Tahap persiapan. Pada tahap ini, belafaing/lamafa/juru tikam mengamati tanda-tanda munculnya paus laut sementara peledang dikayuh mendekati paus laut secepatnya;</div><div style="text-align: justify;">b) Setting. Ketika peledang sudah dekat dengan paus laut, juru tikam mengangkat tempuling dan menombakkan tempuling ke tubuh paus laut, biasanya tikaman sampai empat kali atau bahkan lebih;</div><div style="text-align: justify;">c) Paus laut yang tertikam berusaha melarikan diri, sementara pembantaian terus dijalankan agar paus laut cepat mati;</div><div style="text-align: justify;">d) Hauling. Setelah paus laut mati, tempuling ditarik kembali kemudian paus tersebut ditarik mendekati peledang dan diseret ke pantai.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Daerah Pengoperasian </div><div style="text-align: justify;"> Daerah pengoperasian tempuling biasanya di permukaan perairan. Distribusi tempuling yaitu di desa Lamalera, Pulau Lembata (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Hasil Tangkapan </div><div style="text-align: justify;"> Hasil tangkapan tempuling adalah koteklemah (sperm whale, Physeter catodon), seguni (killer whale, Orcinus orca), temubela (short finned pilot whale, Globichepala macrorhyncha) dan pari hantu (big devil ray) (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Daftar Pustaka</div><div style="text-align: justify;">Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.</div><div style="text-align: justify;">Von Brandt A. 1984. Fish Catching Methods of the World. London: Fishing News Book.</div><div style="text-align: justify;">Hardianto N. 2008. Perburuan Paus di Lamalera. http://hardianto-taekwondo.blogspot.com/2008/12/perburuan-paus-di-lamalera.html. [8 Desember 2009]</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: center;">ALAT TANGKAP LAIN-LAIN (OTHER OF FISHING GEARS)</div><div style="text-align: center;">Cover Pot</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Definisi dan Klasifikasi</div><div style="text-align: justify;"> Cover pot adalah alat penangkap ikan yang terbuat dari anyaman bambu yang ujungnya meruncing, didesain berbentuk seperti sarang lebah yang terdapat bukaan pada bagian atasnya (von Brandt 1984). Cover pot termasuk falling gear (penangkapan dengan alat yang ditebarkan atau dijatuhkan dari atas) (von Brandt 1984). Cover pot diklasifikasikan ke dalam alat tangkap lain-lain (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan</div><div style="text-align: justify;"> Cover pot terbuat dari anyaman bambu yang ujungnya meruncing, didesain berbentuk seperti sarang lebah yang terdapat bukaan pada bagian atasnya (von Brandt 1984).</div><div style="text-align: justify;">Menurut kelompok kami, parameter utama dari cover pot adalah bukaan mulut cover pot.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan</div><div style="text-align: justify;">3.1 Kapal</div><div style="text-align: justify;"> Kapal tidak digunakan dalam pengoperasian cover pot karena metode pengoperasian cover pot sangat sederhana, yaitu menelungkupkan dan menancapkan cover pot ke daerah pengoperasian tempat sasaran tengkap berada (von Brandt 1984).</div><div style="text-align: justify;">3.2 Nelayan</div><div style="text-align: justify;"> Jumlah nelayan pada pengoperasian cover pot adalah satu orang yang bertugas menelungkupkan dan menancapkan cover pot ke daerah pengoperasian (von Brandt 1984).</div><div style="text-align: justify;">3.3 Alat Bantu </div><div style="text-align: justify;"> Tidak ada alat bantu karena metode pengoperasian cover pot hanya menelungkupkan dan menancapkan cover pot ke daerah pengoperasian (von Brandt 1984).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Metode Pengoperasian Alat</div><div style="text-align: justify;"> Metode pengoperasian cover pot sangat sederhana, yaitu dengan cara menelungkupkan cover pot pada sasaran sehingga sasaran tersebut terkurung rapat. Kemudian nelayan mengambil hasil tangkapan melalui mulut cover pot. Metode pengoperasian ini akan lebih efektif jika cover pot dioperasikan di air keruh dan berlumpur serta dilakukan oleh nelayan secara bersama-sama (von Brandt 1984).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Daerah Pengoperasian </div><div style="text-align: justify;"> Daerah pengoperasian cover pot biasanya di perairan air tawar yang dangkal dan banyak terdapat tanaman air. Distribusi cover pot yaitu di Kerala (India Selatan), Thailand, Asia Selatan, Afrika, Eropa Timur, Jerman, Melanesian (bagian Oceania), Rumania (von Brandt 1984).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Hasil Tangkapan </div><div style="text-align: justify;"> Hasil tangkapan cover pot adalah ikan gurame (Osphronemus gouramy), ikan gabus (Channa striata), ikan sepat (Trichogaster sp.), ikan mujair (Oreochromis mossambicus) dan ikan mas (Cyprinus carpio) (Materi Kuliah Metode Penangkapan Ikan 2009).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Daftar Pustaka</div><div style="text-align: justify;">Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.</div><div style="text-align: justify;">Von Brandt A. 1984. Fish Catching Methods of the World. London: Fishing News Book.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: center;">ALAT TANGKAP LAIN-LAIN (OTHER OF FISHING GEARS)</div><div style="text-align: center;">Panah (Arrow)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Definisi dan Klasifikasi</div><div style="text-align: justify;"> Panah adalah alat penangkap ikan yang terdiri tangkai panah dan mata panah yang ujungnya meruncing, dengan jumlah mata panah tiga jenis (mata satu, mata dua dan mata tiga), dioperasikan di perairan pantai dengan cara menombakkan panah ke target tangkapan. Panah diklasifikasikan ke dalam alat tangkap lain-lain (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan</div><div style="text-align: justify;"> Panah terdiri dari tangkai panah yang terbuat dari kayu atau bambu dan mata panah yang terbuat dari besi. Bentuk mata panah ada yang hanya satu, dua dan tiga (Subani dan Barus 1989). Panah bertujuan untuk menjepit atau melukai target tangkapan (von Brandt 1984). </div><div style="text-align: justify;">Menurut kelompok kami, parameter utama dari tempuling adalah bentuk mata panah.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan</div><div style="text-align: justify;">3.1 Kapal</div><div style="text-align: justify;"> Kapal yang digunakan adalah perahu kecil sebagai alat transportasi nelayan ke daerah pengoperasian panah (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;">3.2 Nelayan</div><div style="text-align: justify;"> Jumlah nelayan pada pengoperasian panah adalah dua orang, satu orang bertugas untuk mengemudikan perahu dan satu orang bertugas untuk mengoperasikan panah (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Metode Pengoperasian Alat</div><div style="text-align: justify;"> Metode pengoperasian panah sangat sederhana. Setelah nelayan berada di fishing ground, nelayan menombakkan atau menancapkan panah ke target tangkapan (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Daerah Pengoperasian </div><div style="text-align: justify;"> Daerah pengoperasian panah biasanya di perairan pantai. Distribusi panah yaitu di Merauke, Cegat, Kaimana, Fak-fak, Monokwari, Sorong, Kepulauan Kai-Aru, Kepulauan Tanimbar (Irian Jaya) (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Hasil Tangkapan </div><div style="text-align: justify;"> Hasil tangkapan panah adalah jenis-jenis sumberdaya perikanan pantai, yaitu: biang-biang (Setipinna spp), bulu ayam (Engraulis spp), kasihmadu (Kurtus indicus), nomei (Harpodon spp), gulamah (Sciena spp), puput, matalebo (Pellona spp), bawal putih (Pampus argenteus), tenggiri (Scomberomorus spp), mayung (Arius spp), jenis-jenis udang, golok-golok (Chirosenrus spp), beloso (Saurida spp), pari (Rays) (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Daftar Pustaka</div><div style="text-align: justify;">Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.</div><div style="text-align: justify;">Von Brandt A. 1984. Fish Catching Methods of the World. London: Fishing News Book.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div>samsudinhttp://www.blogger.com/profile/12922736179006623275noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2027639587566774083.post-82174826503351476602011-02-10T03:14:00.000-08:002011-02-10T03:33:29.890-08:00alat pengumpul ladung kima<div style="text-align: justify;"><a href="http://perikanantangkap.blogspot.com/"></a></div><div style="text-align: center;">ALAT PENGUMPUL</div><div style="text-align: center;">Ladung Kima (Hanging Spears)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Definisi dan Klasifikasi</div><div style="text-align: justify;"> Ladung kima adalah alat tangkap yang didesain khusus untuk menangkap kima, terdiri dari pemberat yang bagian bawahnya diberi mata ladung atau kadang tanpa dilengkapi mata ladung. Pada prinsipnya, ladung kima terdiri dari jari-jari yang ujungnya melengkung dan lancip yang fungsinya untuk mencengkeram. Ladung kima diklasifikasikan ke dalam alat pengumpul (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan</div><div style="text-align: justify;"> Ladung kima bertujuan untuk menjepit atau melukai target tangkapan, terdiri dari 3 bagian utama, yaitu pemberat, penjepit (gigi) dan tali penarik. Pada umumnya, ladung kima memiliki pemberat yang terbuat dari kayu, cor-coran semen atau besi berbentuk empat persegi yang pada keempat sudutnya terdapat jari-jari/kaki/sepit (dari besi) yang ujungnya melengkung dan lancip, berfungsi untuk membuat ladung kima tenggelam. Selain itu, pemberat juga berfungsi untuk membuka dan memperkecil cakupan pencengkeraman. Penjepit terbuat dari besi, dengan panjang jari-jari/kaki/sepit ± 30 cm, berfungsi untuk menjepit target tangkapan. Tali penarik berfungsi untuk menarik ladung yang telah dijatuhkan ke dalam perairan dan untuk menggerakkan penjepit jika tali penarik dikencangkan. Parameter utama dari ladung kima adalah mata ladung (Copland 1988).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan</div><div style="text-align: justify;">3.1 Kapal</div><div style="text-align: justify;"> Perahu layar digunakan sebagai alat transportasi nelayan ke fishing ground (daerah penangkapan) (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;">3.2 Nelayan</div><div style="text-align: justify;"> Jumlah nelayan yaitu 2 orang nelayan, satu orang bertugas untuk mencari ladung kima dengan bantuan teropong air dan satu orang bertugas untuk mengoperasikan ladung kima (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;">3.3 Alat Bantu </div><div style="text-align: justify;"> Alat bantu yaitu teropong air yang berfungi untuk membantu nelayan melihat dan mencari ladung kima di dalam air (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;">3.4 Umpan </div><div style="text-align: justify;"> Pengoperasian ladung kima tidak menggunakan umpan karena ladung kima dijatuhkan langsung pada kima (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Metode Pengoperasian Alat</div><div style="text-align: justify;"> Pengoperasian ladung kima dilakukan dengan cara menjatuhkan ladung kima pada kima (giant clams) yang sedang menganga (cangkangnya terbuka). Ketika kima tersentuk penjepit (benda keras), secara otomatis kima akan mengatupkan cangkangnya yang dalam hal ini berarti kima tertangkap karena cengkeraman yang kuat dari katupan cangkangnya. Setelah kima tertangkap, tali penarik ditarik untuk mengangkat ladung kima dari perairan (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Daerah Pengoperasian </div><div style="text-align: justify;"> Daerah pengoperasian ladung kima umumnya di perairan dangkal berpasir yang jernih, dengan kedalaman 18-20 m, berjarak sekitar 1 km dari pantai (Copland 1988). Distribusi ladung kima yaitu di Nusa Tenggara Barat (Teluk Waworada, Teluk Sapek, Teluk Saleh, Teluk Bima dan Kepulauan Komodo) (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Hasil Tangkapan </div><div style="text-align: justify;"> Hasil tangkapan ladung kima adalah kima (giant clams), batu laga (green snails), kepala kambing (cassis) dan lola (trochus) (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;">Daftar Pustaka</div><div style="text-align: justify;">Copland JW dan Lucas JS (eds). 1988. Giant Clams in Asia and the Pacifik. Australian Centre of International Agricultural Research. Canberra. 274.</div><div style="text-align: justify;">Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: center;">ALAT PENGUMPUL</div><div style="text-align: center;">Ladung Teripang (Sea Cucumber Hanging Harpoon)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Definisi dan Klasifikasi</div><div style="text-align: justify;"> Ladung teripang adalah alat tangkap yang didesain khusus untuk menangkap teripang, terdiri dari pemberat yang bagian bawahnya diberi mata ladung (mata tombak) berkait balik yang dipasang menetap. Ladung teripang diklasifikasikan ke dalam alat pengumpul (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan</div><div style="text-align: justify;"> Ladung teripang bertujuan untuk menjepit atau melukai target tangkapan, terdiri dari 4 bagian utama, yaitu pemberat, tangkai pemberat, mata ladung dan tali gantung. Pada umumnya, ladung teripang memiliki pemberat yang terbuat dari kayu atau besi berbentuk segitiga yang pada bagian tengahnya terdapat tangkai pemberat terbuat dari besi dengan panjang 30-50 cm, berfungsi untuk membuat ladung teripang tenggelam. Selain itu, pemberat juga berfungsi untuk membuka dan memperkecil cakupan pencengkeraman. Mata ladung (mata tombak) berkait balik terbuat dari besi, berfungsi untuk menjepit target tangkapan. Tali gantung berfungsi untuk menarik ladung yang telah dijatuhkan ke dalam perairan. Panjang tali tergantung dari kedalaman air dan sasaran yang akan ditangkap. Parameter utama dari ladung teripang adalah mata ladung (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan</div><div style="text-align: justify;">3.1 Kapal</div><div style="text-align: justify;"> Perahu layar digunakan sebagai alat transportasi nelayan ke fishing ground (daerah penangkapan) (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;">3.2 Nelayan</div><div style="text-align: justify;"> Jumlah nelayan pada pengoperasian ladung teripang adalah 2 orang nelayan, satu orang bertugas untuk mengemudikan perahu dan satu orang bertugas untuk mengoperasikan ladung teripang (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;">3.3 Umpan </div><div style="text-align: justify;"> Pengoperasian ladung teripang tidak menggunakan umpan karena ladung teripang dijatuhkan langsung pada target tangkapan (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Metode Pengoperasian Alat</div><div style="text-align: justify;"> Pengoperasian ladung teripang dilakukan dengan cara menjatuhkan ladung teripang pada teripang. Setelah teripang tertangkap (terjepit), tali gantung ditarik untuk mengangkat ladung teripang dari perairan (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Daerah Pengoperasian </div><div style="text-align: justify;"> Daerah pengoperasian ladung teripang umumnya di perairan dangkal berpasir. Distribusi ladung teripang yaitu di Kepulauan Masalima, Kepulauan Spermonde dan Kepulauan Sapeken (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Hasil Tangkapan </div><div style="text-align: justify;"> Hasil tangkapan ladung teripang adalah teripang (sea cucumber) (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Daftar Pustaka</div><div style="text-align: justify;">Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: center;">ALAT PENGUMPUL</div><div style="text-align: center;">Alat Pengumpul Kerang</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Definisi dan Klasifikasi</div><div style="text-align: justify;"> Alat pengumpul kerang adalah alat tangkap yang didesain khusus untuk mengumpulkan kerang, terdiri dari kantong yang di bagian mulutnya diberi bingkai besi berbentuk segitiga sama sisi. Alat pengumpul kerang diklasifikasikan ke dalam alat pengumpul (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan</div><div style="text-align: justify;"> Konstruksi dan ukuran bagian-bagian penggaruk kerang menurut Siagian (2002) yaitu sebagai berikut.</div><div style="text-align: justify;">a) Mulut raga, di bagian ini diberi bingkai dari besi berbentuk segitiga sama sisi dengan ukuran ketiga sisinya 80 cm x 80 cm x 80 cm;</div><div style="text-align: justify;">b) Kantong, dibentuk dari anyaman kawat, bagian ujungnya berbentuk agak membulat, berfungsi sebagai tempat kerang ditangkap;</div><div style="text-align: justify;">c) Gigi raga, terbuat dari bahan besi (gigi garuk) di bagian bawah bingkai;</div><div style="text-align: justify;">d) Lempengan besi yang mengelilingi mulut garuk, merupakan penghubung antara mulut bingkai dengan anyaman kawat dengan ukuran 2,5 cm;</div><div style="text-align: justify;">e) Tangkai yang terbuat dari bambu dengan panjang 4-5 m yang digunakan oleh nelayan saat mengangkat kerang yang tertangkap.</div><div style="text-align: justify;">Menurut kelompok kami, prameter utama dari alat pengumpul kerang adalah konstruksi dan ukuran bingkai.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan</div><div style="text-align: justify;">3.1 Kapal</div><div style="text-align: justify;"> Perahu yang digunakan adalah perahu tanpa motor terbuat dari kayu dengan panjang 5-8 m yang digunakan sebagai alat transportasi nelayan dan sebagai penarik alat pengumpul kerang (Siagian 2002).</div><div style="text-align: justify;">3.2 Nelayan</div><div style="text-align: justify;"> Jumlah nelayan yaitu 2-3 orang nelayan, satu orang bertugas sebagai juru kemudi, satu orang bertugas untuk menurunkan garuk pada saat setting dan satu orang bertugas untuk menyortir kerang hasil tangkapan dan memasukkan kerang hasil tangkapan ke dalam keranjang (Siagian 2002).</div><div style="text-align: justify;">3.3 Alat Bantu </div><div style="text-align: justify;"> Alat bantu pada pengoperasian alat pengumpul kerang adalah gulungan (roller) untuk membantu penarikan alat pengumpul kerang (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Metode Pengoperasian Alat</div><div style="text-align: justify;"> Pengoperasian alat pengumpul kerang dilakukan dengan perahu sebagai alat penarik, umumnya dilakukan pada siang hari. Cara pengoperasiannya yaitu menurunkan 2-6 alat pengumpul kerang sekaligus dari sisi kiri/kanan perahu kemudian ditarik menelusuri dasar perairan menggunakan tali panjang (300-500 m) yang salah satu ujungnya diikat pada patok (tiang pancang atau jangkar). Untuk membantu penarikan, digunakan alat bantu berupa penggulung (roller). Setiap kali pada jarak tertentu, alat pengumpul kerang diangkat ke atas perahu untuk pengambilan hasil tangkapan. Hal ini terus dilakukan sampai tali habis tergulung, artinya telah dilakukan beberapa kali pengangkatan alat pengumpul kerang (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Daerah Pengoperasian </div><div style="text-align: justify;"> Daerah pengoperasian alat pengumpul kerang adalah di dasar perairan. Distribusi alat pengumpul kerang yaitu di Jakarta (Kamal), Tanjung Balai Asahan dan beberapa tempat di pantai utara Jawa (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Hasil Tangkapan </div><div style="text-align: justify;"> Hasil tangkapan alat pengumpul kerang adalah kerang darah (Anadara granosa) dan kerang bulu (Anadara inflata) (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Daftar Pustaka</div><div style="text-align: justify;">Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.</div><div style="text-align: justify;">Siagian SF. 2002. Analisis Hasil Tangkapan Kerang Menggunakan Penggaruk Kerang Dregde Gear dan Kemungkinan Bentuk Pengembangan Produksi Hasil Tangkapan di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Skripsi [tidak dipublikasikan]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 104 hal.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: center;">ALAT PENGUMPUL</div><div style="text-align: center;">Alat Pengumpul Rumput Laut</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Definisi dan Klasifikasi</div><div style="text-align: justify;"> Alat pengumpul rumput laut adalah alat tangkap yang didesain khusus untuk mengumpulkan rumput laut, terdiri dari tongkat dengan dua buah pengait pada ujungnya (Taufiq 2009). Alat pengumpul rumput laut diklasifikasikan ke dalam alat pengumpul (Taufiq 2009).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan</div><div style="text-align: justify;"> Alat pengumpul rumput laut terdiri dari tongkat sebagai tangkai yang terbuat dari kayu atau bambu. Pada ujung tongkat terdapat dua buah pengait yang terbuat dari besi, berfungsi untuk mengumpulkan rumput laut (Taufiq 2009). Menurut kelompok kami, parameter utama dari alat pengumpul rumput laut adalah dua buah pengait yang berada di ujung alat pengumpul rumput laut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan</div><div style="text-align: justify;">3.1 Kapal</div><div style="text-align: justify;"> Perahu layar digunakan sebagai alat transportasi nelayan ke fishing ground (daerah penangkapan) (Taufiq 2009).</div><div style="text-align: justify;">3.2 Nelayan</div><div style="text-align: justify;"> Jumlah nelayan yaitu 2 orang nelayan, satu orang bertugas sebagai juru kemudi dan satu orang bertugas untuk mengoperasikan alat pengumpul rumput laut (Taufiq 2009).</div><div style="text-align: justify;">3.3 Alat Bantu </div><div style="text-align: justify;"> Alat bantu yaitu wadah yang terbuat dari anyaman bambu untuk menyimpan rumput laut yang telah terkumpul (Taufiq 2009).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Metode Pengoperasian Alat</div><div style="text-align: justify;"> Pengoperasian alat pengumpul rumput laut dilakukan dengan cara diturunkan ke dalam perairan yang banyak rumput lautnya. Kemudian tongkat atau tangkai diputar sehingga rumput laut terbelit pada pengait. Setelah itu, tongkat atau tangkai diangkat ke atas perahu dan rumput laut yang telah terkumpul diambil dari pengait dan dimasukkan ke dalam wadah yang terbuat dari bambu (Taufiq 2009).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Daerah Pengoperasian </div><div style="text-align: justify;"> Daerah pengoperasian alat pengumpul rumput laut adalah di perairan dangkal dengan kedalaman 3-5 m.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Hasil Tangkapan </div><div style="text-align: justify;"> Hasil tangkapan alat pengumpul rumput laut adalah rumput laut yang biasa dikenal dengan nama Echeuma Cotonii, Gracilaria sp (Taufiq 2009).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Daftar Pustaka</div><div style="text-align: justify;">Taufiq. 2009. Alat penangkap lain-lain. http://fiqrin.files.wordpress.com. [16 Desember 2009].</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div>samsudinhttp://www.blogger.com/profile/12922736179006623275noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2027639587566774083.post-39606703110747500262011-02-10T03:07:00.000-08:002011-02-10T03:07:26.073-08:00muroami<div style="text-align: justify;"><a href="http://perikanantagkap.blogspot.com/"></a></div><div style="text-align: center;">Alat Tangkap Dengan Penggiring</div><div style="text-align: center;">MUROAMI</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Definisi dan Klasifikasi</div><div style="text-align: justify;"> Muroami berasal dari bahasa jepang “muro” dan “ami”. Ami artinya jaring sedangkan muro ádalah sebangsa ikan carangidae. Didaearah Makasar para nelayan menyebutnya sebagai “pukat rapo-rapo” yaitu jaring yang digunakan untuk menangkap ikan ekor kuning (Suban dan Barus 1989). Berdasarkan klasifikasi alat tangkap menurut Von Brandt (1984) muroami termasuk dalam drive-in-ne. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Konstruksi Alat Penangkapan Ikan</div><div style="text-align: justify;"> Kontruksi muroami terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut :</div><div style="text-align: justify;">a. Bagian jaring, yang terdiri dari kaki panjang, kaki pendek, dan kantong (dengan ukuran kantong cukup besar dan dapat memuat 3 ton ikan).</div><div style="text-align: justify;">b. Pelampung, terdiri dari pelampung-pelampung kecil yang berada pada tali ris atas dari kaki, yang merupakan pelampung tetap. Juga terdapat pelampung dari bola gelas dan bambu yang biasanya hanya digunakan pada saat oprasi penangkapan. </div><div style="text-align: justify;">c. Pemberat, terdapat pada bagian bawah kaki (ris bawah) dan bagain bawah mulut kantong (bibir bawah) yang terbuat dari batu. Pada waktu jaring digunakan, pada bagian depan kaki masih dilengkapi jangkar. (subani 1989 dan gunarso 1985).</div><div style="text-align: justify;">Parameter utama dalam alat ini adalah terdapat kantang tempat ikan tertangkap. Semakin besar kantong maka akan semakin banyak ikan yang dihasilkan dalam penangkapan. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan</div><div style="text-align: justify;">3.1 Kapal</div><div style="text-align: justify;"> Dalam pengoprasian muroami diperlukan 3-5 buah perahu, dimana sebuah perahu diantaranya berfungsi untuk membawa kantong, dan dua perahu lainnya untuk membawa sayap/kaki jaring masing-masing satu buah. Adapun dua buah perahu lainnya untuk membawa atau mengantar tenaga-tenaga penggiring (penghalau) ikan ke temapt dimana ikan berada. .(Ribka ruji raspati 2008).</div><div style="text-align: justify;">3.2 Nelayan</div><div style="text-align: justify;"> Jumlah nelayan yang mengoprasikan muroami antara 20-24 orang. Seorang diantaranya berperan sebagai fishing master yang disebut tonas dan bertugas untuk memimpin jalannya penangkapan dan seorang sebagai penjaga atau pemegang kedua ujung kantong bila nanti jaring telah dipasang. Satu atau dua orang sebagai penjaga kantong bagian belakang. Empat sampai enam orang sebagai tukang penyelam, dan yang lain adalah sebagai pengusir ikan yang akan ditangkap (Subani dan barus 1989).</div><div style="text-align: justify;">3.3 Alat bantu</div><div style="text-align: justify;"> Alat bantu yang digunakan dalam pengoprasian alat tangkap ini diantaranya adalah selang sepanjang 100 meter, mesin kompresor sebagai penyuplai udara melalui selang penyelam, serok untuk memindahkan hasil tangkapan dari kantong setelah hauling kedalam palkah. keranjang plastik untuk menyimpan hasil tangkapan, serta peralatan penyelamatan yang dipakai oleh penyelam seperti sepatu, masker, dan regulator atau morfis. (Ribka ruji raspati 2008).</div><div style="text-align: justify;">Selain itu alat bantu yang digunakan adalah Penggiring, terbuat dari tali yang panjangnya kurang lebih 25 m yang pada salah satu ujungnya diikatkan pelampung bambu, sedangkan ujung lainnya diikatkan gelang-gelang besi atau disebut ”kecrek”. Pada sepanjang tali ini juga dilengkapi dengan daun nyiur atau kain putih. Jumlah alat penggiring ini disesuaikan dengan jumlah nelayan yang nantinya bertugas sebagai penggiring kerah jaring atau memaksa ikan meninggalkan tempat persembunyiannya. ubani 1989 dan gunarso (1985).</div><div style="text-align: justify;">3.4. Umpan </div><div style="text-align: justify;"> Jenis alat tangkap ini tidak menggunakan umpan karena pengoprasiannya dengan cara menggirng ikan hingga masuk ke dalam jaring kantong.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Metode Pengoperasian Alat</div><div style="text-align: justify;"> Menurut Subani dan Barus 1989 proses pengoprasian muroami adalah sebagai berikut :</div><div style="text-align: justify;">a. Mengetahui dan dapat memperkirakan adanya kawanan ikan yang dilakukan oleh beberapa nelayan dengan cara menyelam dengan menggunakan kacamata air. </div><div style="text-align: justify;">b. Menngetahui keadaan arus air antara lain kemungkinan adanya arus atas dan bawah serta mengenai kekuatan arus. Kekuatan arus skala sedang adalah yang paling baik untuk pemasangan atau penanaman jaring.</div><div style="text-align: justify;">c. Pemasangan jaring delakukan demikian rupa sehingga membentuk huruf Vdan letak ujung depan kaki yang pendek harus berada di tempat dangkal dimana karang berada, sedangkan ujung kaki panjang diletakkan ditempat dalam.</div><div style="text-align: justify;">d. Penggiringan segera dilakukan setelah pemasangan kantong yaitu dengan mengambil tempat anatara ¼-1/3 dari bagian ujung kaki yang belakang. </div><div style="text-align: justify;">Muroami umumnya dioprasikan satu hari atau one day fishing. Satu unit penangkapan muroami rata-rata melakukan 2-3 kali setting dalam satu hari penangkapan. Muroami biasanya berangkat sekitar pukul 6-7 pagi, satu jam setelah pemberangkatan penyelam mengamati daerah penangkapan dimana muroami akan dioprasikan. Setelah mendaptkan lokasi, kapal yang memuat jaring dan palkah mulai menempatkan jangkar, kemudian para penyelam memasang jaring pelari dan jaring kantong pada kedalaman sekitar 5 hingga 35 m. Proses ini memakan waktu sekitar 40 menit. Faktor yang cukup penting dalam pengoprasian muroami adalah arus yang membantu jaring kantong dapat terbuka secara sempurna. Penyelam naik kekapal yang memuat kompresor hookah setelah pemasangan jaring selesai dan bersiap melakukan penyelaman tahap kedua. Tahap ini termasuk di dalamnya adalah proses penggiringan. Lama waktu penggiringan sangat bervariasi antara 10-40 menit, pada selang kedalamanya 5-35 m. Interval waktu antara penyelaman cukup pendek, sekitar 10 menit. Penyelam mengangkat jaring kantong ke permukaan secepat mungkin, setelah ikan digiring kedalam jaring kantong. Kemudian penyelam kembali masuk kedalam perairan untuk jaring pelari. Proses pelepasan jaring pelari ini biasanya memakan waktu sekitar 20 menit. (Ribka ruji raspati 2008).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Daerah Pengoprasian </div><div style="text-align: justify;"> Simbolon (2005) diacu dalam Sondita dan Solihin (2006) menyatakan bahwa daerah penangkapan ikan adalah wilayah perairan tempat berkumpulnya ikan, dimana oprasi penangkapan dapat dilakukan dengan alat tangkap tertentu secara produktif dan menguntungkan. Daerah penangkapan ikan dengan menggunakan alat penangkap muroami adalah di perairan karang pada kedalamnan anatara 10-25 m yang letak dasar lautnya tidak terlalau miring. Berdasarkan penelitian Marnane et al (2004), jaring muroami dipasang di sekitar terumbu karang dengan kedalaman sekitar 10 hingga 20 m dan penyelam memulai penggiringan pada kisaran 5 hingga 35 m. Menurut Subani Dan Barus (1989) muroami dioprasikan di daerah jakarta (Kep. Seribu), Sulawesi Selatan (Kep. Spermende), Kep. Sapeken, dan lombok. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Hasil Tangkapan </div><div style="text-align: justify;"> Hasil tangkapan utama dari alat tangkap ini adalah ikan ekor kuning (Caesio cuning). Selain ikan tersebut alat ini juga menangkap jenis ikan karang lainnya yang merupakan hasil tangkapan sampingan seperti ikan penjalu (Caesio coerulaureus), pisang-pisang (C.Chrysononus), sunglir (Elagatis bipinnulatus), selar kuning (Caranx leptolepis), dan kuwe macan (Caranx spp.) (Subani dan Barus 1989). </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Daftar Pustaka</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Subani,W dan H.R. Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia Jurnal Penelitian Perikanan Laut Nomor : 50 Tahun 1988/1989. Edisi Khusus. Jakarta : Balai Penelitian Perikanan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Raspati, ribka puji, M.P.B.R.2008 Pengkajian Hasil Tangkapan Muroami di Kepulauan Seribu [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">[Anonim].2007. Kelengkapan Alat Muroami.(terhubung berkala. Http//:www. kelengkapan alat.htm. (10 Oktober 2009).</div>samsudinhttp://www.blogger.com/profile/12922736179006623275noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2027639587566774083.post-2528111318585704752011-02-10T03:02:00.000-08:002011-02-10T03:02:44.931-08:00purse seine<div style="text-align: justify;"><a href="http://perikanantangkap.blogspot.com/"></a></div><div style="text-align: center;"><i>Purse Seine</i></div><div style="text-align: center;">Pukat Cincin</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Definisi dan Klasifikasi</div><div style="text-align: justify;"> Purse seine adalah alat penangkapan ikan yang berbentuk kantong dilengkapi dengan cincin dan tali purse line yang terletak dibawah tali ris bawah berfungsi menyatukan bagian bawah jaring sewaktu operasi dengan cara menarik tali purse line tersebut sehingga jaring membentuk kantung. Alat penangkapan ikan purse seine ini termasuk ke dalam klasifikasi pukat kantong (Nedelec, 2000).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Konstruksi Alat Penangkapan Ikan</div><div style="text-align: justify;"> Alat tangkap purse seine ini tersusun atas beberapa bagian yaitu badan jaring dan tali temali . Konstruksi dari bagian-bagian tersebut adalah bagian jaring, nama bagian jaring ini belum mantap tapi ada yang membagi menjadi 2 bagian yaitu “bagian tengah” dan “jampang”. Namun yang jelas badan jaring terdiri dari 3 bagian yaitu: jaring utama, bahan nilon 210 D/9 #1”. Jaring sayap, bahan dari nilon 210 D/6 #1”, dan jaring kantong, nilon #3/4”. Srampatan (selvedge), dipasang pada bagian pinggiran jaring yang fungsinya untuk memperkuat jaring pada waktu dioperasikan terutama pada waktu penarikan jaring. Bagian ini langsung dihubungkan dengan tali temali. Srampatan (selvedge) dipasang pada bagian atas, bawah, dan samping dengan bahan dan ukuran mata yang sama, yakni PE 380 (12, #1”). Sebanyak 20,25 dan 20 mata. </div><div style="text-align: justify;"> Bagian yang lainnya yaitu tali temali dengan konstruksinya yaitu : tali pelampung dengan bahan PE Ø 10mm, panjang 420m, tali ris atas dengan bahan PE Ø 6mm dan 8mm, panjang 420m. Lalu tali ris bawah dengan bahan PE Ø 6mm dan 8mm, panjang 450m, tali pemberat dengan bahan PE Ø 10mm, panjang 450m, tali kolor bahan dengan bahan kuralon Ø 26mm, panjang 500m, dan yang terakhir tali slambar dengan bahan PE Ø 27mm, panjang bagian kanan 38m dan kiri 15m.</div><div style="text-align: justify;">Bagian yang lain yaitu pelampung, ada dua pelampung dengan dua bahan yang sama yakni synthetic rubber. Pelampung Y-50 dipasang dipinggir kiri dan kanan 600 buah dan pelampung Y-80 dipasang di tengah sebanyak 400 buah. Pelampung yang dipasang di bagian tengah lebih rapat dibanding dengan bagian pinggir.</div><div style="text-align: justify;"> Kemudian ada pemberat yang terbuat dari timah hitam sebanyak 700 buah dipasang pada tali pemberat. Dan cincin yang terbuat dari besi dengan diameter lubang 11,5cm, digantungkan pada tali pemberat dengan seutas tali yang panjangnya 1m dengan jarak 3m setiap cincin. Kedalam cincin ini dilakukan tali kolor (purse line). Parameter utama dari alat tangkap purse seine ini adalah dari ukuran mata jaring dan ketepatan penggunaan bahan pembuat alat tersebut (Nedelec, 2000). Gambar alat tangkap ada pada lampiran.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Kelengkapan dalam unit Penangkapan Ikan </div><div style="text-align: justify;">3.1 Kapal</div><div style="text-align: justify;"> Pengoperasian alat tangkap ini dibutuhkan unit penangkapan yaitu berupa kapal. Kapal ini berfungsi ketika pengoperasian yaitu untuk melingkarkan jaring pada gerombolan ikan. Kapal yang digunakan yaitu jenis kapal purse seine yang biasanya kapal ini terbuat dari bahan kayu. Untuk ukuran kapal ini cukup relatif tergantung dari skala penangkapan mulai dari yang ukurannya kecil antara 10-30 GT dengan kekuatan mesin 20 HP, ukuran sedang antara 30-50 GT dengan kekuatan mesin 120 HP, hingga ukuran yang besar 50-100 GT dengan kekuatan mesin 300-360 HP (Ayodyoa, 1975).</div><div style="text-align: justify;">3.2 Nelayan</div><div style="text-align: justify;"> Unit penangkapan ikan salah satunya adalah nelayan dan ini hal yang paling penting. Dalam pengoperasian alat ini jumlah nelayan yang dibutuhkan sebanyak 4 sampai 10 orang tergantung dari skala penangkapannya. Pembagian tugas dari masing-masing ABK yaitu satu orang sebagai navigator, satu orang sebagai pengemudi kapal, satu orang sebagai kapten dan sisanya sebagai pengoperasi alat tangkap tersebut (Subani dan Barus, 1989).</div><div style="text-align: justify;">3.3 Alat bantu</div><div style="text-align: justify;"> Untuk pengoperasian alat tangkap purse seine ini alat bantu yang sering digunakan adalah rumpon dan lampu. Rumpon digunakan pada saat pengoperasian siang hari, biasanya rumpon ini sudah dipasang sebelumnya. Rumpon diletakkan pada tengah-tengah untuk mengumpulkan ikan lalu alat tangkap utama yang mengelilinginya. Sedangkan lampu digunakan pada saat pengoperasian malam hari, fungsinya sama seperti rumpon yaitu sebagai pengumpul ikan. Biasanya nelayan menggunakan sumber lampu ini dari oncor atau obor, petromaks, dan lampu listrik (penggunaannya masih sangat terbatas hanya untuk usaha penangkapan sebagian dari perikanan industri) (Subani dan Barus, 1989). </div><div style="text-align: justify;">3.4 Umpan</div><div style="text-align: justify;"> Pengoperasian alat tangkap purse seine ini tidak menggunakan umpan karena kami tidak menemukan sumber pustaka yang menyatakan hal tersebut. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Metode Pengoperasian Alat</div><div style="text-align: justify;"> Pada umumnya jaring dipasang dari bagian belakang kapal (buritan) tetapi ada juga yang menggunakan samping kapal. Tahapan operasi penangkapan dengan alat purse seine sama seperti proses penangkapan dengan alat lainnya yaitu persiapan, setting, hauling dan memindahkan hasil tangkapan. Urutan operasi dapat digambarkan sebagai berikut : </div><div style="text-align: justify;"> Pertama-tama haruslah diketemukan gerombolan ikan terlebih dahulu. Ini dapat dilakukan berdasarkan pengalaman-pengalaman, seperti adanya perubahan warna permukaan air laut karena gerombolan ikan berenang dekat dengan permukaan air, ikan-ikan yang melompat di permukaan terlihat riak-riak kecil karena gerombolan ikan berenang dekat permukaan. Buih-buih di permukaan laut akibat udara-udara yang dikeluarkan ikan, burung-burung yang menukik dan menyambar-nyambar permukaan laut dan sebagainya. Hal-hal tersebut diatas biasanya terjadi pada dini hari sebelum matahari keluar atau senja hari setelah matahari terbenam disaat-saat mana gerombolan ikan-ikan teraktif untuk naik ke permukaan laut. Tetapi dewasa ini dengan adanya berbagai alat bantu seperti fish finder waktu operasi pun tidak lagi terbatas pada dini hari atau senja hari, siang hari pun jika gerombolan ikan diketemukan segera jaring dipasang.</div><div style="text-align: justify;"> Pada operasi malam hari, mengumpulkan / menaikkan ikan ke permukaan laut dilakukan dengan menggunakan cahaya. Biasanya dengan fish finder bisa diketahui depth dari gerombolan ikan, juga besar dan densitasnya. Setelah posisi ini tertentu barulah lampu dinyalakan (ligth intesity) yang digunakan berbeda-beda tergantung pada besarnya kapal, kapasitas sumber cahaya. Juga pada sifat phototakxisnya ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Setelah fishing shoal diketemukan perlu diketahui pula swimming direction, swimming speed, density ; hal-hal ini perlu dipertimbangkan lalu diperhitungkan pula arah, kekuatan, kecepatan angin, dan arus, sesudah hal-hal diatas diperhitungkan barulah jaring dipasang. Penentuan keputusan ini harus dengan cepat, mengingat bahwa ikan yang menjadi tujuan terus dalam keadaan bergerak, baik oleh kehendaknya sendiri maupun akibat dari bunyi-bunyi kapal, jaring yang dijatuhkan dan lain sebagainya. Tidak boleh luput pula dari perhitungan ialah keadaan dasar perairan, dengan dugaan bahwa ikan-ikan yang terkepung berusaha melarikan diri mencari tempat aman (pada umumnya tempat dengan depth yang lebih besar) yang dengan demikian arah perentangan jaring harus pula menghadang ikan-ikan yang terkepung dalam keadaan kemungkinan ikan-ikan tersebut melarikan diri ke depth lebih dalam. </div><div style="text-align: justify;"> Dalam waktu melingkari gerombolan ikan kapal dijalankan cepat dengan tujuan supaya gerombolan ikan segera terkepung. Setelah selesai mulailah purse seine ditarik yang dengan demikian bagian bawah jaring akan tertutup. Melingkari gerombolan ikan dengan jaring adalah dengan tujuan supaya ikan-ikan jangan dapat melarikan diri dalam arah horisontal. Sedang dengan menarik purse line adalah untuk mencegah ikan-ikan supaya ikan-ikan jangan dapat melarikan diri ke bawah. Antara dua tepi jaring sering tidak dapat tertutup rapat, sehingga memungkinkan menjadi tempat ikan untuk melarikan diri. Untuk mencegah hal ini, dipakailah galah, memukul-mukul permukaan air dan lain sebagainya. Setelah purse line selesai ditarik, barulah float line serta tubuh jaring (wing) dan ikan-ikan yang terkumpul dipindahkan ke atas kapal. Lama pengoperasian alat ini tidak lebih dari 30 menit hal ini dilakukan karena ikan yang bergerombol harus segera dilingkari jaring lalu ditangkap. Jika terlalu lama maka peluang keberhasilan mendapatkan ikan yang banyak sangat kecil (Nedelec, 2000).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Daerah Pengoperasian</div><div style="text-align: justify;"> Purse seine dapat digunakan pada fishing ground dengan kondisi yang a spring layer of water temperature adalah areal permukaan laut, jumlah ikan berlimpah dan bergerombol pada area permukaan air dan kondisi laut dalam keadaan bagus dan tenang. Kedalaman perairan yang dapat di operasiakan alat purse seine yaitu 15m-50m dari permukaan laut tergantung besarnya alat tangkap tersebut. Purse seine banyak dioperasiakan di pantai utara Jawa / Jakarta, cirebon, Juwana dan pantai selatan Jawa Cilacap dan Prigi (Subani dan Barus, 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Hasil Tangkapan</div><div style="text-align: justify;"> Ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan dari purse seine adalah ikan-ikan yang “Pelagic Shoaling Species”, yang berarti ikan-ikan tersebut haruslah membentuk shoal (gerombolan), berada dekat dengan permukaan air sea surface dan sangatlah diharapkan pula agar densitas shoal itu tinggi, yang berarti jarak antara ikan dangan ikan lainnya haruslah sedekat mungkin. Dengan kata lain dapat juga dikatakan per satuan volume hendaklah jumlah individu ikan sebanyak mungkin. Hal ini dapat dipikirkan sehubungan dengan volume yang terbentuk oleh jaring (panjang dan lebar) yang dipergunakan. Jenis ikan yang ditangkap dengan purse seine terutama di daerah Jawa dan sekitarnya adalah : Layang (Decapterus sp), bentang, kembung (Rastrehinger sp) lemuru (Sardinella sp), slengseng, cumi-cumi (Loligo sp) dan lain-lain (Subani dan Barus, 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Daftar Pustaka</div><div style="text-align: justify;">Subani,W dan H.R. Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia Jurnal Penelitian</div><div style="text-align: justify;"> Perikanan Laut Nomor : 50 Tahun 1988/1989. Edisi Khusus. Jakarta : Balai Penelitian</div><div style="text-align: justify;"> Perikanan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian</div><div style="text-align: justify;">Ayodyoa, 1972. Kapal Perikanan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.</div><div style="text-align: justify;">Nedelec. 2000. FISH LAMPS. Japanese Fishing Gear and Methods Textbook for Marine Fisheries</div><div style="text-align: justify;"> Research Course. Japan. (terhubung berkala) http:// fisheries.com/index.html (18 Oktober</div><div style="text-align: justify;"> 2010)</div>samsudinhttp://www.blogger.com/profile/12922736179006623275noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2027639587566774083.post-17342113468147910192011-02-09T20:11:00.000-08:002011-02-09T20:16:28.310-08:00Jaring Insang<div style="text-align: justify;"><a href="http://azanblogger.blogspot.com/"></a></div><div style="background-color: white; color: lime; text-align: center;">JARING INSANG (GILLNET)</div><div style="background-color: white; color: lime; text-align: center;">Jaring Insang Dasar (Bottom Gillnet)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Definisi dan Klasifikasi</div><div style="text-align: justify;"> Jaring insang dasar (bottom gillnet), yaitu alat penangkap ikan yang terbuat dari bahan jaring, berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata jaring yang sama, dioperasikan pada bagian dasar perairan dengan sasaran penangkapan adalah ikan demersal (Sainsbury 1971 diacu dalam Rustandar 2005). Jaring insang dasar (bottom gillnet) diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring insang (gillnet) (Ayodhyoa AU 1981 diacu dalam Rustandar 2005).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan</div><div style="text-align: justify;"> Bagian-bagian dari bottom gillnet menurut Martasuganda (2002):</div><div style="text-align: justify;">(1) Pelampung (float), berfungsi untuk menghasilkan gaya apung pada bottom gillnet,</div><div style="text-align: justify;">(2) Tali pelampung (float line), adalah tali yang dipakai untuk memasang pelampung yang bahannya terbuat dari bahan sintetis seperti haizek, vinylon, polyvinyl chloride, saran atau bahan lainnya yang bisa dijadikan untuk tali pelampung,</div><div style="text-align: justify;">(3) Tali ris atas dan bawah, berfungsi untuk dipakai memasang atau menggantungkan badan jaring. Pemasangan tali ris bagian atas dipasang di bawah tali pelampung sedangkan tali ris bawah dipasang di atas tali pemberat,</div><div style="text-align: justify;">(4) Tali penggantung badan jaring bagian atas dan bawah (upper bolch line and under bolch line), adalah tali yang dipakai untuk menyambungkan atau menggantungkan badan jaring pada tali ris,</div><div style="text-align: justify;">(5) Srampad atas dan bawah (upper selvedge and under selvedge), adalah susunan mata jaring yang ditambahkan pada badan jaring bagian atas dan bagian bawah. Tujuan pemasangan srampad adalah sebagai penguat badan jaring dan untuk mempermudah pengoperasian jaring,</div><div style="text-align: justify;">(6) Badan jaring atau jaring utama (main net), adalah bagian dari jaring yang digunakan untuk menangkap ikan,</div><div style="text-align: justify;">(7) Tali pemberat (sinker line), adalah tali yang dipakai untuk memasang pemberat yang bahannya terbuat dari bahan sintetis seperti haizek, vinylon, polyvinyl chloride, saran atau bahan lainnya yang bisa dijadikan untuk tali pemberat dan</div><div style="text-align: justify;">(8) Pemberat (sinker), berfungsi untuk menghasilkan gaya berat pada bottom gillnet.</div><div style="text-align: justify;">Ukuran per tinting: panjang 50 m sebelum diikat (37,5 m setelah diikat); lebar 2,94 m sebelum diikat (1,94 m setelah diikat); bahan nilon monofilamen No. 25; Selvedge PE d/3 (Subani dan Barus 1989). Menurut kelompok kami, parameter utama dari bottom gillnet adalah ukuran mata jaring.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan</div><div style="text-align: justify;">3. 1 Kapal </div><div style="text-align: justify;"> Kapal bottom gillnet termasuk ke dalam kelompok kapal dengan metode pengoperasian static gear (kapal dengan alat tangkap yang dioperasikan secara statis). Ada dua jenis kapal yang digunakan dalam pengoperasian bottom gillnet, yaitu: a) dengan motor tempel (12-25 PK), ukuran: panjang 6,7 m, lebar 1,5 m, dalam 0,5 m, jaring 14 tinting (pieces); b) dengan motor dalam (6,5-18 PK), ukuran: panjang 7,5 m, lebar 2 m, dalam 1 m, jaring 20-25 tinting (pieces) (Subani dan Barus 1989). </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3.2 Nelayan </div><div style="text-align: justify;"> Untuk mengoperasikan bottom gillnet diperlukan 4 orang nelayan yang terdiri dari 1 orang nakhoda, 1 orang pengemudi dan 2 orang anak buah kapal (ABK). Nakhoda bertugas menentukan daerah pengoperasian, pengemudi bertugas mengemudikan kapal dan ABK bertugas untuk membantu dalam operasi penangkapan ikan (setting dan hauling) (Krisnandar 2001).</div><div style="text-align: justify;">3.3 Alat Bantu</div><div style="text-align: justify;"> Alat bantu pada bottom gillnet berupa net hauler atau net drum, berfungsi untuk menarik jaring pada saat hauling (Sainsburry 1971). </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3.4 Umpan</div><div style="text-align: justify;"> Umpan yang digunakan adalah makanan yang disukai oleh ikan-ikan demersal dan lobster, yaitu hewan lunak (Mollusca), seperti keong dan kerang-kerangan; hewan berkulit duri (Echinodermata) seperti bulu babi, bintang laut dan teripang atau lili laut. Umpan kulit kambing dapat digunakan sebagai umpan alternatif. Selain umpan kulit kambing, umpan kulit sapi juga dapat digunakan untuk meningkatkan hasil tangkapan udang karang (Krisnandar 2001).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Metode Pengoperasian Alat</div><div style="text-align: justify;"> Metode pengoperasian bottom gillnet terdiri atas beberapa tahap (Miranti 2007), yaitu sebagai berikut.</div><div style="text-align: justify;">(1) Persiapan yang dilakukan nelayan meliputi pemeriksaan alat tangkap, kondisi mesin, bahan bakar kapal, perbekalan, es dan tempat untuk menyimpan hasil tangkapan.</div><div style="text-align: justify;">(2) Pencarian daerah penangkapan ikan (DPI), hal ini dilakukan nelayan berdasarkan pengalaman-pengalaman melaut yaitu dengan mengamati kondisi perairan seperti banyaknya gelembung-gelembung udara di permukaan perairan, warna perairan, serta adanya burung-burung di atas perairan yang mengindikasikan adanya schooling ikan.</div><div style="text-align: justify;">(3) Pengoperasian alat tangkap yang terdiri atas pemasangan jaring (setting), perendaman jaring (soaking) dan pengangkatan jaring (hauling) (Krisnandar 2001).</div><div style="text-align: justify;">a. Pemasangan jaring (setting). Penyusunan bottom gillnet dan pemasangan umpan dilakukan di atas kapal agar lebih memudahkan nelayan pada saat setting. Penurunan jaring dilakukan pada sisi kiri lambung kapal. Selama proses setting berlangsung, mesin kapal dalam keadaan berjalan dengan kecepatan rendah dan dilakukan dari arah tengah menuju arah pantai. Urutan proses penurunan jaring adalah penurunan batu pemberat lalu diikuti oleh mata jaring menyusul kemudian tali selambar, jangkar dan pelampung tanda. Nelayan akan kembali ke fishing base setelah proses setting selesai.</div><div style="text-align: justify;">b. Perendaman jaring (soaking). Perendaman jaring dilakukan selama sehari semalam.</div><div style="text-align: justify;">c. Pengangkatan jaring (hauling). Proses pengangkatan jaring (hauling) dilakukan pada sisi kiri lambung kapal. Pada saat hauling, jaring diangkat sekaligus ditata susunannya sambil memeriksa dan mengambil hasil tangkapan. Mesin kapal harus dalam keadaan mati ketika proses hauling dilakukan.</div><div style="text-align: justify;">(4) Tahap penanganan hasil tangkapan adalah pelepasan ikan hasil tangkapan dari jaring untuk kemudian disimpan pada suatu wadah atau tempat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Daerah Pengoperasian</div><div style="text-align: justify;"> Bottom gillnet dioperasikan di danau pada bagian dasar perairan dan perairan berkarang. Bottom gillnet dapat dipasang di perairan air tawar yang dangkal pada kedalaman sekitar 50 m (Krisnandar 2001). Daerah distribusi bottom gillnet adalah Bali, Cibinuangeum, Pangandaran dan sekitarnya (Jawa Barat) (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Hasil Tangkapan</div><div style="text-align: justify;"> Hasil tangkapan dari pengoperasian bottom gillnet adalah udang barong (Panulirus spp), manyung (Tachysurus spp), layur (Trichiurus spp), gulamah (Scienidae) dan kuro (Polynemus spp) (Subani dan Barus 1989)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Daftar Pustaka</div><div style="text-align: justify;">Ayodhyoa AU. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.</div><div style="text-align: justify;">Krisnandar B. 2001. Penggunaan Umpan pada Alat Tangkap Bottom Gillnet untuk Menangkap Udang Karang di Perairan Pelabuhanratu Sukabumi Jawa Barat. Skripsi [tidak dipublikasikan]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.</div><div style="text-align: justify;">Martasuganda S. 2002. Jaring Insang (Gillnet). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.</div><div style="text-align: justify;">Miranti. 2007. Perikanan Gillnet di Pelabuhan Ratu: Kajian Teknis dan Tingkat Kesejahteraan Nelayan Pemilik. Skripsi [tidak dipublikasikan]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.</div><div style="text-align: justify;">Rustandar R. 2005. Analisis Efisiensi Teknik Unit Penangkapan Gillnet di Muara Angke Jakarta. Skripsi [tidak dipublikasikan]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.</div><div style="text-align: justify;">Sainsbury JC. 1971. Commercial Fishing Methods. An Introduction to Vessel and Gears. 3ed Edition. London: Fishing News Book.</div><div style="text-align: justify;">Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: lime; text-align: center;">JARING INSANG (GILLNET)</div><div style="color: lime; text-align: center;">Jaring Insang Lingkar (Encircling Gillnet)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Definisi dan Klasifikasi</div><div style="text-align: justify;"> Jaring insang lingkar (encircling gillnet), yaitu alat penangkap ikan yang terbuat dari bahan jaring, berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata jaring yang sama, dioperasikan dengan cara melingkarkan gerombolan ikan atau melingkarkan jaring di perairan yang sudah diperkirakan ada ikan (Martasuganda 2002). Jaring insang lingkar (encircling gillnet) diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring insang (gillnet) (Ayodhyoa AU 1981 diacu dalam Rustandar 2005).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan</div><div style="text-align: justify;"> Bagian-bagian dari encircling gillnet menurut Martasuganda (2002):</div><div style="text-align: justify;">(1) Pelampung (float), berfungsi untuk menghasilkan gaya apung pada encircling gillnet, </div><div style="text-align: justify;">(2) Tali pelampung (float line), adalah tali yang dipakai untuk memasang pelampung yang bahannya terbuat dari bahan sintetis seperti haizek, vinylon, polyvinyl chloride, saran atau bahan lainnya yang bisa dijadikan untuk tali pelampung, </div><div style="text-align: justify;">(3) Tali ris atas dan bawah, berfungsi untuk dipakai memasang atau menggantungkan badan jaring. Pemasangan tali ris bagian atas dipasang di bawah tali pelampung sedangkan tali ris bawah dipasang di atas tali pemberat,</div><div style="text-align: justify;">(4) Tali penggantung badan jaring bagian atas dan bawah (upper bolch line and under bolch line), adalah tali yang dipakai untuk menyambungkan atau menggantungkan badan jaring pada tali ris,</div><div style="text-align: justify;">(5) Srampad atas dan bawah (upper selvedge and under selvedge), adalah susunan mata jaring yang ditambahkan pada badan jaring bagian atas dan bagian bawah. Tujuan pemasangan srampad adalah sebagai penguat badan jaring dan untuk mempermudah pengoperasian jaring,</div><div style="text-align: justify;">(6) Badan jaring atau jaring utama (main net), adalah bagian dari jaring yang digunakan untuk menangkap ikan,</div><div style="text-align: justify;">(7) Tali pemberat (sinker line), adalah tali yang dipakai untuk memasang pemberat yang bahannya terbuat dari bahan sintetis seperti haizek, vinylon, polyvinyl chloride, saran atau bahan lainnya yang bisa dijadikan untuk tali pemberat dan</div><div style="text-align: justify;">(8) Pemberat (sinker), berfungsi untuk menghasilkan gaya berat pada encircling gillnet.</div><div style="text-align: justify;">Bahan yang umum dipakai untuk membuat encircling gillnet adalah nylon dan amilan, baik itu monofilament maupun multifilament. Ketebalan benang jaring yang dipakai umumnya memakai nomor benang 210d, kecuali untuk menangkap udang dapat memakai ketebalan benang 110d (Martasuganda 2002).</div><div style="text-align: justify;">Penetapan ukuran mata jaring dapat berdasarkan pada ukuran jenis ikan yang tertangkap. encircling gillnet yang dioperasikan di Indonesia umumnya memiliki ukuran mata jaring yang berkisar antara 1,5-4 inci. Menurut Martasuganda (2005 diacu dalam Miranti 2007), berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 607/KPB/UM/9/1967 butir 3, batasan ukuran mata jaring dari jaring insang yang dilarang untuk dioperasikan adalah ukuran mata jaring di bawah 25 mm dengan toleransi 5%. Menurut kelompok kami, parameter utama dari encircling gillnet adalah ukuran mata jaring.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan</div><div style="text-align: justify;">3. 1 Kapal </div><div style="text-align: justify;"> Kapal encircling gillnet termasuk ke dalam kelompok kapal dengan metode pengoperasian static gear (kapal dengan alat tangkap yang dioperasikan secara statis). Dalam pengoperasian encircling gillnet, diperlukan sebuah perahu kecil (canoe) berukuran 5-7 m yang bisa digunakan di daerah lepas pantai. Kapal dengan ukuran12-15 m dapat digunakan di daerah tengah laut (Krisnandar 2001).</div><div style="text-align: justify;">3.2 Nelayan </div><div style="text-align: justify;"> Untuk mengoperasikan encircling gillnet diperlukan 4 orang nelayan yang terdiri dari 1 orang nakhoda, 1 orang pengemudi dan 2 orang anak buah kapal (ABK). Nakhoda bertugas menentukan daerah pengoperasian, pengemudi bertugas mengemudikan kapal dan ABK bertugas untuk membantu dalam operasi penangkapan ikan (setting dan hauling) (Krisnandar 2001).</div><div style="text-align: justify;">3.3 Alat Bantu</div><div style="text-align: justify;"> Alat bantu pada encircling gillnet berupa net hauler atau net drum, berfungsi untuk menarik jaring pada saat hauling (Sainsburry 1971). Alat bantu lainnya yaitu:</div><div style="text-align: justify;">(1) Lampu/Light Fishing. Kegunaan lampu untuk alat penangkapan adalah untuk mengumpulkan kawanan ikan kemudian melakukan operasi penangkapan dengan menggunakan gillnet. Jenis-jenis lampu yang digunakan bermacam-macam, antara lain: ancor/obor, lampu petromak/starmking, lampu listrik.</div><div style="text-align: justify;">(2) Payaos, merupakan rumpon laut dalam yang berperan dalam pengumpulan ikan pada tempat tertentu dan dilakukan operasi penangkapan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Metode Pengoperasian Alat</div><div style="text-align: justify;"> Metode pengoperasian encircling gillnet terdiri atas beberapa tahap (Miranti 2007), yaitu sebagai berikut.</div><div style="text-align: justify;">(1) Persiapan yang dilakukan nelayan meliputi pemeriksaan alat tangkap, kondisi mesin, bahan bakar kapal, perbekalan, es dan tempat untuk menyimpan hasil tangkapan.</div><div style="text-align: justify;">(2) Pencarian daerah penangkapan ikan (DPI), hal ini dilakukan nelayan berdasarkan pengalaman-pengalaman melaut yaitu dengan mengamati kondisi perairan seperti banyaknya gelembung-gelembung udara di permukaan perairan, warna perairan, serta adanya burung-burung di atas perairan yang mengindikasikan adanya schooling ikan.</div><div style="text-align: justify;">(3) Pengoperasian alat tangkap yang terdiri atas pemasangan jaring (setting), perendaman jaring (soaking) dan pengangkatan jaring (hauling).</div><div style="text-align: justify;">a. Pemasangan jaring (setting). Penyusunan encircling gillnet dilakukan di atas kapal agar lebih memudahkan nelayan pada saat setting. Penurunan jaring dilakukan pada sisi kiri lambung kapal. Selama proses setting berlangsung, mesin kapal dalam keadaan berjalan dengan kecepatan rendah dan dilakukan dari arah tengah menuju arah pantai. Urutan proses penurunan jaring adalah penurunan batu pemberat lalu diikuti oleh mata jaring menyusul kemudian tali selambar (Krisnandar 2001).</div><div style="text-align: justify;">b. Perendaman jaring (soaking). Dalam proses ini, encircling gillnet dioperasikan dengan cara melingkarkan kawanan ikan yang sebelumnya dikumpulkan dengan alat bantu sinar lampu atau payaos. Kawanan ikan yang terkurung dikejutkan dengan suara dengan cara memukul-mukul bagian perahu sehingga ikan-ikan terkejut dan bercerai-berai, akhirnya tersangkut mata jaring (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;">c. Pengangkatan jaring (hauling). Proses pengangkatan jaring (hauling) dilakukan pada sisi kiri lambung kapal. Pada saat hauling, jaring diangkat sekaligus ditata susunannya sambil memeriksa dan mengambil hasil tangkapan. Mesin kapal harus dalam keadaan mati ketika proses hauling dilakukan (Krisnandar 2001). </div><div style="text-align: justify;">(4) Tahap penanganan hasil tangkapan adalah pelepasan ikan hasil tangkapan dari jaring untuk kemudian disimpan pada suatu wadah atau tempat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Daerah Pengoperasian</div><div style="text-align: justify;"> Encircling gillnet pada kedalaman sekitar 25-26 m. Daerah distribusi encircling gillnet adalah pantai utara Jawa, Tg. Satai (Kalimantan Barat) (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Hasil Tangkapan</div><div style="text-align: justify;"> Hasil tangkapan dari pengoperasian encircling gillnet adalah siro/lemuru/sembulak (Sardinella longiceps), tembang (Clupea fimbriata) dan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Daftar Pustaka</div><div style="text-align: justify;">Ayodhyoa AU. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.</div><div style="text-align: justify;">Krisnandar B. 2001. Penggunaan Umpan pada Alat Tangkap Bottom Gillnet untuk Menangkap Udang Karang di Perairan Pelabuhanratu Sukabumi Jawa Barat. Skripsi [tidak dipublikasikan]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.</div><div style="text-align: justify;">Martasuganda S. 2002. Jaring Insang (Gillnet). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.</div><div style="text-align: justify;">Miranti. 2007. Perikanan Gillnet di Pelabuhan Ratu: Kajian Teknis dan Tingkat Kesejahteraan Nelayan Pemilik. Skripsi [tidak dipublikasikan]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.</div><div style="text-align: justify;">Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="color: yellow; text-align: center;">J<span style="color: lime;">ARING INSANG (GILLNET)</span></div><div style="color: lime; text-align: center;">Jaring Insang Permukaan (Surface Gillnet)</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Definisi dan Klasifikasi</div><div style="text-align: justify;"> Jaring insang permukaan (surface gillnet), yaitu alat penangkap ikan yang terbuat dari bahan jaring, berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata jaring yang sama, dioperasikan pada bagian permukaan kolom perairan dengan tujuan penangkapan adalah ikan pelagis (Sainsbury 1971 diacu dalam Rustandar 2005). Jaring insang permukaan (surface gillnet) diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring insang (gillnet) (Ayodhyoa AU 1981 diacu dalam Rustandar 2005).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan</div><div style="text-align: justify;"> Bagian-bagian dari surface gillnet menurut Martasuganda (2002):</div><div style="text-align: justify;">(1) Pelampung (float), berfungsi untuk menghasilkan gaya apung pada surface gillnet,</div><div style="text-align: justify;">(2) Tali pelampung (float line), adalah tali yang dipakai untuk memasang pelampung yang bahannya terbuat dari bahan sintetis seperti haizek, vinylon, polyvinyl, polyvinyl chloride, saran atau bahan lainnya yang bisa dijadikan untuk tali pelampung,</div><div style="text-align: justify;">(3) Tali ris atas dan bawah, berfungsi untuk dipakai memasang atau menggantungkan badan jaring. Pemasangan tali ris bagian atas dipasang di bawah tali pelampung sedangkan tali ris bawah dipasang di atas tali pemberat,</div><div style="text-align: justify;">(4) Tali penggantung badan jaring bagian atas dan bawah (upper bolch line and under bolch line), adalah tali yang dipakai untuk menyambungkan atau menggantungkan badan jaring pada tali ris,</div><div style="text-align: justify;">(5) Srampad atas dan bawah (upper selvedge and under selvedge), adalah susunan mata jaring yang ditambahkan pada badan jaring bagian atas dan bagian bawah. Tujuan pemasangan srampad adalah sebagai penguat badan jaring dan untuk mempermudah pengoperasian jaring,</div><div style="text-align: justify;">(6) Badan jaring atau jaring utama (main net), adalah bagian dari jaring yang digunakan untuk menangkap ikan,</div><div style="text-align: justify;">(7) Tali pemberat (sinker line), adalah tali yang dipakai untuk memasang pemberat yang bahannya terbuat dari bahan sintetis seperti haizek, vinylon, polyvinyl chloride, saran atau bahan lainnya yang bisa dijadikan untuk tali pemberat dan</div><div style="text-align: justify;">(8) Pemberat (sinker), berfungsi untuk menghasilkan gaya berat pada surface gillnet.</div><div style="text-align: justify;">Bahan yang umum dipakai untuk membuat surface gillnet adalah nylon dan amilan, baik itu monofilament maupun multifilament. Ketebalan benang jaring yang dipakai umumnya memakai nomor benang 210d, kecuali untuk menangkap udang dapat memakai ketebalan benang 110d (Martasuganda 2002).</div><div style="text-align: justify;">Penetapan ukuran mata jaring dapat berdasarkan pada ukuran jenis ikan yang tertangkap. Surface gillnet yang dioperasikan di Indonesia umumnya memiliki ukuran mata jaring yang berkisar antara 1,5-4 inci. Menurut Martasuganda (2005 diacu dalam Miranti 2007), berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 607/KPB/UM/9/1967 butir 3, batasan ukuran mata jaring dari jaring insang yang dilarang untuk dioperasikan adalah ukuran mata jaring di bawah 25 mm dengan toleransi 5%. Menurut kelompok kami, parameter utama dari surface gillnet adalah ukuran mata jaring.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan</div><div style="text-align: justify;">3. 1 Kapal </div><div style="text-align: justify;"> Kapal surface gillnet termasuk ke dalam kelompok kapal dengan metode pengoperasian static gear (kapal dengan alat tangkap yang dioperasikan secara statis). Dalam pengoperasian surface gillnet, diperlukan sebuah perahu kecil (canoe) berukuran 5-7 m yang bisa digunakan di daerah lepas pantai. Kapal dengan ukuran12-15 m dapat digunakan di daerah tengah laut (Krisnandar 2001).</div><div style="text-align: justify;">3.2 Nelayan </div><div style="text-align: justify;"> Untuk mengoperasikan surface gillnet diperlukan 4 orang nelayan yang terdiri dari 1 orang nakhoda, 1 orang pengemudi dan 2 orang anak buah kapal (ABK). Nakhoda bertugas menentukan daerah pengoperasian, pengemudi bertugas mengemudikan kapal dan ABK bertugas untuk membantu dalam operasi penangkapan ikan (setting dan hauling) (Krisnandar 2001).</div><div style="text-align: justify;">3.3 Alat Bantu</div><div style="text-align: justify;"> Alat bantu pada surface gillnet berupa net hauler atau net drum, berfungsi untuk menarik jaring pada saat hauling (Sainsburry 1971). </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Metode Pengoperasian Alat</div><div style="text-align: justify;"> Metode pengoperasian surface gillnet terdiri atas beberapa tahap (Miranti 2007), yaitu sebagai berikut.</div><div style="text-align: justify;">(1) Persiapan yang dilakukan nelayan meliputi pemeriksaan alat tangkap, kondisi mesin, bahan bakar kapal, perbekalan, es dan tempat untuk menyimpan hasil tangkapan.</div><div style="text-align: justify;">(2) Pencarian daerah penangkapan ikan (DPI), hal ini dilakukan nelayan berdasarkan pengalaman-pengalaman melaut yaitu dengan mengamati kondisi perairan seperti banyaknya gelembung udara di permukaan perairan, warna perairan, serta adanya burung-burung di atas perairan.</div><div style="text-align: justify;">(3) Pengoperasian alat tangkap yang terdiri atas pemasangan jaring (setting), perendaman jaring (soaking) dan pengangkatan jaring (hauling)</div><div style="text-align: justify;">a. Pemasangan jaring (setting). Penyusunan surface gillnet dilakukan di atas kapal agar lebih memudahkan nelayan pada saat setting. Penurunan jaring dilakukan pada sisi kiri lambung kapal. Selama proses setting berlangsung, mesin kapal dalam keadaan berjalan dengan kecepatan rendah dan dilakukan dari arah tengah menuju arah pantai. Urutan proses penurunan jaring adalah penurunan batu pemberat lalu diikuti oleh mata jaring menyusul kemudian tali selambar dan pelampung tanda (Krisnandar 2001).</div><div style="text-align: justify;">b. Perendaman jaring (soaking). Dalam proses ini, surface gillnet dioperasikan dengan cara dioperasikan dengan cara diset atau dipasang secara menetap di permukaan pada daerah penangkapan (fishing ground) atau dibiarkan hanyut di perairan (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;">c. Pengangkatan jaring (hauling). Proses pengangkatan jaring (hauling) dilakukan pada sisi kiri lambung kapal. Pada saat hauling, jaring diangkat sekaligus ditata susunannya sambil memeriksa dan mengambil hasil tangkapan. Mesin kapal harus dalam keadaan mati ketika proses hauling dilakukan (Krisnandar 2001). </div><div style="text-align: justify;">(4) Tahap penanganan hasil tangkapan adalah pelepasan ikan hasil tangkapan dari jaring untuk kemudian disimpan pada suatu wadah atau tempat.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Daerah Pengoperasian</div><div style="text-align: justify;"> Pada umumnya yang menjadi fishing ground atau daerah penangkapan surface gillnet adalah daerah pantai, teluk dan muara-muara sungai. Surface gillnet dioperasikan pada bagian permukaan kolom perairan (0-200 m). Daerah distribusi surface gillnet adalah seluruh daerah di Indonesia, terutama Jawa Barat dan pantai utara Jawa (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Hasil Tangkapan</div><div style="text-align: justify;"> Hasil tangkapan dari pengoperasian surface gillnet adalah tenggiri (Scomberomerus commersoni), cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol (Auxis spp), kuwe (Caranx spp) dan alu-alu (Sphyraena spp) (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Daftar Pustaka</div><div style="text-align: justify;">Ayodhyoa AU. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.</div><div style="text-align: justify;">Krisnandar B. 2001. Penggunaan Umpan pada Alat Tangkap Bottom Gillnet untuk Menangkap Udang Karang di Perairan Pelabuhanratu Sukabumi Jawa Barat. Skripsi [tidak dipublikasikan]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.</div><div style="text-align: justify;">Martasuganda S. 2002. Jaring Insang (Gillnet). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.</div><div style="text-align: justify;">Miranti. 2007. Perikanan Gillnet di Pelabuhan Ratu: Kajian Teknis dan Tingkat Kesejahteraan Nelayan Pemilik. Skripsi [tidak dipublikasikan]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.</div><div style="text-align: justify;">Rustandar R. 2005. Analisis Efisiensi Teknik Unit Penangkapan Gillnet di Muara Angke Jakarta. Skripsi [tidak dipublikasikan]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.</div><div style="text-align: justify;">Sainsbury JC. 1971. Commercial Fishing Methods. An Introduction to Vessel and Gears. 3ed Edition. London: Fishing News Book.</div><div style="text-align: justify;">Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div>samsudinhttp://www.blogger.com/profile/12922736179006623275noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2027639587566774083.post-26857855160998627942011-02-09T00:30:00.000-08:002011-02-10T02:51:33.997-08:00<div style="text-align: justify;"><a href="http://perikanantangkap.blogspot.com/"></a></div><div style="text-align: center;">PERANGKAP DAN PENGHADANG (TRAP AND GUIDING BARRIERS)</div><div style="text-align: center;">Bubu Keong Macan</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Definisi dan Klasifikasi</div><div style="text-align: justify;"> Bubu keong macan adalah alat tangkap yang dikhususkan untuk menangkap keong macan, terbuat dari bambu yang dianyam sedemikian rupa menyerupai persegi atau kotak dan dioperasikan di dasar perairan. Bubu keong macan diklasifikasikan ke dalam kelompok perangkap dan penghadang (Martasuganda 2003).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan</div><div style="text-align: justify;"> Satu unit bubu keong macan terdiri dari bubu, tali utama, tali cabang, pelampung tanda dan lampu tanda (Esman 2006).</div><div style="text-align: justify;"> a) Bubu. Bagian-bagian bubu keong macan terdiri atas badan bubu, mulut bubu, pemberat dan tempat untuk meletakkan umpan. Badan bubu terbuat dari anyaman bambu dengan ukuran panjang x lebar x tinggi = 20 x 20 x 7 cm. Mulut bubu berbentuk bulat dengan diameter 10 cm yang berfungsi sebagai tempat masuknya keong macan ke dalam bubu. Pemberat bubu terbuat dari campuran semen dan pasir yang dipasang pada keempat sudut di sisi bawah bubu yang berfungsi agar posisi bubu tetap tegak ketika ada di dasar perairan. Tempat untuk meletakkan umpan terbuat dari kawat yang dipasang melintang pada diameter mulut bubu sepanjang 15 cm (Esman 2006);</div><div style="text-align: justify;"> b) Tali utama, berfungsi untuk merangkai bubu yang satu ke bubu yang lain. Tali utama terbuat dari bahan PE berdiameter 6 mm dengan jarak antara tali cabang 2-3 m. Panjang tali utama berkisar 800-1200 m (Esman 2006);</div><div style="text-align: justify;">c) Tali cabang, sebagai tempat dipasangnya bubu keong macan, terbuat dari PE dengan diameter 3 mm, panjang tali cabang masing-masing 1 sampai 1,5 m untuk setiap bubu (Esman 2006);</div><div style="text-align: justify;">d) Pelampung tanda, berfungsi untuk menandakan tempat bubu keong macan dipasang. Pelampung tanda berjumlah satu buah, terbuat dari tiang bambu atau kayu dengan panjang 1 m dan dilengkapi dengan bendera. Bagian bawah pelampung tanda diberi pemberat agar pelampung tanda tetap berdiri tegak dan styrofoam agar pelampung tanda tetap mengapung di atas air. Pelampung tanda dihubungkan ke tali utama sepanjang 3 m (Esman 2006); dan</div><div style="text-align: justify;">e) Lampu tanda, merupakan pelampung dari kayu berukuran alas 65 x 65 cm dan dipasang tiang setinggi 50 cm. Tiang tersebut sebagai tempat dipasangnya lampu (1 buah) yang terbuat dari botol minuman bekas yang diberi sumbu dan minyak tanah serta dilengkapi tali dengan bahan PE berdiameter 6 mm sepanjang 3 m untuk disambung ke tali utama. Lampu tanda berfungsi sebagai alat bantu penerangan untuk memudahkan nelayan dalam menentukan kedudukan bubu keong macan di dalam air (Esman 2006).</div><div style="text-align: justify;">Menurut kelompok kami, parameter utama dari bubu keong macan adalah ukuran mulut bubu keong macan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan</div><div style="text-align: justify;">3.1 Kapal</div><div style="text-align: justify;">Perahu yang digunakan pada pengoperasian bubu keong macan adalah perahu yang menggunakan mesin dalam (inboard engine) berkekuatan 12, 16 dan 20 PK dengan bahan bakar solar. Perahu yang digunakan terbuat dari bahan kayu dengan ukuran berkisar 0,87-2,48 GT dengan panjang (L) antara 6-8 m, lebar (B) 1,3-2 m dan dalam (D) 0,5-0,8 m dengan mesin perahu terletak di bagian tengah kapal (Esman 2006).</div><div style="text-align: justify;">3.2 Nelayan</div><div style="text-align: justify;">Jumlah nelayan yang mengoperasikan bubu keong macan adalah 3-4 orang, yang masing-masing nelayan bertugas sebagai juru kemudi dan menentukan daerah penangkapan keong macan, menurunkan bubu, mengangkat bubu dan memasang umpan (Esman 2006).</div><div style="text-align: justify;">3.3 Alat Bantu </div><div style="text-align: justify;">Alat bantu pada pengoperasian bubu keong macan adalah gardan yang biasa dibuat dari bambu, kayu atau besi yang berfungsi untuk membantu proses setting dan hauling bubu keong macan (Martasuganda 2003).</div><div style="text-align: justify;">3.4 Umpan </div><div style="text-align: justify;">Umpan yang digunakan biasanya ikan pepetek. Ikan tersebut dipotong terlebih dahulu dengan ukuran 5 cm kemudian diletakkan pada tempat umpan yang terbuat dari kawat. Selain itu, bisa juga digunakan ikan rucah berupa ikan-ikan kecil (Martasuganda 2003).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Metode Pengoperasian Alat</div><div style="text-align: justify;">Adapun tahapan dalam pengoperasian bubu keong macan ada lima tahap, yaitu sebagai berikut (Esman 2006).</div><div style="text-align: justify;">a) Tahap persiapan. Persiapan merupakan kegiatan yang dilakukan sebelum berangkat menuju daerah penangkapan berupa pemeriksaan perahu, alat tangkap, mesin, bahan bakar, umpan dan bahan perbekalan. Persiapan biasanya dimulai pada pukul 15.00 WIB;</div><div style="text-align: justify;">b) Tahap pencarian daerah penangkapan keong macan. Penentuan fishing ground dilakukan berdasarkan pengalaman operasi penangkapan sebelumnya dan informasi dari nelayan bubu keong macan lainnya. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai daerah penangkapan berkisar antara 1-1,5 jam;</div><div style="text-align: justify;">c) Penurunan bubu (setting). Penurunan unit penangkapan bubu keong macan dimulai dengan penurunan lampu tanda, bubu dan terakhir yaitu penurunan pelampung tanda;</div><div style="text-align: justify;">d) Perendaman bubu (soaking). Lama perendaman bubu keong macan adalah 2-4 jam; dan</div><div style="text-align: justify;">e) Pengangkatan bubu (hauling). Pengangkatan bubu dimulai dengan pengangkatan jangkar ke atas kapal disusul dengan pelampung tanda, kemudian bubu dan lampu tanda. Setelah hauling selesai, dilakukan persiapan untuk setting berikutnya. Hauling maupun setting dilakukan dari bagian kiri haluan kapan.</div><div style="text-align: justify;">5. Daerah Pengoperasian </div><div style="text-align: justify;">Daerah pengoperasian bubu keong macan biasanya di perairan pantai yang dasarnya berlumpur, berlumpur bercampur pasir atau perairan yang banyak dihuni oleh keong macan dengan kedalaman antara 5-20 meter, tergantung keberadaan keong macan di daerah penangkapan (Martasuganda 2003). Daerah distribusi bubu keong macan adalah di sekitar perairan Pulau Cangkir, Tanjung Pasir dan Tanjung Kait (Esman 2006).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Hasil Tangkapan </div><div style="text-align: justify;">Hasil tangkapan bubu keong macan adalah keong macan (Babylonia spirata) dan beberapa jenis keong lainnya (Martasuganda 2003).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Daftar Pustaka</div><div style="text-align: justify;">Martasuganda S. 2003. Bubu (Traps). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.</div><div style="text-align: justify;">Esman M. 2006. Model Fungsi Produksi Unit Penangkapan Bubu Keong Macan (Babylonia spirata) di Karang Serang Tangerang Propinsi Banten . [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: center;">Pataka</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Definisi dan Klasifikasi</div><div style="text-align: justify;">Pataka adalah alat penangkap ikan berbentuk silindris dan dilengkapi dengan pelampung dari bambu atau rakit bambu, dioperasikan dengan cara diapungkan di perairan. Pataka diklasifikasikan ke dalam kelompok perangkap dan penghadang (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan</div><div style="text-align: justify;">Pataka terbuat dari anyaman bambu, berbentuk silindris dengan panjang 1-2 m dan lingkaran untuk mulut dengan ukuran 1,5 m. Bagian-bagian pataka yaitu sebagai berikut (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;">a) Badan (body), seperti rongga (berbentuk silinder) yang terbuat dari anyaman bambu, berfungsi sebagai tempat target tangkapan terkurung;</div><div style="text-align: justify;">b) Mulut berbentuk seperti corong (kerucut), merupakan lubang tempat masuknya ikan ke dalam pataka; dan</div><div style="text-align: justify;">c) Pintu berbentuk lingkaran, merupakan tempat mengambil hasil tangkapan.</div><div style="text-align: justify;">Pataka dilengkapi pelampung dari bambu atau rakit bambu yang diletakkan di bagian atas pataka. Rakit bambu tersebut dilabuhkan melalui tali dengan panjang 100-200 m dan dihubungkan dengan jangkar (Subani dan Barus 1989). </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Parameter utama dari pataka adalah ukuran mulut pataka.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan</div><div style="text-align: justify;">3.1 Kapal</div><div style="text-align: justify;">Perahu hanya digunakan sebagai alat transportasi nelayan.</div><div style="text-align: justify;">3.2 Nelayan</div><div style="text-align: justify;">Untuk mengoperasikan pataka dibutuhkan 1-2 orang nelayan yang bertugas untuk memasang dan mengangkat pataka, serta mengambil hasil tangkapan dari dalam pataka.</div><div style="text-align: justify;">3.3 Alat Bantu </div><div style="text-align: justify;">Dalam pengoperasiannya, pataka menggunakan alat bantu rumpon untuk memikat ikan supaya ikan datang dan masuk ke dalam pataka (Taufiq 2009).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Metode Pengoperasian Alat</div><div style="text-align: justify;">Adapun tahapan dalam pengoperasian pataka ada tiga tahap, yaitu sebagai berikut (Sainsbury 1996 diacu dalam Susilo 2006).</div><div style="text-align: justify;">Penurunan pataka (setting). Penurunan unit penangkapan pataka dimulai dengan penurunan jangkar, tali dan pataka. Perendaman pataka (soaking). Lama perendaman pataka adalah 1-3 jam. Pengangkatan pataka (hauling). Pengangkatan pataka dimulai dengan pengangkatan rakit bambu, pataka kemudian tali dan jangkar.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Daerah Pengoperasian </div><div style="text-align: justify;">Daerah pengoperasian pataka adalah kolom perairan dengan kedalaman 0-200 m (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Hasil Tangkapan </div><div style="text-align: justify;">Hasil tangkapan pataka adalah kembung (Rastrelliger spp.), tembang (Sardinella fimbriata), japuh (Dussamiera spp.), julung-julung (Hemirhamphus spp.), selar (Selar spp.) (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Daftar Pustaka</div><div style="text-align: justify;">Sainsbury J C. 1996. Commercial Fishing Methods. An Introduction to Vessel and Gears. 3ed Edition. London: Fishing News Book.</div><div style="text-align: justify;">Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.</div><div style="text-align: justify;">Susilo E. 2006. Percobaan Pengoperasian Bubu pada Zona Fotik dan Afotik di Teluk Pelabuhanratu. [Skripsi] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.</div><div style="text-align: justify;">Taufiq. 2009. Bubu. http://fiqrin.files.wordpress.com. [30 November 2009].</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: center;">Bubu Sungai</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Definisi dan Klasifikasi</div><div style="text-align: justify;">Bubu sungai adalah alat penangkap ikan dengan mulut berbentuk lingkaran dan pintu berbentuk lingkaran, terbuat dari bambu yang dianyam sedemikian rupa menyerupai kurungan berbentuk silindris atau agak lonjong dan dioperasikan di sungai. Bubu sungai diklasifikasikan ke dalam kelompok perangkap dan penghadang (von Brandt 1984).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan</div><div style="text-align: justify;">Menurut Subani dan Barus (1989), bagian-bagian bubu sungai yaitu sebagai berikut.</div><div style="text-align: justify;">a) Badan (body), seperti rongga (berbentuk silinder) yang terbuat dari anyaman bambu, berfungsi sebagai tempat target tangkapan terkurung;</div><div style="text-align: justify;">b) Mulut berbentuk lingkaran, merupakan lubang tempat masuknya ikan ke dalam bubu sungai; dan</div><div style="text-align: justify;">c) Pintu berbentuk kerucut, merupakan tempat mengambil hasil tangkapan.</div><div style="text-align: justify;">Menurut kelompok kami, parameter utama dari bubu sungai adalah ukuran mulut bubu sungai dan ukuran bubu sungai.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan</div><div style="text-align: justify;">3.1 Kapal</div><div style="text-align: justify;">Perahu digunakan sebagai alat transportasi nelayan (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;">3.2 Nelayan</div><div style="text-align: justify;">Jumlah nelayan yaitu dua orang yang bertugas untuk mengemudikan perahu dan mengoperasikan bubu sungai (Subani dan Barus 1989).</div><div style="text-align: justify;">4. Metode Pengoperasian Alat</div><div style="text-align: justify;">Adapun tahapan dalam pengoperasian bubu sungai ada tiga tahap, yaitu sebagai berikut (Winugroho 2007).</div><div style="text-align: justify;">Bubu sungai diturunkan dan dioperasikan secara menetap di sungai (setting). Kemudian bubu sungai direndam selama 5-8 jam. Setelah itu, bubu sungai diangkat (hauling). Sebelum bubu sungai diangkat, pintu bubu ditutup terlebih dahulu agar ikan yang terperangkap tidak bisa keluar dari bubu, kemudian bubu diangkat dan hasil tangkapan dapat diambil oleh nelayan.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Daerah Pengoperasian </div><div style="text-align: justify;">Daerah pengoperasian bubu sungai biasanya di daerah sungai yang beraliran deras, terdapat batuan dan tidak terlalu dalam. Daerah distribusi bubu sungai adalah Kalimantan, Papua dan Jambi (Winugroho 2007).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Hasil Tangkapan </div><div style="text-align: justify;">Hasil tangkapan bubu sungai adalah ikan air tawar yang hidup di daerah aliran sungai, seperti gabus (Channa striata), sepat (Trichogaster sp.), mujair (Oreochromis mossambicus) dan mas (Cyprinus carpio) (Winugroho 2007).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Daftar Pustaka</div><div style="text-align: justify;">Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.</div><div style="text-align: justify;">Von Brandt A. 1984. Fish Catching Methods of the World. London: Fishing News Book.</div><div style="text-align: justify;">Winugroho. 2007. Artikel. http://winugroho.web.id. [21 November 2009].</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: center;">Jaring Jodang</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Definisi dan Klasifikasi</div><div style="text-align: justify;">Jaring jodang adalah alat tangkap berbentuk limas terpancung pada bagian atasnya dan didesain khusus untuk menangkap siput macan. Jaring jodang diklasifikasikan ke dalam kelompok perangkap dan penghadang (Puspito 2009).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Konstruksi Alat Penangkap Ikan</div><div style="text-align: justify;">Menurut Subani dan Barus (1989), bagian-bagian jaring jodang yaitu sebagai berikut.</div><div style="text-align: justify;">a) Rangka (frame) yang terbuat dari besi berbentuk silinder. Rangka berfungsi untuk mempertahankan bentuk jaring jodang selama pengoperasian;</div><div style="text-align: justify;">b) Badan (body), seperti rongga (berbentuk limas) yang terbuat dari anyaman jaring, berfungsi sebagai tempat target tangkapan terkurung; dan</div><div style="text-align: justify;">c) Mulut, merupakan lubang tempat masuknya ikan ke dalam jaring jodang.</div><div style="text-align: justify;">Jaring jodang tersusun atas 12 batang besi berdiameter 8 mm yang membentuk sebuah bangunan limas terpancung. Mulut jaring jodang berukuran 10 cm, bagian bawah berukuran 30 cm dan tinggi berukuran 15 cm. Semua sisi perangkap, kecuali bagian atasnya ditutupi oleh lembaran jaring multifilament polyethylene (PE) dengan ukuran mata jaring 0,5 cm (Puspito 2009).</div><div style="text-align: justify;">Parameter utama dari jaring jodang adalah ukuran mulut jaring jodang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Kelengkapan dalam Unit Penangkapan Ikan</div><div style="text-align: justify;">3.1 Kapal</div><div style="text-align: justify;">Perahu hanya digunakan sebagai alat transportasi nelayan ketika akan mengoperasikan jaring jodang.</div><div style="text-align: justify;">3.2 Nelayan</div><div style="text-align: justify;">Pengoperasian jaring jodang dibutuhkan 1-2 orang nelayan yang bertugas untuk memasang serta mengangkat jaring jodang.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">3.3 Umpan</div><div style="text-align: justify;">Umpan yang digunakan adalah ikan rucah berupa ikan pepetek dan ikan asin (Puspito 2009).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Metode Pengoperasian Alat</div><div style="text-align: justify;">Adapun tahapan dalam pengoperasian jaring jodang ada tiga tahap, yaitu sebagai berikut (Puspito 2009).</div><div style="text-align: justify;">a) Penurunan jaring jodang (setting). Jaring jodang dioperasikan di dasar perairan. Dalam satu kali pengoperasian digunakan 20-60 jaring jodang;</div><div style="text-align: justify;">b) Perendaman jaring jodang (soaking). Lama perendaman jaring jodang adalah satu malam. Namun ketika sedang musim siput macan, jaring jodang hanya direndam selama 3-6 jam; dan</div><div style="text-align: justify;">c) Pengangkatan jaring jodang (hauling).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">5. Daerah Pengoperasian </div><div style="text-align: justify;">Daerah pengoperasian jaring jodang adalah di sepanjang pantai Jawa Barat (Puspito 2009).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">6. Hasil Tangkapan </div><div style="text-align: justify;">Hasil tangkapan jaring jodang adalah siput macan, keong macan (Babylonia spirata) dan beberapa jenis keong lainnya (Puspito 2009).</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Daftar Pustaka</div><div style="text-align: justify;">Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No. 50. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.</div><div style="text-align: justify;">Puspito G. 2009. Trap Non Ikan. [Materi Kuliah Alat Penangkapan Ikan] (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.</div>samsudinhttp://www.blogger.com/profile/12922736179006623275noreply@blogger.com0